Saturday 19 May 2018

Khutbah Jumat Puasa


Puasa
الْحَمْدُ للهِ الَّذِي فَرَضَ صِيَامَ رَمَضَانَ عَلَى أُمَّةِ خَيْرِ الْبَرِيَّةِ . كَمَا فَرَضَ الصِّيَامَ عَلَى جَمِيْعِ الأَمَمِ الْمَاضِيَّةِ فِي الشَّرَائِعِ السَّمَاوِيَّةِ , وَأَنْزَلَ فِيْهِ الْقُرْآنَ هُدًى لِلنَّاسِ وَرَحْمَةً لأُمَّةِ الإِسْلاَمِيَّةِ  , أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ الْكَبِيْرُ الْمُتَعَالْ  وَ أَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ الْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ  , اللهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ هَدَاهُمُ اللهُ فَكَانُوْا قَادَةً مُتَوَاضِعِيْنَ , وَ أَئِمَّةً هُدَاةً مُرْشِدِيْنَ , أَمَّا بَعْدُ فَيَاعِبَادَ اللهِ ! أُوْصِيْكُمْ وَ نَفْسِى أَوَّلاً بِتَقْوَى اللهِ تَعَالَى وَ طَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Saudara- saudara kaum Muslimin yang budiman !
Tidak terasa kita saat ini telah hampir meninggalkan bulan Sya’ban atau dalam bahasa jawa bulan ruwah yang berarti sebentar lagi kita akan memasuki bulan Ramadlan. Yang mana pada bulan Ramadlan tersebut kita akan melaksanakan salah satu ibadah pokok dalam agama Islam  yaitu melaksanakan puasa Ramadhan, seperti yang disebutkan oleh  Allah dalam Al Qur’an

يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُووْنَ ( البقرة 183)
"Hai orang-orang yang beriman ! Diwajibkan kepada kamu mengerjakan puasa, sebagaimana telah diwajibkan kepada orang orang yang terdahulu dari kamu, supaya kamu menyadi orang yang takwa." (Al-Baqarah l83),

Para hadirin jama’ah jum’at yang dimuliakan Allah

Sebelum kita memasuki bulan Ramadlan yang penuh barakah tersebut marilah terlebih dahulu kita pelajari lagi arti dari puasa itu sendiri, sehingga dengan mengetahui arti puasa tersebut kita bisa melaksanakannya dengan penuh kekhusyuan,  ketawadluan dan kehikmatan sehingga kita dapat kenikmatan dalam melaksanakannya dan yang terpenting mendapat ridla dari Allah Subhanahu Wata’ala

Pengertian puasa.

Puasa menurut ilmu bahasa artinya ialah menahan. Yaitu, menahan diri dari sesuatu perbuatan. Umpamanya, menahan diri dari berbicara, berjalan dan lain-lain sebagainya.

Adapun pengertiannya menurut Syar'iyah ialah menahan diri dari makan, minum dan bersetubuh dengan (isteri), semenjak waktu terbit fajar sampai waktu terbenam matahari, karena mengharapkan ridha ilahi dan menyiapkan diri untuk bertaqwa kepadaNya dengan jalan mentaati Allah dan melatih kemauan dari godaan hawa nafsu.

Jelaslah bahwa yang dimaksud dengan puasa itu, pada pokoknya ialah menahan diri dari tiga hal, yaitu : (1) makan, (2) minum dan (3) melakukan kehidupan seksuil, dalam jangka waktu yang terbatas. Dilakukan satu bulan lamanya berturut-turut, yaitu dalam bulan Ramadhan.

Puasa ibadah pokok.
Sebagaimana  diketahui, puasa itu adalah ibadah pokok, salah satu rukun dari rukun Islam yang lima. Puasa Ramadhan itu diwajibkan mengerjakan terhadap orang2 yang beriman, seperti ternyata dalam seruan (nida') ayat yang diuacapkan tadi. Jadi., tidak diwajibkan kepada orang2 yang ingkar (kufur), orang2 yang tidak mempercayai Tuhan (atheis) dan lain-lain.

Uraian2 mengenai soal puasa (shaum) itu dijumpai dalam Al-Qur’an pada 14 tempat (ayat), yaitu 7x dalam surat A1-Baqarah, 2 x dalam surat Al-Maidah, 2 x dalam surat AlAhzab dan 1x masing2 dalam surat An-Nisa', dan Al-Mujadalah.

Selain dalam Al-Qur’an, maka perintah mengerjakan puasa Ramadhan itu ditemui dalam berbagai-bagai Hadist Nabi.

Puasa bersifat universil.

Pada ayat yang disebutkan tadi ditegaskan bahwa puasa itu telah diwajibkann juga kepada ummat yang terdahulu. Dengan demikian sifatnya adalah universil, meliputi seluruh ummat manusia diseluruh jagat.

Bangsa2 Mesir kuno, bangsa Yunani, Romawi dan lain-lain sudah menjalankan puasa itu. Juga puasa itu merupakan tata cara ibadah bagi berbagai-bagai Agama didunia. Perbedaannya hanyalah terletak pada motif dan sebab-sebabnya puasa itu dilakukan, juga tentang cara-caranya.

Pada umumnya, bangsa2 dizaman purbakala melakukan puasa itu pada saat2 mereka mengalami kesempitan, waktu berduka cita, ketika mengalami kesusahan dan lain-lain sebagainya. Dikalangan kaum Bani Israel dahulu kala umpamanya, berpuasa itu adalah sebagai tanda berkabung atau berdukacita. Dalam riwayat diceriterakan, bahwa Nabi Daud berpuasa selama tujuh hari ketika puteranya jatuh sakit. Ada pula motif puasa itu sebagai hari kenang-kenangan yang pahit, mengingat sesuatu kejatuhan atau kekalahan. dalam sejarah perjuangan sesuatu kaum atau bangsa. Dikalangan orang2 penyembah berhala, berpuasa itu adalah untuk menghilangkan kemarahan Tuhan mereka apabila mereka melakukan sesuatu pelanggaran, atau karena untuk mengharapkan keridhaan Tuhannya supaja diberikan pertolongan.

Puasa menurut Islam,

Wahyu Ilahi yang memerintahkan Puasa itu turun di Madinah pada tahun kedua Hijrah.

Adapun tujuan terakhir yang merupakan buah dari ibadah puasa itu ialah untuk meningkatkan orang2 yang beriman menjadi orang yang taqwa (Muttaqin ). Ciri orang yang Muttaqien itu mengandung tiga unsur, yaitu :

1) Menjauhkan diri dari perbuatan2 yang dimurkai Tuhan
2) menghindarkan perbuatan2 yang merugikan ( merusak ) kepada diri sendiri
3) menjauhkan perbuatan2 yang merugikan / merusak orang lain.

Dari Muslim  ke Muttaqin

Tingkat orang yang Muttaqin adalah tingkat yang kelima dan terakhir dalam kehidupan seorang Muslim. Proses untuk mencapai tingkat itu harus menempuh lima tahap.

