Saturday 20 January 2018

Makalah PENDIDIKAN DAN SUMBER DAYA MANUSIA

PENDIDIKAN ISLAM
DALAM PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

A.       Pendahuluan
Manusia adalah makhluk multi dimensi, satu-satunya makhluk yang paling sempurna, mulia dan memiliki keunggulan dibanding makhluk-makhluk lainnya (QS. At-Tin: 4). Kesempurnaan, kemuliaan dan keunggulan manusia terletak pada bentuk dan unsur kejadiannya sejak ia diciptakan Allah yang terdiri dari unsur-unsur jasmani (physic), rohani (spirit) dan jiwa (psyche, mental), yang dari unsur-unsur tersebut kemudian ia diberi sumber daya (potency) dan kemampuan (capacity) untuk menerima bimbingan dan pendidikan (QS. Al-Ala’: 2-3), merespon informasi serta mengaktualisasi diri (QS. Al-An’am: 104). Allah ‘Azza wa jalla menciptakan manusia dengan beberapa kelengkapan dan atribut tersebut bukan sekedar aksesoris, melainkan ada tujuan-tujuan tertentu (QS. Shad: 27) yaitu untuk semata-mata mengabdi kepada-Nya (QS. Adz-Dzariyat: 56) tanpa mempersekutukan-Nya (QS. An-Nur: 55).
Konsep manusia sangat penting artinya di dalam suatu sistem pemikiran dan di dalam kerangka berpikir seorang pemikir.[1] Konsep manusia menjadi penting karena ia termasuk sebagian dari pandangan hidup. Karena itu, meskipun manusia tetap diakui sebagai misteri yang tidak pernah dapat dimengerti secara tuntas, keinginan untuk mengetahui hakikatnya ternyata tidak pernah berhenti.
Oleh karena itu manusia sejak di dalam arwah sudah mengakui bahwa Allah sebagai Tuhannya (QS. Al-A’raf: 172) dan bersedia mengemban amanat Allah berupa tugas-tugas keagamaan (QS. Al-Ahzab: 72) dimana makhluk-makhluk lain tidak sanggup untuk mengembannya, maka dipilihlah manusia sebagai khalifah di muka bumi yang menguasai, mengelola, dan memanfaatkan segala apa yang ada di dalamnya untuk sebesar-besar kesejahteraan hidupnya (QS. Al-Baqarah: 29).
Pandangan tentang manusia berkaitan erat dan bahkan merupakan bagian dari sistem kepercayaan. Sistem kepercayaan adalah landasan moral manusia, yang akhirnya akan memperlihatkan corak peradaban yang dibangun di atasnya. Pentingnya arti konsep manusia di dalam sistem pemikiran dan kerangka berpikir seorang pemikir, terutama sekali adalah karena hakikat manusia adalah subyek yang mengetahui.[2] Oleh karena itu, konsep manusia penting bukan demi pengetahuan akan manusia itu saja, tetapi yang lebih penting adalah karena ia merupakan syarat bagi pembenaran kritis dan landasan yang aman bagi pengetahuan-pengetahuan manusia.[3] Untuk itu, maka semua yang ada di langit, bumi dan lautan dijadikan Allah tunduk kepada manusia (QS. Al-Jatsiyah: 12-13) dan berkenaan mempusakakan bumi ini kepada hamba-hamba-Nya yang shalih (QS. Al-Anbiya’: 105).
