Sunday 21 January 2018

CONTOH MAKALAH Konsep Wahyu dan Kenabian

KONSEP WAHYU DAN KENABIAN

A.    PENDAHULUAN

Tujuan utama dalam pembahasan konsep wahyu dan kenabian ialah membuktikan adanya sarana pengetahuan selain indra dan akal, yang terjamin dari kekeliruan, serta dapat mengantarkan manusia untuk mengetahui hakikat-hakikat wujud dan jalan hidup yang benar . Sarana pengetahuan itu adalah wahyu. Wahyu merupakan satu bentuk pengajaran ilahi yang diberikan secara khusus kepada hamba-hamba pilihan Allah yang saleh. Tentunya , selain mereka tidak mengetahui hakikat wahyu tersebut, karena manusia biasa tidak dapat melihat bentuk nyata hakikat wahyu tersebut didalam diri mereka. meski demikian mereka dapat mengetahui kenyataan wahyu tersebut melalui tanda-tanda yang ada. Dengan cara ini, mereka dapat membenarkan klaim para nabi bahwa mereka telah menerima wahyu dari Allah. Tentunya apabila wahyu diturunkan kepada seorang nabi itu dapat dibuktikan dan ia menyampaikan risalah kepada orang lain, maka wajib atas orang lain untuk menerima dan mengamalkan hal-hal yang sesuai dengan wahyu tersebut, dan tidak seorangpun dibenarkan untuk menentangnya, kecuali bila risalah tersebut dikhususkan untuk orang atau kelompok atau zaman tertentu.
Dengan demikian, persoalan-persoalan pokok dalam konsep wahyu dan kenabian ialah definisi wahyu dan nabi, argumentasi pentingnya kenabian. Akan tetapi tidak mudah bagi kita untuk membuktikan semua masalah ini dengan dalil akal. Karena itu, dalam pembahasan kita akan bersandar juga pada dalil-dalil wahyu.








B.     PEMBAHASAN

1.    Konsep Wahyu dan Nabi
a.       Wahyu berasal dari kata arab asli (bukan kata serapan asing ke dalam bahasa arab) al-wahy. Kata tersebut berarti suara, api dan kecepatan. Di samping itu ia juga mengandung arti bisikan, isyarat, tulisan dan kitab. Al-wahy selanjutnya mengandung arti pemberitahuan secara tersembunyi dan dengan cepat. Tetapi kata itu lebih dikenal dalam arti “apa yang disampaikan Allah SWT kepada Nabi-Nabi-Nya. Dalam kata wahyu terkandung pengertian penyampaian firman Allah SWT kepada manusia pilihan-Nya (Nabi) agar diteruskan kepada umat manusia untuk dijadikan pegangan hidup. Dalam Islam wahyu atau firman Allah SWT yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW terkumpul semuanya dalam Al-Quran. Sedangkan menurut istilah wahyu Allah kepada nabi-nabinya adalah pengetahuan yang dituangkan dalam jiwa nabi, yang oleh Allah dikehendaki agar mereka sampaikan kepada umat manusia untuk menunjuki dan memperbaiki mereka didunia dan membahagiakan mereka diakherat. Menurut Zeaul Haque dalam bukunya wahyu dan revolusi dijelaskan bahwa wahyu adalah suatu kebenaran, cahaya atau pengetahuan yang diturunkan kepada nabi yang diperkuat dengan ruhul quddus, bersifat metamorfosis/alegoris. Selain itu dijelaskan pula bahwa wahyu adalah pikiran dan jiwa. Tanpa wahyu semua teori-teori ilmiah, semua perubahan sama dengan lompatan buta kedalam kegelapan. Wahyu hanya dapat dipahami dan diapresiasi oleh orang-orang yang hati dan pikirannya bersih, serta jiwa dan nuraninya tidak dikotori oleh nafsu dan keserakahan, dan tidak tidak ternoda oleh hasrat keangkuhan dan arogansi.  