1. Muslim

Seorang manusia yang telah menerima dan mengikrarkan Islam sebagai agamanya dengan mengucapkan kalimah Syahadah, baru menjadi seorang Mus1im. Artinya, orang yang jiwanya sudah menerima segala kewajiban2 dan hak2 yang telah digariskan. Islam.

2. Mukmin

Seorang Muslim tidaklah cukup dengan pengakuan itu saja. tapi barus diringinya dengan amal, perbuatan2, tindakan2, dan lain-lain yang diperintahkan oleh agama yang dianutnya itu. Yaitu, mengerjakan yang disuruh, menghentikan yang dilarang. Dengan rnelakukan itu, dia meningkat menjadi seorang Mukmin.

3. Muhsin

Seorang Mukmin haruslah mengerjakan perbuatan2 kebajikan yang dinamakan ihsan. Ihsan itu meliputi segala perbuatan2 yang baik, baik mengenai diri sendiri maupun terhadap orang yang lain. Dari seorang Mukmin meningkat lagi menjadi seorang Muhsin.

4. Mukhlis.

Seorang Muhsin mengerjakan ihsan (kebaikan2) ini adalah semata-mata karena berbakti kepada Tuhan. Bukan karena mengharapkan pujian, sanjungan, pangkat dan lain-lain. Tidak karena "berudang dibalik batu"; tidak lantaran ria' , tapi, sungguh2 tulus ikhlas. Pada saat itu, manusia meningkat lagi menjadi seorang Mukhlis.

5. Muttaqin

Pada tingkatan terakhir, barulah manusia Muslim itu sampai ketingkat yang kelima, yaitu menjadi orang yang Muttaqin, orang yang taqwa.

Taqwa dan kenikmatan.

Kenikmatan hidup rohaniah dan jasmaniah, hanyalah dapat dicapai dengan taqwa itu. Bimbingan, kecintaan, kemenangan, tempat yang aman-tenteram dan lain-lain sebagaimana, dijamin oleh Tuhan akan diberikan kepada orang2 yang taqwa itu, seperti yang dilukiskan pada berbagai-bagai ayat dalam Al-Qur’an diantaranya :
وَاللهُ وَلِيُّ الْمُتَّقِيْنَ الجاشية 19
  1. “Allah menjadi  Pemimpin orang yang taqwa”. (Al-Jasyiyah : 19).
اِِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِيْنَ (ال عمران 76)
  1. “Sesungguhnya Tuhan cinta kepada orang yang taqwa.” .. (Ali Imran : 76).
اِنَّ اللهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ (البقرة 194)
c.  Sesungguhnya.Tuhan bersama-sama orang yang taqwa.”(Al-Baqarah : 194).
وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ (الأضعْرَاف 128)
d.  Kesudahan yang baik (kemenangan) untuk orang-orang yang taqwa” (Al-A’raf : 128).
اِنَّ لِلْمُتَّقِيْنَ لَحُسْنَ مَآبٍ (ص 49)
e.  "Orang2 yang taqwa mendapat tempat kembali yang baik." (Shad : 49).

Kenikmatan hidup rohaniah dan jasmaniah yang demikianlah yang menjadi tujuan (effek, buah) dari puasa itu.

Keistimewaan bulan Ramadhan.
Dalam suatu hadist shahih yang diriwayatkan oleb Ibnu Khuzaimah diterangkan oleh Rasulullah, bahwa bulan Ramadlan mempunyai tiga  keistimewaan yaitu :

(1)  Pangkalnya diliputi oleh rahmat
(2)  Tengah-tengahnya  maghfirah ( ampunan).
(3)  Ujungnya , membebaskan manusia dari siksaan (neraka).

Dianjurkan lebih jauh pada Hadist tersebut supaya ummat Muhammad melakukan empat amal perbuatan, dua diantaranya untuk memperoleh ridla Ilahi, dan dua lagi untuk kepentingan manusia (ummat Islam) sendiri. Dua hal yang diridhai oleh Tuhan itu ialah
(a) mengucapkan Syahadah La Ilaaha illallah dan
(b) memohonkan ampunan kepada Tuhan.

Adapun yang dua untuk kepentingan manusia sendiri ialah permintaan

(a) supaya kelak dimasukkan kedalam sorga dan
(b) berlindung kepada Tuhan dari api neraka.

Pada akhirnya marilah kita berdoa semoga kita pada bulan Ramadlan nanti dapat melaksanakan Ibadah puasa dengan sebaik- baiknya sehingga kita mendapatkan barakah dan maghfirah dari Allah SWT

بَارَكَ اللهُ لِي وَ لَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ , وَ نَفَعَنِي وَ إِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَ الذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَ تَقَبَّلَ مِنِّي وَ مِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ , وَ اسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَ لَكُمْ وَ لِوَالِدَيَّ وَ لِوَالِدِيْكُمْ وَ لِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ فَيَافَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَ يَانَجَاةَ التَّائِبِيْنَ


الْخُطْبَةُ الثَّانِيَةُ

الْحَمْدُ للهِ الْمَنْعُوْتِ بِصِفَاتِ التَّنْزِيْهِ وَ الْكَمَالِ . وَ أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ , وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ سَنِيُّ الْخِصَالِ . اللهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ آلِهِ وَ صَحْبِهِ وَ التَّابِعِيْنَ ,
عِبَادَ اللهْ , إِتَّقُوْا اللهَ فَإِنَّكُمْ عَلَيْهِ تُعْرَضُوْنَ , وَ اعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ صَلَّى عَلَى نَبِيِّهِ فِي كِتَابِهِ الْمَكْنُوْنِ , وَ أَمَرَكُمْ بِذَالِكَ فَأَكْثِرُوْا مِنَ الصَّلاَةِ عَلَيْهِ تَكُوْنُوْا مِنَ الْفَائِزِِيْنَ . اللهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَيْهِ وَارْضَ عَنِ الأَرْبَعَةِ الْخُلَفَاء, وَ بَقِيَّةِ الْعَشْرَةِ الْكِرَامِ , وَ آلِ بَيْتِ نَبِيِّكَ الْمُصْطَفَى , وَ عَنْ الأَنْصَارِ وَ الْمُهَاجِرِيْنَ وَ التَّابِعِيْنَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْن
اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ وَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَ الْمُؤْمِنَاتِ , إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ رَبَّ الْعَالَمِيْنَ , وَ اجْعَلْ بِفَضْلِكَ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا مُطْمَئِنَّا , وَ ارْفَعِ اللهُمَّ مَقْتَكَ وَ غَضَبَكَ عَنَّا , وَ لاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا بِذُنُوْبِنَا مَنْ لاَ يَخَافُكَ وَ لاَ يَرْحَمْنَا يَآ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ , اللهُمَّ إِيَّاكَ نَسْأَلُ فَلاَ تُخَيِّبْنَا وَ إِلَيْكَ نَلْجَأُ فَلاَ تَطْرُدْنَا , وَ عَلَيْكَ نَتَوَكَّلُ فَاجْعَلْنَا لَدَيْكَ مِنَ الْمُقَرَّبِيْنَ , إِلَهِي هَذَا حَالُنَا لاَ يَخْفَى عَلَيْكَ فَعَامِلْنَا بِالْإِحْسَانِ إِذِ الْفَضْلُ مِنْكَ وَ إِلَيْكَ , وَ اخْتِمْ لَنَا بِخَاتِمَةِ السَّعَادَةِ أَجْمَعِيْنَ .
عِبَادَ اللهِ , إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَ الإِحْسَانِ وَ إِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَ يَنْهَى عَنِ الْفَخْشَاءِ وَ الْمُنْكَرِ وَ الْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ


khutbah Jumat Keutamaan Bulan Ramadhan 2018


                                     KEUTAMAAN BULAN RAMADHAN

الْحَمْدُ للهِ الَّذِي فَرَضَ صِيَامَ رَمَضَانَ عَلَى أُمَّةِ خَيْرِ الْبَرِيَّةِ . كَمَا فَرَضَ الصِّيَامَ عَلَى جَمِيْعِ الأَمَمِ الْمَاضِيَّةِ فِي الشَّرَائِعِ السَّمَاوِيَّةِ , وَأَنْزَلَ فِيْهِ الْقُرْآنَ هُدًى لِلنَّاسِ وَرَحْمَةً لأُمَّةِ الإِسْلاَمِيَّةِ  , أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ الْكَبِيْرُ الْمُتَعَالْ  وَ أَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ الْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ  , اللهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ هَدَاهُمُ اللهُ فَكَانُوْا قَادَةً مُتَوَاضِعِيْنَ , وَ أَئِمَّةً هُدَاةً مُرْشِدِيْنَ , أَمَّا بَعْدُ فَيَاعِبَادَ اللهِ ! أُوْصِيْكُمْ وَ نَفْسِى أَوَّلاً بِتَقْوَى اللهِ تَعَالَى وَ طَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Keistimewaan bulan ramadlan

Para jama'ah Jam’at yang dimuliakan Allah.

Diriwayatkan pernah suatau ketika seorang Shahabat bernama Abu Amamah sowan matur kepada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam:

مُرْنِى بِعَمَلٍ يُدْخِلْنِى جَنَّةً
Suruhlah saya mengerjakan sesuatu amal yang akan memasukkan saya ke dalam sorga. "

            Nabi menjawab :

عَلَيْكَ بِالصَّوْمِ فَاِنَّهُ لاَ عَدْلَ لَهُ
"Lakukanlah puasa, karena (pahala) puasa itu tidak ada bandingannya. " (Riwayat Ahmad, Nasai dan Hakim).

Selanjutnya Abu Amamah menceritakan, bahwa ia sowan kepada Rasulullah untuk kedua kalinya dan memajukan pertanyaan yang serupa seperti pertanyaan yang pertama.
Rasulullah tetap menjawab:

عَلَيْكَ بِالصَّوْمِ
"Lakukanlah puasa. "

Yang dimaksudkan dengan "tidak ada bandingannya" ialah keutamaan puasa itu dilihat dari berbagai-bagai sudut, baik dari sudut jasmaniah maupun rohaniah, demikian juga keistimewaan pahalanya pada sisi Allah.
Mengenai keistimewaan pahala puasa itu pada sisi Allah diterangkan dalam satu Hadis :

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ لَهُ الْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ , قَالَ اللهُ : إِلاَّ الصَّوْمَ فَهُوَ لِى وَاَنَا أَجْزِى بِهِ  (رواه مسلم عن ابى هريرة )
“Semua amal kebajikan anak Adam dilipatgandakan kebaikan (pahalanya) dari 10 sampai 700 kali ganda. Allah berfirman: kecuali ibadah puasa. Adapun ibadah puasa itu adalah untuk-Ku dan Aku (langsung) memberikan pahala kepadanya. "(riwayat Muslim).

Mengingat keistimewaan bulan Ramadlan itu, sampai-sampai Rasulullah menyatakan dalam suatu Hadis :

لَوْ تَعْلَمُ أُمَّتِى مَا فِى رَمَضَانَ لَتَمَنَّوْا أَنْ تَكُوْنَ السَّنَةُ كُلُّهَا رَمَضَانَ  (الحديث)
“Kalau umatku menyadari nilai- nilai yang terkandung dalam bulan Ramadlan., niscaya mereka akan mengharapkan supaya seluruh tahun menjadi bulan Ramadlan. "

Tentang keistimewaan dan fungsi Bulan Ramadlan, antara lain sebagai berikut.

I. Bulan Pengampunan

Jika bulan Ramadlan muncul, Rasulullah kerapkali menyambutnya dengan ucapan :

مَرْحَبًا بِالْمُطَهِّرِ
"Selamat datang, hai orang yang mensucikan. "

Para Sahabat bertanya :

وَمَا الْمُطَهِّرُ يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟
"Siapakah orang yang mensucikan itu, ya Rasukullah?"

Nabi menegaskan :

الْمُطَهِّرُ شَهْرُ رَمَضَانَ يُطَهِّرُنَا مِنَ الذُّنُوْبِ وَ الْمَعَاصِى
"Orang yang mensucikan itu ialah bulan Ramadlan. Dia mensucikan kita dari dosa dan maksiat. "

Bulan Ramadlan itu diibaratkan oleh Rasulullah seperti bahan pelumas, yang dapat membersihkan kotoran-kotoran, karat- karat, debu-debu dan lain-lain yang terdapat pada sesuatu mesin, sehingga mesin itu bisa berputar dan berfungsi lagi laksana mesin baru dan dengan sendirinya kwalitas dan produktivitasnya bertambah.

Bulan Ramadlan dipilih Allah SWT menjadi bulan yang tertentu untuk melaksanakan ibadah khusus yang menjadi salah satu di antara rukun Islam yang lima, yaitu ibadah puasa.

Pada bulan Ramadlan itu disediakan pula sarana-sarana ibadah yang lain, seperti shalat tarawih, iktikaf di masjid, membaca/menderas (tilawatul) Qur’an, kesempatan bersedekah dengan pahalanya yang berlipat ganda. Semua itu tidak dijumpai pada bulan-bulan yang lain.
Selain itu tantangan-tantangan dan faktor-faktor yang merangsang dan mendorong manusia untuk melakukan kejahatan, dikurangi dan dikendalikan selama bulan Ramadlan.
Maksudnya, kesempatan untuk melakukan amal kebajikan dibuka seluas-luasnya pada bulan Ramadlan, pintu-pintu kejahatan ditutup rapat-rapat dan disingkirkan

Jelaslah dari uraian di atas bahwa Ramadlan itu berfungsi sebagai Bulan Pengampunan, dimana Allah s.w.t. berkenan menghapuskan dosa-dosa manusia dengan ibadah puasa itu dan amal-amal lainnya yang dilakukan dalam bulan tersebut.