Dengan sumber daya dan kemampuan yang telah dikaruniakan Allah, maka sebagian manusia ada yang dapat memahami statusnya sebagai khalifah di muka bumi, sehingga ia dapat mengelola dan memakmurkan bumi sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah, yang didesain semata-mata demi mengabdi (beribadah) kepada-Nya. Dan sebagian manusia juga dapat memanfaatkan sumber daya dan kemampuan yang dimilikinya untuk mengelola bumi dan segala isinya, bukan sebagai karunia dari Allah melainkan semata-mata dari hasil usahanya sendiri. Bahkan sumber daya yang dimiliki dan sumber daya alam (resources) dipergunakan untuk kepentingan umum, untuk kepentingan umat, padahal justru menyengsarakan dan dengan dalih perdamaian, padahal hakekatnya merusak dan menjadikannya semakin lama semakin jauh menyimpang dari ketentuan Allah Khaliq Al-‘Alam. Fakta membuktikan bahwa yang berhasil mengelola dan mewarisi bumi ini bukanlah umat Islam, melainkan orang-orang non-Muslim karena mereka memiliki sumber daya teknologi.
Di sisi lain, manusia dalam merealisasikan perannya sebagai khalifah di bumi tak selamanya berjalan lancar, banyak kendala yang harus diatasi. Manusia dihadirkan Allah di muka bumi ini adalah untuk memecahkan dan menyelesaikan masalah-masalah kehidupan (QS. Al-Balad: 4) dari kecil sampai besar, dari masalah yang sederhana sampai yang rumit. Tidak semua diinginkan manusia berhasil dengan usahanya. Bila Allah tidak menginginkannya ada sebagian dari mereka yang gagal.[4] Dalam hal ini, penajaman daya berpikir diperlukan supaya manusia, pada tingkat tertinggi kemampuannya dapat berhubungan langsung dengan al-‘aql al-fa’al (akal aktif) yang merupakan sumber pengetahuan. Penajaman daya berpikir ini ditemukan dalam setiap epistemologi para filosof Islam seperti al-Kindi (w. 875 M), al-Farabi (w. 950 M) dan Ibn Sina (w. 1087 M) (Boer, t.t. 102, 120, 137, Thawil, 1958: 106).
Dalam al-Qur’an banyak ditemukan gambaran yang membicarakan tentang manusia dan makna filosofis dari penciptaannya.[5] Dalam hal ini Ibn ‘Arabi mengatakan bahwa “tak ada makhluk Allah yang lebih bagus daripada manusia, yang memiliki daya hidup, mengetahui, berkehandak, berbicara, melihat, mendengar, berpikir, dan memutuskan. Manusia adalah makhluk kosmis yang sangat penting, karena dilengkapi dengan semua pembawa dan syarat-syarat yang diperlukan bagi pengembangan tugas dan fungsinya sebagai makhluk Allah di muka bumi.[6]
Para ahli pendidikan Muslim umumnya sependapat bahwa teori dan praktek kependidikan Islam harus didasarkan pada konsepsi dasar tentang manusi.[7] Pembicaraan diseputar ini adalah merupakan sesuatu yang sangat vital dalam pendidikan. Tanpa kejelasan tentang konsep ini, pendidikan akan meraba-raba. Bahkan menurut Ali Ashraf, pendidikan Islam tidak akan dapat dipahami secara jelas tanpa terlebih dahulu memahami penafsiran Islam tentang pengembangan individu seutuhnya.[8]