b.      Adapun  kata Al-Nabi secara lughowi berasal dari kata Al-Naba yang berarti berita yang berarti dan penting. Dan seseorang disebut Al-Nabi karna membawa berita dari Allah SWT, sedangkan arti Al-Nabi secara teknis atau terminologis adalah seseorang yang diberi wahyu oleh Allah SWT, baik diperintahkan untuk menyampaikan atau tidak, jika diperintahkan untuk menyampaikan kepada yang lain maka disebut Rosul (Anis Malik Thoha, 2008:3). Setiap umat akan diutus orang yang terpilh, Orang yang dipilih sebagai utusan itulah yang di sebut dengan Rasul (utusan/pembawa risalah) atau Nabi (pembawa berita). Dengan demikian An-Nubuwah (kenabian) adalah keyakinan bahwa Allah swt telah mengutus manusia-manusia pilihan untuk menjadi pembimbing umat manusia mencapai kesempurnaan dengan membawa agama Allah swt. Sebagaimana firman Allah

§NèO $uZù=yör& $oYn=ßâ #uŽøIs? ( ¨@ä. $tB uä!%y` Zp¨Bé& $olé;qߧ çnqç/¤x. 4 $oY÷èt7ø?r'sù Nåk|Õ÷èt/ $VÒ÷èt/ öNßg»oYù=yèy_ur y]ƒÏŠ%tnr& 4 #Y÷èç7sù 5Qöqs)Ïj9 žw tbqãZÏB÷sムÇÍÍÈ
44.  Kemudian kami utus (kepada umat-umat itu) rasul-rasul kami berturut-turut. tiap-tiap seorang Rasul datang kepada umatnya, umat itu mendustakannya, Maka kami perikutkan sebagian mereka dengan sebagian yang lain[1003]. dan kami jadikan mereka buah tutur (manusia), Maka kebinasaanlah bagi orang-orang yang tidak beriman(QS Al-Mu’minun:44)


2.    ARGUMENTASI PENTINGNYA KENABIAN
Gambaran di atas sebenarnya telah membuktikan kepada kita bahwa kenabian adalah hal yang penting bahkan niscaya. Akan tetapi untuk melengkapi pembuktian, di bawah ini akan diuraikan secara singkat beberapa argumentasi akan pentingnya atau keharusan diutusnya para Nabi, yaitu sebagai berikut :
1.   Argumentasi Kebijaksanaan (Hikmah).
Kita ketahui bahwa Allah adalah Maha Bijaksana, karenanya Dia tidak akan membiarkan manusia tanpa pembimbing dalam mengarungi kehidupan ini. Sesuai dengan tauhid hukum bahwa Allah telah menurunkan hukum-hukumnya, maka mesti adalah yang mengajarkan hukum-hukum tersebut agar terlaksana dengan baik. Karena Allah tidak mungkin berhubungan secara langsung di alam materi, maka Ia akan mengutus seseorang yang telah mencapai derajat tertentu untuk menjadi penyampai, pembimbing dan penjaga hukum-hukumnya (syariat/agama). Orang yang diutus tersebut dikenal dengan Nabi atau Rasul.
2.   Argumentasi Rahmat.
Allah senantiasa Maha Pengasih dan Penyayang, maka sesuai dengan kasih sayang-Nya tersebut, Dia tidak akan membiarkan makhluknya dalam kebingungan tanpa adanya pembimbing untuk mengamalkan hukum-hukumnya. Karena dengan mengamalkan hukum-hukum-Nya manusia dapat meningkatkan dirinya menuju derajat insan kamil (manusia sempurna). Karena itu Dia akan mengutus seseorang untuk manjadi pembimbing, inilah yang dikenal dengan Rasul atau Nabi.
3.   Argumentasi Kesempurnaan.
Sesuai dengan hikmah penciptaan bahwa manusia mestilah mencapai kesempurnaan untuk memperoleh kebahagiaan hakiki. Karena manusia diharapkan untuk mencapai kesempurnaan, dan kesempurnaan akan tercapai jika sesuai atau mengikuti jalan-jalan yang digariskan Allah, maka untuk memberitahukan dan membimbing manusia ke jalan yang sempurna itu, Allah mengutus Nabi atau Rasul.
4.     Argumentasi Keadilan.
Allah Maha Adil, artinya tidak menzhalimi hamba-Nya dan menempatkan sesuatu pada tempatnya. Adalah suatu kezhaliman membiarkan ciptaan-Nya dalam keadaan bingung dan tidak mengetahui aturan-aturan kehidupan, karenanya berdasarkan keadilan tersebut, ia mesti mengutus seseorang untuk menjadi pembimbing umat manusia.
            Argimentasi-argumentasi di atas menunjukkan dengan jelas akan pentingnya posisi kenabian dalam hidup dan kehidupan manusia. Dan argumentasi-argumentasi rasional diatas, juga didukung banyak ayat-ayat al-Quran, yang menegaskan bahwa Allah telah mengutus para Nabi dan Rasul untuk membimbing umat manusia dan menuntun mereka mencapai kesempurnaan hakiki dan kebahagiaan abadi. Seandainya para nabi itu tidak diutus maka tujuan penciptaan manusia tidak akan tercapai dan manusia akan tenggelam dalam kesesatan.