Rasulullah menyatakan dalam satu Hadis :

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ اِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ ( رواه اصحاب السنن)
"Barangsiapa yang berpuasa Ramadlan berdasarkan iman dan kesadaran, maka diampuni dosa-dosanya yang terdahulu. " (riwayat Ashabus Sunan).

II. Bulan turunnya Petunjuk

Pada bulan Ramadlan pula turun Petunjuk Illahi yang bersifat abadi, yaitu Al Qur’an seperti difirmankan Allah

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ

"Pada bulan Ramadlan diturunkan Kitab Suci Al Qur’an , sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan garis pemisah (antara yang hak dengan yang bathil). ", (Al-Baqarah II: 185).


III. Bulan Kemenangan

Saudara-saudara kaum Muslimin yang terhormat.

Peristiwa-peristiwa besar dan kemenangan-kemenangan yang menakjubkan dalam sejarah Islam banyak terjadi dalam bulan Ramadlan.
Seperti diketahui, peperangan Hunain itu terjadi pada bulan Ramadlan, dengan kemenangan gilang-gemilang untuk pasukan Islam.
Sebelum itu, peperangan pertama melawan musuh dalam riwayat Islam, yang terkenal dengan nama perang Badar, juga terjadi pada bulan Ramadlan.
Selain dari itu, peperangan Tabuk, Mu'tah, perdamaian Hudaibiyah, demikian pula kemenangan merebut kota Makkah kembali .(Fatuhatul Makkiyah), semua itu terjadi pada bulan Ramadlan.

Para Hadirin jama’ah Jum’at yang mulia

Tujuan terakhir ibadah Puasa

Selain dari keutamaan bulan Ramadhan seperti diuraikan tadi, maka tujuan terakhir ibadah puasa ialah untuk membekali manusia dengan satu mustika yang diperlukan dalam kehidupan dan perjuangan, yaitu sifat Takwa kepada Allah

Yang dengan sifat takwa itu mendatangkan keuntungan/ kemenangan, seperti ditegaskan dalam Al Qur’an:

إِنَّ لِلْمُتَّقِينَ مَفَازًا(31)

"Sesungguhnya orang-orang yang takwa (Muttaqin) mendapat kemenangan. " (An Naba' LXXVIII: 31).

            Pada akhirnya mari kita songsong bulan Romadlon yang sebentar lagi datang dengan penuh semangat beribadah dengan tujuan semoga kita diberi hidayah oleh Allah sehingga menjadi orang yang bertaqwa dengan tujuan mendapat ridlonya.

بَارَكَ اللهُ لِي وَ لَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ , وَ نَفَعَنِي وَ إِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَ الذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَ تَقَبَّلَ مِنِّي وَ مِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ ,وَاسْتَغْفِرُ اللهَ لِى وَلَكُمْ وَلِوَالِدَيَّ وَلِوَالِدِيْكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ  فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَانَجَاةَ التَّائِبِيْنَ



الْخُطْبَةُ الثَّانِيَةُ لِلْجُمْعَةِ
الْحَمْدُ للهِ الْمَنْعُوْتِ بِصِفَاتِ التَّنْزِيْهِ وَ الْكَمَالِ . وَ أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ , وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ سَنِيُّ الْخِصَالِ . اللهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ آلِهِ وَ صَحْبِهِ وَ التَّابِعِيْنَ , عِبَادَ اللهْ , إِتَّقُوْا اللهَ فَإِنَّكُمْ عَلَيْهِ تُعْرَضُوْنَ , وَ اعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ صَلَّى عَلَى نَبِيِّهِ فِي كِتَابِهِ الْمَكْنُوْنِ , وَ أَمَرَكُمْ بِذَالِكَ فَأَكْثِرُوْا مِنَ الصَّلاَةِ عَلَيْهِ تَكُوْنُوْا مِنَ الْفَائِزِِيْنَ . اللهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَيْهِ وَارْضَ عَنِ الأَرْبَعَةِ الْخُلَفَاء, وَ بَقِيَّةِ الْعَشْرَةِ الْكِرَامِ , وَ آلِ بَيْتِ نَبِيِّكَ الْمُصْطَفَى , وَ عَنْ الأَنْصَارِ وَ الْمُهَاجِرِيْنَ وَ التَّابِعِيْنَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْن , اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ وَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَ الْمُؤْمِنَاتِ , إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ رَبَّ الْعَالَمِيْنَ , وَ نَسْأَلُكَ اللهُمَّ دَوَامَ الْعِنَايَةِ وَ التَأْيِيْدِ , لِحَضْرَةِ مَوْلاَنَا سُلْطَانِ الْمُسْلِمِيْنَ , الْمُؤَيَّدِ بِالنَّصْرِ وَ التَّمْكِيْنِ , اللهُمَّ انْصُرْهُ وَ انْصُرْ عَسَاكِرَهُ , وَ امْحَقْ بِسَيْفِهِ رِقَابَ الطَّائِفَةِ الْكَافِرَةِ , وَ أَيِّدْ بِشَدِيْدِ رَأْيِهِ عِصَابَةَ الْمُؤْمِنِيْنَ , وَ اجْعَلْ بِفَضْلِكَ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا مُطْمَئِنَّا , وَ ارْفَعِ اللهُمَّ مَقْتَكَ وَ غَضَبَكَ عَنَّا , وَ لاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا بِذُنُوْبِنَا مَنْ لاَ يَخَافُكَ وَ لاَ يَرْحَمْنَا يَآ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ , اللهُمَّ إِيَّاكَ نَسْأَلُ فَلاَ تُخَيِّبْنَا وَ إِلَيْكَ نَلْجَأُ فَلاَ تَطْرُدْنَا , وَ عَلَيْكَ نَتَوَكَّلُ فَاجْعَلْنَا لَدَيْكَ مِنَ الْمُقَرَّبِيْنَ , إِلَهِي هَذَا حَالُنَا لاَ يَخْفَى عَلَيْكَ فَعَامِلْنَا بِالْإِحْسَانِ إِذِ الْفَضْلُ مِنْكَ وَ إِلَيْكَ , وَ اخْتِمْ لَنَا بِخَاتِمَةِ السَّعَادَةِ أَجْمَعِيْنَ .
عِبَادَ اللهِ , إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَ الإِحْسَانِ وَ إِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَ يَنْهَى عَنِ الْفَخْشَاءِ وَ الْمُنْكَرِ وَ الْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ

Khutbah Jumat Falsafah Puasa 2018


Falsafah Puasa

الْحَمْدُ للهِ الَّذِي فَرَضَ صِيَامَ رَمَضَانَ عَلَى أُمَّةِ خَيْرِ الْبَرِيَّةِ . كَمَا فَرَضَ الصِّيَامَ عَلَى جَمِيْعِ الأَمَمِ الْمَاضِيَّةِ فِي الشَّرَائِعِ السَّمَاوِيَّةِ , وَأَنْزَلَ فِيْهِ الْقُرْآنَ هُدًى لِلنَّاسِ وَرَحْمَةً لأُمَّةِ الإِسْلاَمِيَّةِ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ , وَ أَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ وَحَبِيْبُهُ اللهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ هَدَاهُمُ اللهُ فَكَانُوْا قَادَةً مُتَوَاضِعِيْنَ , وَ أَئِمَّةً هُدَاةً مُرْشِدِيْنَ , أَمَّا بَعْدُ :فَيَا عِبَادَ اللهِ " اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تَقْوَاهُ وَاهْتَدُوْا بِهُدَاهُ فَاِنَّهُ مَنْ يَهْدِى اللهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِى وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُرْشِدًا

Dasar hukum puasa Ramadhan.
Para jama'ah yang budiman !
Dasar hukum yang mewajibkan kepada kaum yang beriman untuk mengerjakan puasa Ramadhan itu, dijelaskan dalam AlQuran :

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ(183)أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ(184)شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْءَانُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ(185)

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,
(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (Al-Baqarah : 183-185).

Uraian yang lebih banyak dan terperinci mengenai soal puasa itu, terutama tentang pelaksanaannya, diungkapkan dalam beberapa Hadits Nabi.

Ibadah yang enteng tapi bernilai.
Sidang Jum'at yang mulia !
Seperti juga halnya dengan ibadah2 Islam yang lain, maka dilihat dari sudut keadaannya, sifatnya, pertumbuhannya, proses dan semangat undang2nya, maka ibadah puasa itu boleh dikatakan enteng dan ringan. Masih terlingkung dalam batas2 kemampuan yang sesuai dengan kodrat manusia memikulnya, sedang nilai2 duniawi yang terkandung didalamnya, jauh lebih besar dan banyak. Kita tidak perlu sebut lagi nilai2 ukhrawi yang terkandung didalamnya, sebab seorang Mukmin percaya secara mutlak bahwa setiap ibadah Islam adalah merupakan simpanan (investment) yang akan dipetik hasilnya dalam kehidupan yang abadi, setelah kehidupan yang fana ini.
Perlu dijelaskan secara umum, bahwa setiap ibadah Islam, malah setiap ketentuan yang disuruh (diperintahkan) Tuhan akan ada sesuatu keuntungan yang nyata yang akan diterima, sebagaimana setiap larangan Tuhan disebabkan ada kerugian (madharat) yang ditimbulkannya. Diperintahkan puasa itu, sebab disamping pahala dihari akhirat kelak, maka dalam kehidapan di dunia ini mendatangkan kebaikan (manfaat), baik dilihat dari sudut rohaniah dan jasmaniah maupun ditinjau dari segi kemasyarakatan ( ijtimaiyah ) ,

Pemakaian estilah/perkataan "Kutiba".

Sebagai diterangkan tadi istilah atau kalimat yang dipakai dalam mewajibkan mungerjakan puasa Ramadhan itu ialah kalimat Kutiba, terambil dari kata kerja Kataba, Disebut pada ayat tsb. "Kutiba 'alaikumus shiyam". Menurut ilmu bahasa, kalimat Kutiba itu dinamakan kata kerja yang "tersembunyi", tidak kata-kerja yang "terang-tegas". Kalau dipakai kata-kerja yang terang-tegas itu, kalimat itu seharusnya berbunyi "Kataballahu alaikumus shiyam". Artinya, "Tuhan mewajibkan kepada kamu mengerjakakn puasa".
Dengan memakai kata-kerja yang "tersembunyi" itu, artinya tidak ditegaskan siapa yang memerintahkannya, tetapi setiap Mukmin mengetahui bahwa yang memerintahkan itu ialah Allah, maka tekanan (aksentuasi) dari perintah tersebut tidak dirasakan terlalu berat.
Dalam menggunakan susunan bahasa, mewajibkan ibadah puasa itu sudah dipergunakan istilah/perkataan yang tidak terlalu berat (artinya : enteng ) .

Hakekatnya memang enteng.
Saudara2 kaum Muslimin yang budiman !
Jika dilihat lebih jauh dari keadaan dan sifat puasa yang diperintahkan itu, hakekat pelaksanaannya memang enteng atau ringan, sebab hanya menahan diri dari (a) makan, (b) minum dan (c) bersetubuh selama jangka waktu kira-kira 12 jam diwaktu siang hari. Pelaksanaannya hanya meminta pengorbanan membatasi kebutuhan hidup berdasar ukuran yang biasa. Sifatnya ialah pengorbanan sedikit mengenai kebutuhan hidup.
Sebelum ayat yang memerintahkan wajib mengerjakan puasa itu (Al-Baqarah: 183), sudah didahului oleh dua ayat dengan memakai istilah,/kalimat Kutiba itu juga, yang melukiskan dua macam pengorbanan yang pada waktunya harus diberikan oleh seorang Muslim.
Ayat2 yang dimaksudkan itu ialah ;

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْأُنْثَى بِالْأُنْثَى فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ(178)
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema`afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema`afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma`af) membayar (diat) kepada yang memberi ma`af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. (Al-Baqarah : 178).

كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ(180)
Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapa dan karib kerabatnya secara ma`ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. (Al-Baqarah : 180).

Ayat yang pertama adalah kewajiban yang meminta pengorbanan diri (fisik), yaitu mengganti diri yang dibunuh dengan menyediakan diri sendiri yang akan dibunuh, sebagai pembalasan (qishas) terhadap tindak-pidana itu. Sedang ayat yang kedua melukiskan tentang pengorbanan harta, dalam situasi seperti yang diterangkan pada ayat tersebut.
Sesudah digambarkan bahwa adakalanya dari seorang Mukmin diminta pengorbanan fisik dan pengorbanan harta, maka tiga ayat setelah itu, yaitu pada ayat yang mewajibkan puasa Ramadhan itu (Al-Baqarah 183), dipikulkan satu kewajiban yang bersifat ibadah, yang jauh lebih enteng, yaitu hanya pengorbanan membatasi kebutuhan hidup. Susunan yang demikian menumbuhkan kesan dan kesadaran tentang ringannya pelaksanaan puasa itu.
Dengan didahului oleh pengorbanan fisik dan pengorbanan harta yang dilukiskan pada ayat2 tersebut, maka dengan sendirinya pengorbanan pelaksanaan puasa itu, dianggap dan dirasakan enters;.