B.       Pendidikan Islam Dan Pengembangan Kualitas SDM
1.         Pendidikan Islam
Keberadaan pendidikan sama tuanya dengan keberadaan manusia itu sendiri. Pendidikan yang diterima manusia mengalami perkembangan dari waktu ke waktu mulai dari bentuknya yang sederhana sampai yang modern, sesuai juga dengan perkembangan dari sosial budaya.[9] Pendidikan juga melibatkan sosok manusia yang senantiasa dinamis, baik sebagai peserta didik, pendidik maupun penanggung jawab pendidikan.[10]
Pendidikan juga merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keteranpilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[11]
Pendidikan Islam lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain. Dari segi lainnya, pendidikan Islam tidak memisahkan antara iman dan amal shaleh.[12] Pendidikan adalah proses pengalaman yang menghasilkan pengalaman yang memberikan kesejahteraan pribadi, baik lahiriyah maupu badaniyah.[13]
Pemahaman tentang pendidikan Islam dapat diawali dari penelusuran pengertian pendidikan Islam, sebab dalam pengertian itu terkandung indikator-indikator esensial dalam pendidikan. Upaya penelusuran pengertian pendidikan Islam kiranya tepat apabila kita menggunakan metodologi semaptik yang ditawarkan oleh Izutsu. Menurut Izutsu, terdapat tiga prosedur untuk menggali hakikat sesuatu dari Al-Qur’an: (a) memilih istilah-istilah kunci (key terms) dari vocabulary Al-Qur’an yang dianggap sebagai unsur konseptual dari weltanscauung dari Al-Qur’an. Istilah kunci yang dimaksud seperti tarbiyah, ta’lim, riyadhah, irsyad, dan tadris. (b) menentukan makna pokok (basic meaning) dan makna nasabi (relation meaning). Makna pokok berkaitan dengan makna semantik atau makna etimologi (lughawi), seperti kata tarbiyah (pendidikan) seakar dengan dengan kata rabb (Tuhan) yang berarti memelihara. Sedang makna nasabi berkaitan dengan makna tambahan yang terjadi karena istilah itu dihubungkan dengan konteks di mana istilah itu berada, seperti perbedaan makna tarbiyah dalam konteks tertentu pada surat al-Isra’ ayat 24 dan Asy-Syuara’ ayat 18. (c) menyimpulkan weltanshauung dengan menyajikan konsep-konsep itu dalam satu keutuhan. Penyimpulan ini lazimnya melahirkan pengertian terminologi atau istilah dalam pendidikan Islam.[14]
Dalam Islam, term “tarbiyah”, “ta’lim”, “ta’dib” sering diartikan sebagai “pendidikan secara totalitas”. Oleh karena itu ketiga term tersebut harus difahami secara bersama-sama agar tidak menimbulkan suatu pengertian baru atau pengertian yang berada antara satu dengan lainnya.
Agar dalam pelaksanaan pendidikan Islam dapat menghasilkan sesuatu sesuai dengan harapan, maka pendidikan tersebut harus berpijak pada sumber atau landasan yang kuat yaitu Al-Qur’an, Sunnah Nabi Muhammad SAW, Qaul Sahabat, kemaslahatan masyarakat, nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan masyarakt, dan pemikir-pemikir Islam.[15]
Sumber-sumber tersebut dapat dipakai sebagai dasar pijak pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia, terutama umat Islam yang kondisi sumber daya manusianya masih kurang memenuhi harapan.
2.         Pengembangan Kualitas SDM
Manusia adalah makhluk mulia, makhluk unggulan dan serba biasa, keunggulan manusia tersebut karena ia memiliki sumber daya yang tidak dimiliki oleh makhluk lain. Sumber daya manusia (SDM) adalah potensi dasar yang ada pada diri manusia sendiri sejak manusia itu diciptakan Allah, guna dimanfaatkan dan dikembangkan sesuai dengan petunjuk-Nya. Sumber daya manusia siap pakai, melainkan hanya potensi dasar yang perlu dikembangkan sampai potensi atau sumber daya itu optimal dan siap pakai. Sebagaimana firmannya: “(Tuhan) yang menciptakan dan menyempurnakan (penciptaan-Nya) dan menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk” (QS. Al-Alaa’: 2-3). “dan Dia telah menciptakan segala sesuatu dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya (QS. Al-Furqan: 2).
Kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa segala apa yang diciptakan Allah termasuk manusia telah diberi kelengkapan-kelangkapan, kesiapan-kesiapan sesuai dengan naluri, sifat-sifat, potensi dan kapasitasnya serta fungsi masing-masing kelengkapan yang diperlukan dalam kehidupan itulah sumber daya manusia.
Manusia diciptakan Allah dengan struktur dan bentuk tubuh yang hanya dapat tumbuh dan dapat dipertahankan hidupnya dengan bantuan makanan. Allah memberi petunjuk kepada manusia tentang perlunya makanan untuk memberi daya tahan pada tubuh dan memberikan kesanggupan pada manusia untuk mendapatkan makanan itu. Untuk memperoleh makanan tersebut dibutuhkan alat untuk dapat membuat dan memproses makanan itu sesuai dengan keterampilan yang dimilikinya. Untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya yang lebih banyak, maka diperlukan kerjasama dengan yang lain (ta’awun). Dan untuk mempertahankan eksistensinya dari serangan musuh, maka Allah memberikan kepada manusia kesanggupan pada akalnya untuk berfikir dan pada tangannya untuk bekerja sebagai keahlian dan dari keahlian itu menghasilkan peralatan dan persenjataan untuk mempertahankan dirinya. Agar pertahanan diri tersebut lebih efektif, maka dibentuklah kerjasama yang baik dalam bentuk organisasi masyarakat, karena tanpa kerjasama yang terorganisir, maka tujuan yang baik tidak akan bisa dicapai, bahkan tujuan baik tersebut dapat digagalkan oleh tujuan jahat yang terorganisir dengan rapid dan solid menjadikan organisasi itu berwibawa dan kalau sudah berwibawa akan memiliki kedaulatan yang kuat. Itulah sumber daya manusia dan dengan sumber daya itulah kemudian Allah menunjukkan manusia sebagai khalifah yang diharapkan dapat memakmurkan bumi.
Dengan demikian, maka sumber daya manusia menurut Islam adalah segenap daya yang ada dalam diri manusia yaitu jasmani, akal, hati dan nafsu yang kualitasnya dapat diukur dengan kualitas fisik, daya nalar, keteguhan iman, keterampialn dan keshalehan amaliah, nafsu mardhiyah dan keutamaan moral (akhlak karimah), itulah “Ibaad Shaalihuun”.