3.   DERAJAT DAN PENETAPAN KENABIAN
            Kenabian merupakan ikhtiar dua arah, yakni ikhtiar manusia sebagai utusan dan ikhtiar Allah swt sebagai pengutus. Inilah yang dikenal dengan istilah ‘derajat kenabian’ dan ‘gelar kenabian’.
            Derajat kenabian adalah kondisi tertentu yang dimiliki oleh seseorang sehingga memenuhi syarat untuk menjadi Nabi, sedangkan gelar kenabian merupakan pelantikan dari Tuhan terhadap seseorang yang pantas dengan pilihan Tuhan untuk menjadi Nabi yang diutus kepada umat manusia. Dengan demikian derajat kenabian merupakan ikhtiar manusia sedangkan pangkat kenabian merupakan pelantikan yang sepenuhnya hak Allah swt untuk mengangkat siapa yang dikehendaki-Nya(Mishbah Yazdi 2005:197).
            Dengan penjelasan ini, maka jelaslah bahwa Nabi dapat menjadi teladan karena dengan ikhtiarnya sehingga mampu untuk mengendalikan diri (maksum) dan mencapai derajat kenabian. Disisi lain tidak semua orang berhak menjadi Nabi, karena gelar kenabian sepenuhnya hak Allah swt yang lebih mengetahui kemaslahatan manusia dan kebutuhan akan pengutusan kenabian,
#sŒÎ)ur öNßgø?uä!%y` ×ptƒ#uä (#qä9$s% `s9 z`ÏB÷sœR 4Ó®Lym 4tA÷sçR Ÿ@÷VÏB !$tB uÎAré& ã@ßâ «!$# ¢ ª!$# ãNn=ôãr& ß]øym ã@yèøgs ¼çmtGs9$yÍ 3 Ü=ŠÅÁãy tûïÏ%©!$# (#qãBtô_r& î$tó|¹ yYÏã «!$# Ò>#xtãur 7ƒÏx© $yJÎ/ (#qçR%x. tbrãä3ôJtƒ ÇÊËÍÈ
124.  Apabila datang sesuatu ayat kepada mereka, mereka berkata: "Kami tidak akan beriman sehingga diberikan kepada kami yang serupa dengan apa yang Telah diberikan kepada utusan-utusan Allah". Allah lebih mengetahui di mana dia menempatkan tugas kerasulan. orang-orang yang berdosa, nanti akan ditimpa kehinaan di sisi Allah dan siksa yang keras disebabkan mereka selalu membuat tipu daya (Q.S. al-An’am: 124). Karenanya ada saja orang yang mencapai derajat kenabian akan tetapi, Allah tidak mengangkatnya menjadi Nabi, seperti para Imam. Namun, bagaimana derajat itu bisa didapatkan oleh manusia atau Nabi sebelum menjadi Nabi, padahal ia belum dibimbing oleh wahyu?