Unsur2 lain yang mengentengkan.
Ada dua unsur lainnya lagi pada ayat tersebut yang menambah semakin entengnya tanggapan/penerimaan terhadap pelaksanaan puasa itu. Pertama, kalimat yang mengatakan bahwa "puasa itu telah diwajibkan juga kepada ummat2 yang dahulu" (kama kutiba 'alal lazina min qablikum). Kedua, kalimat yang menyebutkan bahwa kewajiban mengerjakan puasa itu ialah "beberapa hari yang tertentu" (ayyamam ma'dudat).
Setiap orang yang dipikulkan sate kewajiban, dan bersamaan dengan itu diketahuinya pula bahwa kewajiban yang demikian telah dipikulkan juga kepada orang2 (generasi) yang mendahuluinya, maka secara psikologis akan terhunjam kedalam jiwanya sans kesan, bahwa kewajiban itu adalah suatu kewajiban yang ringan.
Ditambah dengan menyebutkan waktunya "beberapa hari yang tertentu" (tidak dipakai terang2 perkataan satu bulan (30 atau 29 hari), ini juga secara kejiwaan semakin menambah perasaan ringan menerima kewajiban tersebut.

Unsur dispensasi.
Para jama'ah yang terhormat !
Keajiban mengerjakan ibadah puasa itu diberikan pula keentengan kepada dua golongan, yaitu ;
(1) Orang2 yang sakit dan musafir (dalam perjalanan ). Mereka diberikan keringanan (dispensasi) tidak mengerjakan puasa Ramadhan, tetapi diwajibkan menggantinya dengan berpuasa pada hari yang lain, sejumlah berapa hari yang ditinggalkan itu, tanpa denda.
(2) Orang2 yang tidak kuat melaksanakan puasa itu karena kondisi badannya, seperti orang yang menderita penyakit yang berbahaya (maag, sakit paru2) orang2 tua yang sudah lemah, kaum ibu yang sedang menyusukan anak, atau sedang harnil, atau pekerja2 kasar, seperti di tambang-tanibang dll.
Kedua keringanan atau pengecualian ini, semakin menambah unsur2 keentengan ibadah puasa itu.
Demikianlah hakekat ibadah puasa itu, dilihat dari sudut falsafat dan hukum, yang memberikan satu kesimpulan bahwa ibadah puasa itu adalah ibadah yang enteng pelaksanaannya, tapi mengandung nilai2 yang banyak, baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat.
Tinjauan dari sudut falsafat hukum puasa itu, diperkuat dengan jaminan Ilahi sendiri yang menyatakan pada penutup ayat mengenai puasa itu :
"Tuhan tidak hendak menyusahkan kamu, tapi mau memberikan kelapangan"

جَعَلَنَا اللهُ وَاِيَّاكُمْ مِّنَ الْمُؤْمِنِيْنَ الْكَامِلِيْنَ الْمُؤَدِّيْنَ لِوَاجِبَاتِهِمْ مَعَ الْمُخْلِصِيْنَ السَّائِلِيْنَ وَقُوْلُوْا اَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ الَّذِي لاَاِلهَ اِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ وَاَتُوْبُ اِلَيْهِ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَانَجَاةَ التَّائِبِيْنَ

Khutbah
Zakat Fitrah

الْحَمْدُ للهِ الَّذِى هَدَانَا إِِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيْمٍ دِيْنًا قِيَمًا مِلَّةَ اِبْرَاهِيْمَ حَنِيْفًا , بَعَثَ بِهِ اِلَيْنَا سَيِّدَ وَلَدِ آدَمَ مُحَمَّدَ ابْنِ عَبْدِ اللهِ صَلَوَاتُ اللهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِ فَفَتَحَ بِهِ اَعْيُنًا عُمْيًا وَآَذَانًا صُمًّا وَقُلُوْبًا غُلْفًا اَخْرَجَ النَّاسَ بِهِ مِنَ الظُّلُمَاتِ اِلَى النُّوْرِ مِنْ ظُلُمَاتِ الْجَهْلِ وَالشِّرْكِ اِلَى نُوْرِ الْعِلْمِ وَ التَّوْحِيْدِ , أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ , وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًاعَبْدُهُ و رَسُوْلُهُ , اللهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ وَ التَّابِعِيْنَ , أَمَّا بَعْدُ , فَيآعِبَادَ اللهِ ! أُوْصِيْكُمْ وَ نَفْسِي أَوَّلاً بِتَقْوَىاللهِ تَعَالَى وَ طَاعَتِهِ فِى كُلِّ وَقْتٍ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ 
Kewajiban menunaikan zakat fitrah.
Para jama'ah yang budiman !
Menjelang hari raya Iedul-Fitri tiap2 tahun, kaum Muslimin diwajibkan menunaikan zakat fitrah. Kewajiban itu dipikulkan terhadap kaum Muslimin secara menyeluruh, tanpa membeda-bedakan kedudukan, jenis dan usia.
Orang2 yang sudah menunaikan zakat fitrah itu dikwalifisir oleh Tuhan sebagai orang yang memperoleh kemenangan. Tuhan menyatakan dalam Al-Quran :
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى(14)وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى(15)
Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang.
( Al-A'la : 14-15).

Mengenai kewajiban mengeluarkan zakat fitrah itu, dijelaskan lagi dalam satu Hadist :
فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةَ الْمَسَاكِنِ  (رواه ابو داود وابن ماجه عن ابن عباس )

"Rasulullah telah memfardhukan zakat fitrah untuk mensucikan orang-orang yang berpuasa dari segala perkataan yang keji dan buruk, yang mereka lakukan selama berpuasa, dan untuk menjadi makanan bagi orang-orang yang miskin".

Arti dan fungsi zakat fitrah.
Menurut ilmu bahasa, arti zakat ialah kesucian, sedang arti fitrah ialah berbuka. Jadi, zakat fitrah itu alat mensucikan (pelumas) untuk menghadapi periode berbuka, masa menempuh kehidupan yang biasa.
Adapun fungsi zakat fitrah itu, mengandung dua hal, seperti yang dijelaskan pada Hadist yang diterangkan tadi.
Pertama, sebagai alat pembersihkan terhadap perkataan2 keji dan kotor yang mungkin dilakukan selama berpuasa.
Kedua, untuk memberi makan kepada orang2 yang miskin, supaya mereka bebas dari penderitaan lapar pada hari led itu. Jadi, mempunyai funksi sosial.
Mengenai funksi yang pertama itu dirumuskan oleh Waki bin Jarrah sebagai berikut :

"Zakat fitrah pada akhir bulan Ramadhan itac tak obahnya seperti sujud sahwi pada ibadcuh shalat. Sebagaimana sujud sahwi dapal menyempurnakan kekurangan shalat yang terlupa melakukan salah satu rukunnya, demikian pulalah zakat fitrah itis dapat menyempurnakan kekurangan yang terjadi pada ibadah puasa". ("Fiqhus Zakat", oleh Yusuf al Qardhawy, jilid 77 hal. 922).