C.       Peningkatan Kualitas SDM
Kualitas sumber daya manusia merupakan unsur yang penting dalam usaha mencapai harapan “fi al dunya hasanah wa fi al akhirati hasanah”. Dalam pengembangan kualitas SDM tersebut, terasa betapa pentingnya ilmu pengetahuan dan teknologi, keimanan dan ketaqwaan.
Jika peningkatan SDM itu intinya adalah peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka dalam hal ini yang ditingkatkan adalah akal kreatif, daya nalar atau intelektualitasnya. Dan agar supaya ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut lebih bermakna, baik dalam konteks kepentingan duniawi maupun dalam konteks pengabdian kepada Allah, dan agar ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut tidak menjadi liar dan tak terkendali, maka harus dibingkai dengan iman dan takwa.
Dalam peningkatan kualitas iman dan takwa, maka yang ditingkatkan adalah pembinaan hati dan anggota badan lainnya, karena takwa membutuhkan pelaksanaan yang bersifat fisik. Kualitas ilmu pengetahuan dan teknologi, dan kualitas iman dan takwa harus seimbang dan peningkatan kualitas keduanya harus berjalan seiring.
Kelemahan umat Islam dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan ketertinggalan dalam segala bidang, tertinggal dari percepatan laju ekonomi dan peradaban dunia serta terpuruk di tengah-tengah pusaran globalisasi dunia, bahkan bisa menjadi bola permainan dunia. Sebaliknya jika kualitas sumber daya umat Islam baik dan potensial, memiliki kerjasama yang solid dan kuat, memilki keunggulan duniawiyah, ikhlas dalam segala tindakan dan teguh memegang peraturan Allah, maka umat Islam akan menjadi umat yang berwibawa dan menjadi ikutan bagi masyarakat dunia.
Daya nalar manusia perlu dilatih sedikit demi sedikit samapai mencapai kualitas yang diharapkan. Tahap pertama nalar manusia dilatih untuk dapat membedakan antara yang baik dengan yang buruk, antara yang haq dengan yang batil, antara yang mashlahah dengan yang mafsadah dan sebagainya. Tahap ini disebut dengan “al ‘aql al tamyiz” (akal pembeda).
Selanjutnya sumber daya yang ada dalam diri manusia sendiri berupa jasmani, akal hati dan jiwa kualitasnya dapat meningkat terus-menerus kearah yang lebih optimal apa bila ada pengaruh dari luar dirinya, yaitu hidayah dan pendidikan. Dengan hidayah dari Allah, yang bersifat sirriyah dapat menjadikan akal seseorang memperoleh ilham atau inspirasi yang baik, hati seseorang semakin teguh, keimanan semakin mantap, jiwa semakin tenang dan amaliah semakin baik, gagasan semakin banyak, keterampilan semakin professional dan kemampuan fisik semakin baik.
Pendidikan yang dapat meningkatkan sumber daya yang ada pada diri manusia harus ditunjang oleh beberapa faktor, antara lain:
1.         Mengoptimalkan fungsi pendidikan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, dalam menyiapkan tenaga kerja terdidik, terampil, terlatih, dalam menyiapkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dan dalam meningkatkan iman dan takwa.
2.         Menyusun kurikulum dengan muatan pelajaran yang dapat meningkatkan kualitas ilmu pengetahuan dan teknologi iman dan takwa
3.         Menyediakan waktu yang cukup untuk pelatihan, pemecahan masalah, eksperimen, eksplorasi dan observasi (QS. Al-A’raf: 86; Ali Imran: 137)
4.         Mendorong berdirinya sekolah-sekolah non formal yang mengarah kepada penguasaan ketrampilan khusus yang dibutuhkan masyarakat dan industri
5.         Mendirikan balai-balai latihan untuk mereka yang memerlukan magang
6.         Mendirikan padepokan-padepokan dalam lingkungan komunitas sosial untuk berlatih dan membantu memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat.
7.         Memasukkan pesantren ke dalam sistem pendidikan nasional yang memiliki otonomi penuh.
8.         Mengembangkan standar professional guru dalam rangka peningkatan kualitas SDM.
9.         Mendorong penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan perspektif etis dan panduan moral guna terwujudnya percepatan transformasi masyarakat di berbagai bidang kehidupan. Mengkoordinasi SDM dan mengidentifikasi SDM untuk mencapai tujuan dengan jalan membentuk organisasi.
10.     Peningkatan relevansi pendidikan dengan kebutuhan pembangunan, masyarakat dan industri.
11.     Menciptakan sistem pendidikan yang pro aktif dan lentur sebagai kerangka dasar konsep “Link and Match” keterkaitan dan kesepadanan antara dunia pendidikan dengan dunia industri.
12.     Menyelenggarakan pendidikan sistem ganda dalam rangka mempersiapkan tenaga kerja berkualitas, yaitu bentuk penyelenggaran pendidikan dan pelatihan keahlian kejuruan yang memadukan secara sistematis dan sinkron antara program pendidikan di sekolah dan program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui praktek langsung di dunia kerja sehingga peserta didik akan memiliki tingkat professional yang sambung dengan dunia kerja yang dibutuhkan.[16]
Itulah beberapa konsep yang dikemukan para ahli dalam rangka pengembangan kualitas SDM khususnya di Indonesia. Konsep-konsep tersebut apabila dilaksanakan dengan baik niscaya akan menghasilkan SDM yang berkualitas sesuai yang diharapkan oleh pendidikan Islam.


