Monday 31 December 2018

Mengenal RIBA Dalam islam


Mengenal  RIBA dalam islam

Riba adalah penetapan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok yang dibebankan kepada peminjam. Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar. Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Menurut Yusuf Alqordhowi  setiap pinjaman yang didsalamnya mensyaratkan tambahan maka dinamakan RIBA
Riba merupakan penyakit ekonomi masyarakat yang telah dikenal lama dalam peradaban manusia. Beberapa pakar ekonomi memperkirakan bahwa riba telah ada sejak manusia mengenal uang (emas dan perak di zaman itu). Riba dikenal pada masa peradaban Farao/Fir’aun di Mesir, peradaban Sumeria, Babilonia, dalam kitab perjanjian lama bahwa diharamkan orang Yahudi mengambil riba dari orang Yahudi, namun dibolehkan orang Yahudi mengambil riba dari orang di luar Yahudi. (Dr. ‘Abdullah Al ‘Umrani, kitab Al Manfa’atu fil Qardh, 86) Tidak dapat dipastikan kebenaran perkiraan di atas kecuali keberadaan riba pada peradaban Yahudi. Karena Al Qur’an menjelaskan bahwa Bani Israil (umat Nabi Musa ‘alaihis salam) melakukan riba dan Allah Subhanahuwata’ala pun telah melarang mereka memakan riba. Allah Subhanahuwata’ala berfirman,
{فَبِظُلْمٍ مِّنَ الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَن سَبِيلِ اللَّهِ كَثِيرًا} [النساء : 160]
  Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah,
{وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ ۚ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا} [النساء : 161]
dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang bathil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.
Kemudian umat Yahudi memperkenalkan riba kepada bangsa Arab di semenanjung Arabia, tepatnya di kota Thaif dan Yastrib (kemudian di kenal dengan Madinah hingga saat ini). Di dua kota ini Yahudi berhasil meraup keuntungan yang tak terhingga, sampai-sampai orang-orang Arab Jahiliyah menggadaikan anak, istri, dan diri mereka sendiri sebagai jaminan hutang riba (ini awal dan permulaan perbudakan yang besar di Arab). Bila mereka tidak mampu melunasi hutang maka Jaminan mereka dijadikan budak Yahudi.
Dari kota Thaif praktik Riba menjalar ke kota Makkah dan dipraktikkan oleh para bangsawan kaum Quraisy Jahiliyah (Dr. Rafiq Al Mishri, Jami’ Ushulurriba, hal 22). Maka riba marak di kota Makkah, sebagaimana yang kita ketahui dalam khutbah Rasulullah Shallallahu’alaihi wassallam di ‘Arafah pada Haji Wada’ beliau bersabda,
وَرِبَا الْجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوْعٌ، وَأَوَّلُ رِبًا أَضَعُ رِبَانَا رِبَانَا عَبَّاسٍ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ، فَإِنَّهُ مَوْ ضُوْ عٌ كُلُّهُ.

“Riba Jahiliyah telah dihapuskan, Riba pertama yang kuhapuskan adalah riba ‘Abbas bin ‘Abdul Muthalib, sesungguhnya riba telah dihapuskan seluruhnya.”(HR. Muslim)
Bentuk-bentuk Riba yang dilakukan orang-orang Jahiliyah
  1.  Seseorang memberikan pinjaman 10 keping uang emas selama waktu yang ditentukan dengan syarat nanti dikembalikan/dibayar sebanyak 11 keping uang emas
  2. Seseorang meminjam 10 keping uang emas, bila jatuh tempo pelunasan dan ia belum mampu membayar, ia mengatakan, “Beri saya masa tangguh, nanti hutang piutang anda saya tambah”.
  3. Seseorang memberikan pinjaman modal usaha 100 keping uang emas. Setiap bulannya mendapat bunga 2 keping emas. Bila telah sampai masa yang ditentukan, si peminjam harus mengembalikan modal utuh sebanyak 100 keping uang emas. Jika ia telat melunasi maka ia harus membayar denda keterlambatan yang terkadang perbandingannya/rationya lebih besar daripada bunga bulanan.
  4. Seseorang membeli barang dengan cara tidak tunai. Bila ia belum melunasi hutang pada saat jatuh tempo maka ia harus membayar denda keterlambatan selain melunasi hutang pokok (inilah praktik hari ini yang terdapat pada lembaga keuangan, perbankan, leasing, koperasi, dsj).
(Dr. Rafiq Al Mishri, Jami’ Ushulurriba, hal 22-25)
Jadi ini sebagai dasar bahwa praktik lembaga keuangan (perbankan, leasing, koperasi, lembaga2 pembiayaan, dsj) pada hari ini bukan hal baru melainkan telah ada di zaman Rasulullah Shallallahu’alaihi wassallam yang beliau hapuskan dengan Syari’at Allah Subhanahuwata’ala.
(Buku Harta Haram Muamalat Kontemporer karya Dr. Erwandi Tarmizi hal 329-331)

No comments:

Post a Comment

ISTRI/WANITA SHOLIHAH

ISTRI/WANITA SHOLIHAH Wanita sholihah merupakan dambaan bagi setiap pria, maka sangatlah penting bagi setiap  pria yang hendak menikah...