            Perlu diperhatikan bahwa, pada awalnya seorang nabi dalam meningkatkan kesempurnaan diri dan pengetahuannya berpegang pada kemampuan akalnya. Dalam filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan yang diperoleh akal manusia (termasuk yang diperoleh nabi sebelum menjadi nabi) berasal dari alam yang lebih tinggi dari alam dunia, yaitu alam malakuti (alam mitsal, alam akal, dan alam ketuhanan). Adapun, belajar dan penyucian diri, berfungsi sebagai penyiap bagi jiwa untuk menangkap pancaran ilmu ilahi tersebut.
            Imam Khumaini menjelaskan bahwa premis-premis memiliki hubungan persiapan dengan kesimpulan-kesimpulannya dan mempersiapkan jiwa untuk menerima pengetahuan melalui inspirasi dari sumber-sumber gaibnya yang tinggi (mabadi-ye ‘aliyeh-ye ghaibiyyeh). Ini berarti, pengetahuan dan makrifat itu dipancarkan dari alam gaib melalui hubungan dan  pencerapan jiwa dengan alam tersebut, sebagaimana disebutkan Allah,
bÎ)ur (#qè=yèøÿs? ¼çm¯RÎ*sù 8-qÝ¡èù öNà6Î/ 3 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ãNà6ßJÏk=yèãƒur ª!$# 3 ª!$#ur Èe@à6Î/ >äóÓx« ÒOŠÎ=tæ ÇËÑËÈ
Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.(Q.S. al-Baqarah: 282)


3.   TUGAS KENABIAN
            Nabi di utus oleh Allah swt sebagai pembimbing umat manusia. Ini merupakan fungsi dan tugas utama para Nabi dan Rasul. Akan tetapi, secara umum tugas bimbingan ini akan mencakup tugas-tugas di bawah ini :
  1. Memahami agama
  2. Mengamalkan agama
  3. Menyebarkan agama
  4. Mengajak umat kepada agama
  5. Memberi contoh dan membimbing umat
  6. Menjaga agama dari kebatilan, penyelewengan dan kesalah pahaman.