D.       Hambatan Dan Tantangan
1.         Hambatan dalam peningkatan SDM
Upaya untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas SDM yang berdaya saing tinggi, berwawasan ilmu pengetahuan dan teknologi, bermoral dan berbudaya yang dibingakai iman dan takwa bukanlah suatu pekerjaan yang ringan dan mudah, karena dunia pendidikan nasional khususnya pendidikan Islam masih menghadapi berbagai masalah internal yang cukup mendasar dan sangat kompleks.
Pendidikan di Indonesia masih banyak menghadapi masalah yang berantai mulai dari pendidikan tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Rendahnya kualitas pendidikan dasar jika tidak segera diatasi, akan berpengaruh negatif terhadap jenjang pendidikan diatasnya samapai ke perguruan tinggi, pendidikan dasar adalah tahapan yang kritis terbentuknya watak dan kepribadian peserta didik. Oleh karena itu pada pendidikan dasar merupakan saat yang paling tepat untuk menumbuh kembangkan moral hidayah iman dan takwa sebagai landasan yang kuat bagi perkembangan berikutnya.
Pendidikan internal yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia, khususnya pendidikan Islam antara lainL
a.         Rendahnya penerapan kesempatan belajar yang disertai dengan banyaknya peserta didik yang putus sekolah dan banyaknya lulusan yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, hal ini terkait erat dengan masalah kemiskinan dan kesadaran orang tua terhadap pendidikan anaknya.
b.        Rendahnya mutu akademik terutama penguasaan ilmu pengetahuan alam, matematika, dan bahasa inggris, padahal materi pelajaran tersebut merupakan modal dasar bagi kemampuan dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Demikian juga rendahnya penguasaan bahasa Arab di lingkungan pendidikan agama, padahal bahasa Arab dalam rangka meningkatkan kualitas iman dan takwa.
c.         Rendahnya efisiensi internal pendidikan karena banyak pesera didik yang mengulang kelas, sehingga lama studi melebihi batas waktu yang telah ditentukan. Untuk program sarjana satu rata-rata penyelesaiannya selama 5,5 tahun (11 semester), padahal hal ketentuan yang berlaku 4 tahun atau 8 semester.
d.        Rendahnya efisiensi eksternal sistem pendidiken atau relevansi pendidikan. Hal itulah yang seringkali dipermasalahkan sebagai penyebab terjadinya pengangguran tenaga terdidik sebenarnya bukan semata-mata karena rendahnya relevansi pendidikan, akan tetapi juga karena perkembangan dunia usaha didominasi oleh pengusaha-pengusaha besar yang mempunyai kecenderungan mengutamakan padat modal dan teknologi yang tidak banyak membutuhkan tenaga kerja. Yang demikian ini menyebabkan banyak tenaga kerja yang tidak terserap, ditambah lulusan setiap tahun semakin meningkat.
e.         Dilibatkan dari segi konsep pendidikan kejuruan modal konvensional terdapat kelemahan-kelemahan, yaitu; penerapan pendekatan “supply driven” dinamika totalitas penyelenggaraan pendidikan kejuruan dilakukan secara sepihak oleh pemerintah, dalam hal ini Depdiknas dan pengelolaannya terlalu sentralisti; penerapan pendekatan “supply driven” dimana totalitas penyelenggaraan pendidikan kejuruan dilakukan secara sepihak oleh pemerintah, dalam hal ini Depdiknas dan pengelolaannya terlalu sentralistik; penerapan “school based model” telah membuat peserta didik tertinggal oleh kemajuan dunia usaha atau industri; pengajaran berbasis mata pelajaran telah membuat peserta didik tidak jelas kompetensi yang dicapainya; pendidikan kejuruan model