Mengenal RIBA dalam islam
Riba adalah penetapan bunga atau
melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan persentase
tertentu dari jumlah pinjaman pokok yang dibebankan kepada peminjam. Riba
secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain,
secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar.
Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta
pokok atau modal secara
batil. Menurut Yusuf Alqordhowi setiap
pinjaman yang didsalamnya mensyaratkan tambahan maka dinamakan RIBA
Riba
merupakan penyakit ekonomi masyarakat yang telah dikenal lama dalam peradaban
manusia. Beberapa pakar ekonomi memperkirakan bahwa riba telah ada sejak
manusia mengenal uang (emas dan perak di zaman itu). Riba dikenal pada masa
peradaban Farao/Fir’aun di Mesir, peradaban Sumeria, Babilonia, dalam kitab
perjanjian lama bahwa diharamkan orang Yahudi mengambil riba dari orang Yahudi,
namun dibolehkan orang Yahudi mengambil riba dari orang di luar Yahudi. (Dr.
‘Abdullah Al ‘Umrani, kitab Al Manfa’atu fil Qardh, 86) Tidak dapat dipastikan
kebenaran perkiraan di atas kecuali keberadaan riba pada peradaban Yahudi.
Karena Al Qur’an menjelaskan bahwa Bani Israil (umat Nabi Musa ‘alaihis salam)
melakukan riba dan Allah Subhanahuwata’ala pun telah melarang mereka memakan
riba. Allah Subhanahuwata’ala berfirman,
{فَبِظُلْمٍ مِّنَ
الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ
عَن سَبِيلِ اللَّهِ كَثِيرًا} [النساء : 160]
Maka
disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan makanan)
yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka
banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah,
{وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا
وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ ۚ وَأَعْتَدْنَا
لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا} [النساء : 161]
dan
disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang
daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang
bathil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka
itu siksa yang pedih.
Kemudian umat
Yahudi memperkenalkan riba kepada bangsa Arab di semenanjung Arabia, tepatnya
di kota Thaif dan Yastrib (kemudian di kenal dengan Madinah hingga saat ini).
Di dua kota ini Yahudi berhasil meraup keuntungan yang tak terhingga,
sampai-sampai orang-orang Arab Jahiliyah menggadaikan anak, istri, dan diri
mereka sendiri sebagai jaminan hutang riba (ini awal dan permulaan perbudakan
yang besar di Arab). Bila mereka tidak mampu melunasi hutang maka Jaminan
mereka dijadikan budak Yahudi.
Dari kota
Thaif praktik Riba menjalar ke kota Makkah dan dipraktikkan oleh para bangsawan
kaum Quraisy Jahiliyah (Dr. Rafiq Al Mishri, Jami’ Ushulurriba, hal 22). Maka
riba marak di kota Makkah, sebagaimana yang kita ketahui dalam khutbah
Rasulullah Shallallahu’alaihi wassallam di ‘Arafah pada Haji Wada’ beliau
bersabda,
وَرِبَا الْجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوْعٌ، وَأَوَّلُ رِبًا أَضَعُ
رِبَانَا رِبَانَا عَبَّاسٍ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ، فَإِنَّهُ مَوْ ضُوْ عٌ كُلُّهُ.
“Riba Jahiliyah telah
dihapuskan, Riba pertama yang kuhapuskan adalah riba ‘Abbas bin ‘Abdul
Muthalib, sesungguhnya riba telah dihapuskan seluruhnya.”(HR. Muslim)
Bentuk-bentuk Riba
yang dilakukan orang-orang Jahiliyah
- Seseorang memberikan pinjaman 10 keping
uang emas selama waktu yang ditentukan dengan syarat nanti
dikembalikan/dibayar sebanyak 11 keping uang emas
- Seseorang meminjam 10 keping uang
emas, bila jatuh tempo pelunasan dan ia belum mampu membayar, ia
mengatakan, “Beri saya masa tangguh, nanti hutang piutang anda saya
tambah”.
- Seseorang memberikan pinjaman modal
usaha 100 keping uang emas. Setiap bulannya mendapat bunga 2 keping emas.
Bila telah sampai masa yang ditentukan, si peminjam harus mengembalikan
modal utuh sebanyak 100 keping uang emas. Jika ia telat melunasi maka ia
harus membayar denda keterlambatan yang terkadang perbandingannya/rationya
lebih besar daripada bunga bulanan.
- Seseorang membeli barang dengan cara
tidak tunai. Bila ia belum melunasi hutang pada saat jatuh tempo maka ia
harus membayar denda keterlambatan selain melunasi hutang pokok (inilah
praktik hari ini yang terdapat pada lembaga keuangan, perbankan, leasing,
koperasi, dsj).
(Dr. Rafiq Al Mishri,
Jami’ Ushulurriba, hal 22-25)
Jadi ini
sebagai dasar bahwa praktik lembaga keuangan (perbankan, leasing, koperasi,
lembaga2 pembiayaan, dsj) pada hari ini bukan hal baru melainkan telah ada di
zaman Rasulullah Shallallahu’alaihi wassallam yang beliau hapuskan dengan
Syari’at Allah Subhanahuwata’ala.
(Buku Harta Haram
Muamalat Kontemporer karya Dr. Erwandi Tarmizi hal 329-331)
No comments:
Post a Comment