Kewajiban menunaikan zakat fitrah.
Zakat fitrah itu diwajibkan kepada setiap orang Islam, baik laki-laki maupun perempuan, kaya atau miskin, dewasa atau anak-anak, merdeka atau budak dan lain-lain sebagainya. Ukurannya ialah, apabila dirumahnya tersedia bahan makanan melebihi untuk keperluannya buat malam dan satu hari ledul Fitri itu, sudah wajib baginya membayar zakat fitrah.
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa sedikit sekali jumlahnya orang-orang yang bebas dari kewajiban membayar zakat fitrah itu, sebab bagaimanapun kemiskinan seseorang, pada umumnya masih ada persediaan makanan dirumahnya untuk keperluan malam dan satu hari led itu.

Adapun jumlah zakat fitrah itu yang wajib dibayarkan oleh tiap-tiap individu (Muslim) itu ialah segantang bahan makanan, yaitu beras atau gandum dan yang seumpamanya. Segantang bahan makanan kira-kira 21/4 Kg.

Hikmah zakat fitrah.
Sidang Jum'at yang rnulia !

Hikmah zakat fitrah itu dapat dilihat dari dua segi.

Pertama, dari segi perorangan (individu), kedzra, dari segi kemasyarakatan. Dari sudut perorangan, zakat fitrah itu bersangkut paut secara langsung dengan orang-orang yang melaksanakan ibadah puasa.
Seperti diketahui, puasa yang ideal dan sempurna (shiyamulkamil) bukanlah semata-mata menahan/mengendalikan diri dari makan, minum dan kehidupan seksuil, tapi harus pula menahan anggota-anggota badan yang lain, seperti mulut, mata, mlinl;a, hidung, tangan, kaki dan lain-lain, dari perbuatan-perbuatan yang mendatangkan dosa. Sebagai manusia biasa; mungkin seseorang mengeluarkan kata-kata yang keji dan kotor ketika mengerjakan ibadah puasa. Maka untuk membersihkan pada tingkat terakhir, diwajibkan menunaikan zakat fitrah itu.
Adapun hikmah zakat fitrah dilihat dari sudut kemasyarakatan, ialah untuk menjadikan hari raya berbuka (Iedul Fitri) sebagai hari bergembira dan bersukacita yang bersifat umum dan merata, dirayakan oleh semua lapisan rakyat, baik yang kaya maupun yang miskin. Dalam hubungan ini, Yusuf al Qardhawy menyatakan:
"Sudah selayaknyalah hari raya ledul Fitri itu chnikmati dan dihayati oleh tiap-tiap anggota masyarakat. Tidaklah hari gembira umum ( massal ) namanya, kalau orang-orang yang miskin dan melarat melihat orang-orang yang kaya makan makanan ying cita-lezat rasanya, sedang mereka tidak mempunyai apa-apa pada hari itu."
Dengan hikmah yang demikianlah disyari'atkan zakat fitrah itu pada tahun ke-II Hijrah, yang harus dibayarkan terutama sekali kepada orang-orang yang miskin.

Yang berhak menerima zakat fi'thrah.
Siapakah yang berhak menerima zakat fitrah itu ?
Dalam hubungan ini, pendapat Ulama-ulama ada tiga macam, yaitu:
(1). Zakat fitrah itu diberikan kepada "Ashnaf yang 8" yang disebutkan dalam Al-Quran, yaitu yang berhak menerima pembahagian zakat harta -dan lain-lain. (Orang-orang fmkir, orangorang miskin, Amil, Muallaf, Riqab, orang-orang yang berhutang, Sabilillah, Ibnus Sabil/Musafir). Inilah pendapat yang masyhur dikalangan mazhab Syafi'i.
(2). Zakat fitrah itu dapat (boleh) dibagikan kepada "golongan yang 8" itu, tapi harus diutamakan memberikannya kepada kaum fakir dan miskin.
(3). Hanya kaum fakir miskin saja yang berhak menerimanya. Pendapat ini dikuatkan oleh Ibnu Qaiyim dan Ibnu Taimiyah, dan didukung oleh penganut-penganut mazhab Maliki. Alasan yang mereka kemukakan ialah Hadist yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah, yang sudah diterangkan tadi, dimana ditegaskan bahwa zakat fitrah tsb. ialah "untuk makanan bagi orang-orang yang miskin" (thu'matan lil-masakin ).
Dalam prakteknya, yang banyak dilaksanakan dinegeri kita ini, ialah cara yang kedua, yaitu mengutamakan memberikan zakat fitrah itu kepada fakir dan miskin, tanpa- menutup pintu terhadap "ashnaf yang 8" atau salah satu daripadanya.

Waktu pembayaran zakat fitrah.
Saudara2 kaum Muslimin yang terhormat !
Zakat fitrah itu harus selesai dibayarkan dan dibagi-bagikan kepada yang berhak menerimanya sebelum dimulai shalat ledul Fitri, Apabila dibagikan sesudah shalat led, maka hukumnya tidak sah sebagai zakat fitrah, tapi jatuh menjadi sedekah biasa. Kewajiban zakat fitrah, itu masih tetap terpikul, tidak mungkin lagi ditunaikan, sebab tidak ada sistim "ganti'' ( qadha ) mengenai zakat fitrah itu. Tak obahnya seperti orang yang lalai atau sengaja meninggalkan salah satu waktu shalat, tidak bisa dibayar (qadha) pada waktu yang lain. Dia harus mempertanggungjawabkannya kelak dimuka Mahkamah Ilahy.

Zakat Fitrah dan kemenangan,
Zakat fitrah tersebut ada hubungannya dengan soal kemenangan, baik dilihat dari sudut pribadi maupun dari segi masyarakat (ijti'ma'iyah). Zakat fitrah itu boleh dikatakan "kunci penutup" dari kemampuan dan kemenangan seorang Mukmin mengendalikan hawa nafsunya, yang selama sebulan bersikap sabar, disiplin, jujur, loyal dll. Dengan kemenangan itu, Mukmin yang bersangkutan meningkat menjadi seorang yang taqwa, menjadi Muttaqien.
Dipandang dari segi kemasyarakatan, pelaksanaan zakat fitrah itu adalah satu kemenangan dari realisasi pola ajaran marhamah dan mahabbah (lebih luas dari sosialisme) yang menjadi salah satu ajaran pokok doktrin Islam, dengan jalan menyantuni fakir miskin, kaum yang lemah dan dhu'afa', golongan "the have not".
Marilah kita menunaikan zakat fitrah itu, untuk kepentingan Agama dan masyarakat.
جَعَلَنَا اللهُ وَاِيَّاكُمْ مِّنَ الْمُؤْمِنِيْنَ الْكَامِلِيْنَ الْمُؤَدِّيْنَ لِوَاجِبَاتِهِمْ مَعَ الْمُخْلِصِيْنَ السَّائِلِيْنَ وَقُوْلُوْا اَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ الَّذِي لاَاِلهَ اِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ وَاَتُوْبُ اِلَيْهِ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَانَجَاةَ التَّائِبِيْنَ



Sunday 13 May 2018

MENYAMBUT DATANGNYA BULAN RAMADHAN


MENYAMBUT DATANGNYA BULAN RAMADHAN

Bulan romadhon merupakan bulan yang senantiasa ditunggu-tunggu kedatangan oleh umat islam di seluruh duania, bulan yang penuh berkah merupakan tamu istimewa bagi orang-orang yang beriman (dan kedudukannya) sangat mulia pada jiwa-jiwa mereka. Umat islam saling mengabarkan berita gembira itu dan saling mengucapkan selamat satu sama lain tentang kedatangan bulan ramadhon ini.Dan semuanya pun memiliki harapan yang sama untuk  memperoleh kebaikan dan keberkahan yang ada di dalamnya.