berbasis sekolah fleksibel, namun tidak mengakui keahlian yang diperoleh di luar sekolah; pendidikan kejuruan hanya menyiapkan tamatannya untuk bekerja di sektor formal dan kurang adanya integrasi antara pendidikan dengan pelatihan kejuruan; guru kejuruan kurang adanya integrasi antara pendidikan dengan pelatihan kejuruan ; guru kejuruan kurang memiliki pengalaman kerja industri; dan adanya kesenjangan pembiayaan, sekolah kejuruan negeri pembiayaan sepenuhnya ditanggung pemerintah, sedang sekolah kejuruan swasta biayanya sepenuhnya ditanggung peserta didik.
f.         Adanya kebiasaan salah, namun dilakukan terus menerus oleh guru tanpa ada kesadaran bahwa apa yang dilakukan sebenarnya salah antara lain; membiarkan peserta didik menghasilkan pekerjaan asal jadi tanpa ada pengawasan dan bimbingan; membiarkan peserta didik bekerja sama tanpa memperhatikan keselamatan kerja.[17]
2.         Tantangan SDM
Arus globalisasi yang sedang melanda dunia termasuk Indonesia merupakan tantangan bagi SDM. Globalisasi adalah suatu proses pengintegrasian ekonomi nasional bangsa-bangsa ke dalam suatu sistem ekonomi global yang diyakini sebagai era masa depan yang menjanjikan, yaitu pertumbuhan ekonomi global yang dapat mendatangkan kemakmuran global bagi semua. Proses globalisasi ditandai dengan pesatnya perkembangan faham kapitalisme, yakni kian terbuka dan mengglobalkanya peran pesat. Investasi dan proses produksi dari perusahaan-perusahaan transnasional yang dikuatkan oleh ideology dan tata dunia perdagangan baru di bawah aturan yang ditetapkan oleh organisasi perdagangan bebas secara global.[18]
Kebanyakan masyarakt beranggapan bahwa keunggulan seseorang terletak pada kemampuan ekonominya, sedang untuk dapat memiliki ekonomi yang mapan diperlukan SDM yangb berkualitas, dan ini bisa diperoleh hanya dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan dunia usaha dan industri erat sekali hubungannya dengan kualitas SDM yang menanganinya. Suatu usaha dilakukan dan industri didirikan mempunyai satu tujuan, yaitu membangun ekonomi yang mapan, yang berarti kemapaman ekonomi itulah yang menjadi tujuan utama segala aktifitas kerja orang-orang di seluh dunia. Dengan demikian maka “keunggulan manusia terletak pada kualiatas sumber daya yang dimilikinya”.
Di sisi lain, globalisasi ditandai dengan mudahnya seseorang memperoleh informasi dan sentuhan budaya dari berbagai penjuru dunia. Kecepatan dan kemudahan memperoleh informasi tersebut karena adanya penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi.
Siapa yang memilki teknologi informasi yang tinggi, maka dialah yang paling cepat mengirim atau menerima informasi tentang aktifitas ekonomi, budaya maupun lainnya. Oleh karena itu arus globalisasi datangnya dari Barat, maka bentuk ekonomi, informasi dan budaya yang mengglobal adalah produk Barat yang notabenya banyak yang tidak sesuai dengan ajaran dan budaya Islam. Yang demikian itu merupakan tantangan yang harus dihadapi umat Islam.
Arus globalisasi dengan dua indikator tersebut sudah di depan umat Islam. Jika umat Islam bertahan seperti keadaannya yang sekarang ini, niscaya akan tersapu dan tenggelam dalam arus globalisasi secara totalitas, berarti sengaja menghanyutkan nilai-nilai keIslaman sendiri. Yang menjadi tantangan khususnya bagi dunia pendidikan Islam adalah merumuskan dan menentukan langkah-langkah bagaimana agar umat Islam dapat tetap eksis dalam arus globalisasi tanpa kehilangan nilai-nilai keIslamannya.

E.       Penutup
Dari pemaparan di atas, maka dapat disederhanakan dalam uraian kesimpulan di bawah pendidikan Islam mempunyai peranan yang sangat strategis dalam mengembangkan kualitas SDM yang Islami yang ditandai dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, iman dan takwa agar umat Islam tidak tenggelam dalam arus globalisasi atu terseret hanyut sehingga menyebabkan nilai-nilai keIslamannya hilang. Walaupun dalam kenyataannya selalu dihadapkan dengan berbagai hambatan dan tantangan.



 DAFTAR PUSTAKA

Darajat, Zakiyah. 1996. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Direktorat Jendral Pendidikan agama Islam Departemen Agama RI. 2006. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI Tentang Pendidikan. Jakarta: Depag RI.

Fakih, Mansour. 2001. Sesat Pikir Teori Pembangunan dan Globalisasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Al-Isfahaniy, Al-Raghib t.t. 2000. al-Mafradat Fi Gharb al-Qur’an. Bairut: Dar al-Ma’arif.

Langgulung, Hasan. 1989. Manusia dan Pendidikan. Jakarta: Pustaka al-Husna.

Maunah, Binti. 2007. Ilmu Pendidikan. Jember: Center For Society Studies.

Mujib, Abdul dan Mudzakir, Yusuf. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media.

K. Munitz, K. 1979. The Way Of Philosophy. New York: Macmillan Publising Co.Inc.

Nasution, Muhammad Yasir. 2002. Manusia Menurut al-Ghazali. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Nizar, Samsul. 2002. Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis. Jakarta: Ciputat Pres.

Sidi, Indra Djati. 2001. Menuju Masyarakat Belajar. Jakarta: Paramadina Logos Wacana Ilmu.

Soemanto, Wasty. 1992. Pendidikan Wiraswasta. Jakarta: Bumi Aksara.

Syalabi, Ahmad. 1954. Tarikh al-Tarbiyah al-Islamiyah. Kairo: al-Kasyaf.

Wood, Colling R.G. 1976. The Ideal Of History. New York: Oxford University Press.






[1] Muhammad Nasir Nasution, Manusia Menurut al-Ghazali, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 1.
[2] Colling Wood R.G., The Ideal Of History, (New York: Oxford University Press, 1976), hal. 205.
[3] K. Munitz, The Way Of Philosophy, (New York: Macmillan Publising Co.Inc, 1979), hal. 7.
[4] Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, (Jakarta: Ciputat Pres, 2002), hal. 7.
[5] Samsul Nizar, Op.Cit, hal. 1.
[6] Ahmad Syalabi, Tarikh al-Tarbiyah al-Islamiyah, (Kairo: al-Kasyaf, 1954), 21-23.
[7] Samsul Nizar, Op.Cit, hal. 21.
[8] Al-Raghib al-Isfahaniy t.t., al-Mafradat Fi Gharb al-Qur’an. (Bairut: Dar al-Ma’arif,  2000), hal. 46-49.
[9] Binti Maunah, Ilmu Pendidikan, (Jember: Center For Society Studies, 2007), hal. 6.
[10] Abdul Mujib dan Yusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006), hal. Xi.
[11] Direktorat Jendral Pendidikan agama Islam Departemen Agama RI, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI Tentang Pendidikan, (Jakarta: Depag RI, 2006), hal. 5.
[12] Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hal. 28.
[13] Wasty Soemanto, Pendidikan Wiraswasta, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hal. 21.
[14] Abdul Mujib dan Yusuf Mudzakir, Op.Cit, hal. 9-10.
[15] Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1989), hal. 35.
[16] Indra Djati Sidi, Menuju Masyarakat Belajar, (Jakarta: Paramadina Logos Wacana Ilmu, 2001), hal. 125-127.
[17] Indra Djati Sidi, Op.Cit, hal. 112.
[18] Mansour Fakih, Sesat Pikir Teori Pembangunan dan Globalisasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hal. 196.

No comments:

Post a Comment

ISTRI/WANITA SHOLIHAH

ISTRI/WANITA SHOLIHAH Wanita sholihah merupakan dambaan bagi setiap pria, maka sangatlah penting bagi setiap  pria yang hendak menikah...