Dalam menyambut Ramadhan  Pada zaman dahulu, para ulama-ulama salaf jauh-jauh hari sebelum datangnya bulan Ramadhan, berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Allah Ta’ala agar mereka bisa sampai pada bulan yang penuh kemuliaan ini, karena bulan Ramadhan ini merupakan anugerah yang besar bagi orang-orang yang dianugerahi taufik oleh Alah Ta’ala.

Maka hendaknya seorang muslim mengambil suri  tauladan dari para ulama salaf dalam menyambut datangnya bulan suci Ramadhan, dengan berdoa dengan sungguh-sungguh dan mempersiapkan diri untuk mendulang pahala kebaikan, pengampunan serta keridhaan dari Allah SWT.
Tentu saja persiapan diri yang dimaksud di sini bukanlah dengan memborong berbagai macam makanan dan minuman lezat di pasar untuk persiapan makan sahur dan balas dendam ketika akan buka puasa. Juga bukan dengan menyaksikan aneka program acara Televisi yang lebih banyak merusak dan melalaikan manusia dari mengingat Allah Ta’ala dari pada manfaatnya.
Tapi persiapan yang dimaksud di sini adalah mempersiapkan diri lahir dan batin untuk melaksanakan ibadah puasa dan ibadah-ibadah agung lainnya di bulan Ramadhan dengan sebaik mungkin, yaitu dengan hati yang penuh ikhlas dan praktik ibadah yang sesuai dengan petunjuk dan sunnah Rasulullah SAW. Karena balasan kebaikan/keutamaan dari semua amal shaleh yang dikerjakan manusia, sempurna atau tidaknya, semua itu tergantung bagaimana kesempurnaan atau kurangnya keikhlasannya dan jauh atau dekatnya praktek amal tersebut dari petunjuk Nabi SAW.
Menyambut bulan Ramadhan yang sebentar lagi akan datang, setidak-tidaknya berikut ini yang bisa kita lakukan:
  • Bersuka cita, bergembira dan senang. Karena Ramadhan adalah karunia Allah atas hamba-hamba-Nya.
  • Bertekad untuk mengisi bulan Ramadhan tahun ini dengan sebaik-baiknya. Karena bisa jadi bulan Ramdhan ini adalah yang terakhir bagi kita.
  • Bertawakal dan ber-isti’anah kepada Allah. Karena tidak sekejap mata pun kebaikan akan dapat kita lakukan tanpa taufiq dan pertolongan dari-Nya.
  • Bertobat kepada Allah atas segala dosa. Karena ibadah dan amal shaleh hanya mampu dikerjakan dengan hati yang bersih, dan dosa membuat hati menjadi kotor, serta jiwa menjadi lemah.
  • Mulai membiasakan puasa dan ibadah yang lainnya dari sejak sekarang. Karena manusia sangat dipengaruhi kebiasaan.
  • Mempelajari kembali ilmu yang berkaitan dengan ibadah puasa. Dan ini setidaknya mencakup empat ilmu:
Dalam menyambut kedatangan bualan romadhon ada sebuah  riwayat dal sebuah hadit yang perlu menjadi renungan kita bersama.
Dari Ka’ab bin Ujrah r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Mendekatlah kalian ke mimbar!”
Lalu kami pun mendekati mimbar itu. Ketika Rasulullah menaiki tangga mimbar yang pertama, beliau berkata, “Amin.” Ketika beliau menaiki tangga yang kedua, beliau pun berkata, “Amin.” Ketika beliau menaiki tangga yang ketiga, beliau pun berkata, “Amin.”
Setelah Rasulullah saw. turun dari mimbar, kami pun berkata,
“Ya Rasulullah, sungguh kami telah mendengar dari engkau pada hari ini, sesuatu yang belum pernah kami dengar sebelumnya.”
Rasulullah saw. bersabda, “Ketika aku menaiki tangga pertama, Jibril muncul di hadapanku dan berkata,
“Celakalah orang yang mendapati bulan Ramadhan yang penuh berkah, tetapi tidak memperoleh keampunan.” Maka aku berkata, “Amin”
Ketika aku menaiki tangga yang kedua, Jibril berkata,
“Celakalah orang yang apabila namamu disebutkan, dia tidak bersalawat ke atasmu.” Aku pun berkata, Amin.’
Ketika aku melangkah ke tangga ketiga, Jibril berkata,
“Celakalah orang yang mendapati ibu bapaknya yang telah tua, atau salah satu dari keduanya, tetapi keduanya tidak menyebabkan orang itu masuk surga.” Akupun berkata, Amin :”  (HR. Hakim)

Dalam hadits lain  Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,
أن رسول الله صلى الله عليه و سلم رقي المنبر فقال : آمين آمين آمين فقيل له  يارسول الله ما كنت تصنع هذا ؟ ! فقال : قال لي جبريل : أرغم الله أنف عبد أو بعد دخل رمضان فلم يغفر له فقلت : آمين ثم قال : رغم أنف عبد أو بعد أدرك و الديه أو أحدهما لم يدخله الجنة فقلت : آمين ثم قال : رغم أنف عبد أو بعد ذكرت عنده فلم يصل عليك فقلت : آمين
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam naik mimbar lalu beliau mengucapkan, ‘Amin … amin … amin.’ Para sahabat bertanya, ‘Kenapa engkau berkata demikian, wahai Rasulullah?’ Kemudian, beliau bersabda, ‘Baru saja Jibril berkata kepadaku, ‘Allah melaknat seorang hamba yanmelewati Ramadan tanpa mendapatkan ampunan,’ maka kukatakan, ‘Amin.’ Kemudian, Jibril berkata lagi, ‘Allah melaknat seorang hamba yang mengetahui kedua orang tuanya masih hidup, namun itu tidak membuatnya masuk Jannah (karena tidak berbakti kepada mereka berdua),’ maka aku berkata, ‘Amin.’Kemudian, Jibril berkata lagi, ‘Allah melaknat seorang hamba yang tidak bersalawat ketika disebut namamu,’ maka kukatakan, ‘Amin.””
Hadis ini dinilai sahih oleh Al-Mundziri.


ISTRI/WANITA SHOLIHAH

ISTRI/WANITA SHOLIHAH Wanita sholihah merupakan dambaan bagi setiap pria, maka sangatlah penting bagi setiap  pria yang hendak menikah...