4.      CIRI UMUM KENABIAN
Nabi yang, berkat wahyu, punya kontak dengan sumber eksistensi, memiliki ciri-ciri khas tertentu:
1.  Mukjizat
Setiap nabi yang diangkat oleh Allah memiliki kekuatan supranatural. Dengan kekuatan ini nabi dapat melakukan perbuatan mukjizat, untuk membuktikan bahwa risalah dan misinya itu benar dan berasal dari Tuhan. Al-Qur'an Suci menyebut "ayat" untuk mukjizat yang dilakukan oleh nabi dengan kehendak Allah, yaitu "ayat" (tanda) kenabian. Al-Qur'an Suci menyebutkan bahwa di setiap zaman orang meminta kepada nabi di zaman mereka untuk memperlihatkan beberapa mukjizat kepada mereka. Karena permintaan tersebut masuk akal, maka nabi mengabulkan permintaan mereka, karena kalau tidak, maka orang yang mencari kebenaran mustahil mau mengakui kenabian. Namun nabi tak mau mengabulkan permintaan untuk memperlihatkan mukjizat kalau tujuannya bukan untuk mencari kebenaran. Misal, orang berkata kepada nabi mau masuk agama yang dibawa nabi kalau nabi memperlihatkan mukjizat, permintaan mereka diabaikan. Namun, Al-Qur'an Suci menyebutkan banyak mukjizat nabi, seperti meng­hidupkan orang yang sudah mad, menyembuhkan penyakit yang tak dapat disembuhkan, dapat berbicara ketika masih bayi, mengubah tongkat menjadi ular, menjelaskan kegaiban dan memaparkan kejadian-kejadian yang akan terjadi di masa mendatang.
2.  Maksum
Ciri khas lain nabi adalah maksum, yaitu tak mungkin berbuat dosa atau berbuat keliru. Nabi tak dikuasai oleh keinginan pribadinya. Nabi tidak berbuat salah. Kemaksuman nabi tak dapat disangkal lagi. Namun apa sesungguhnya arti kemaksuman nabi? Apakah artinya adalah bahwa bila nabi mau berbuat dosa atau salah, malaikat datang mencegahnya seperti seorang bapak mencegah anaknya agar tidak tersesat? Atau, apakah artinya adalah bahwa nabi diciptakan sedemikian rupa sehingga nabi tak dapat berbuat salah, persis seperti malaikat yang, misalnya, tak mungkin berbuat zina karena malaikat tak punya nafsu seksual, atau seperti mesin, yang tak melakukan kesalahan karena mesin tak punya otak? Atau, alasan kenapa nabi tidak berbuat salah adalah karena nabi telah dianugerahi intuisi (gerak hati), iman dan keyakinan yang istimewa tingkatannya? Ya, itulah satu-satunya penjelasan yang benar. Sekarang mari kita bahas satu persatu mukjizat dan kemaksuman.
3.  Petunjuk
Kenabian berawal dari perjalanan spiritual dari makhluk ke Allah dan memperoleh kedekatan dengan-Nya. Perjalanan seperti ini mengandung arti meninggalkan yang lahir dan menuju ke yang batin. Namun demikian, pada akhirnya ujung perjalanan tersebut berupa kembalinya nabi kepada manusia dengan maksud mereformasi kehidupan manusia, dan memandu kehidupan manusia ke jalan lurus.
Dalam bahasa Arab, ada dua kata untuk nabi: Nabi dan Rasul Secara harfiah, arti nabi adalah orang yang membawa kabar, sedangkan arti rasul adalah utusan. Nabi membawa risalah Allah untuk manusia. Nabi menggali dan mengorganisasi kekuatan manusia yang terpendam. Nabi mengajak manusia untuk berpaling kepada Allah dan untuk mewujudkan apa yang diridai-Nya: Perdamaian, kebajikan, non-kekerasan, keadilan, kejujuran, kelurusan, cinta, keterbebasan dari segala yang berbau kekufuran, dan kebajikan-kebajikan lainnya. Nabi membebaskan umat manusia dari belenggu ketundukan kepada hawa nafsu dan Tuhan-tuhan palsu.
Dr. Iqbal, ketika menguraikan perbedaan antara nabi dan orang yang memiliki "pengalaman menyatu", mengatakan:
"Orang sufi tak mau kembali dari kedamaian, "pengalaman menyatua-nya.. Kalau pun dia kembali, dan ini memang harus, kembalinya dia itu tak berarti banyak bagi umat manusia pada umumnya. Kembalinya nabi bersifat kreatif. Nabi kembali untuk memasuki jalan waktu dengan maksud mengendalikan kekuatan-kekuatan sejarah. Karena itu, nabi menciptakan dunia ideal yang baru. Bagi orang sufi, kedamaian "pengalaman menyatu" merupakan sesuatu yang final. Bagi nabi, itu merupakan kesadaran atau kebangkitan di dalam dirinya dan leluasanya kekuatan-kekuatan psikologis, yang diperhitungkan untuk sepenuhnya mentransformasi dunia manusia." (The Reconstruction of Religious Thought in Islam, hal. 124)
4.  Ikhlas
Nabi percaya kepada Allah, dan tak pernah lalai dengan misi yang diamanatkan kepadanya oleh Allah. Nabi menunaikan tugasnya dengan sedemikian ikhlas. Tujuan nabi tak lain adalah membimbing umat manusia, seperti yang diperintahkan oleh Allah. Nabi tak minta upah untuk misinya.
Dalam Surah asy-Syu'arâ` diikhtisarkan apa yang dikatakan banyak nabi kepada kaum mereka. Tentu saja, setiap nabi membawa risalah untuk kaumnya. Dan risalah tersebut sesuai untuk problem-problem yang dihadapi kaumnya. Namun demikian, ada substansi yang diungkapkan dalam risalah setiap nabi. Setiap nabi berkata, "Aku tak menginginkan upah darimu." Karena itu, tulus merupakan salah satu watak khas nabi. Itulah sebabnya risalah para nabi selalu begitu tegas dan pasti. Para nabi merasa "diangkat", dan mereka sedikit pun tidak meragukan fakta bahwa mereka mendapat amanat berupa misi yang amat penting dan bermanfaat. Kemudian mereka menyampaikan risalah mereka, dan tanpa ragu membelanya dengan penuh kekuatan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Ketika Nabi Musa as dan saudaranya, Nabi Harun as menghadap Fir'aun, mereka sama sekali tak memiliki perlengkapan kecuali pakaian yang melekat di badan mereka dan tongkat kayu di tangan mereka. Mereka meminta Fir'aun agar menerima risalah mereka. Mereka mengatakan dengan pasti bahwa jika Fir'aun mau menerima risalah mereka, maka kehormatan Fir'aun akan terlindungi, dan kalau tidak, maka Fir'aun akan kehilangan pemerintahannya. Fir'aun terpesona dengan perkataan mereka.
Pada hari-hari pertama kenabiannya, ketika jumlah kaum Muslim tak lebih dari sepuluh orang, Nabi Muhammad saw suatu hari, yang dalam sejarah dikenal sebagai Hari Peringatan, mengumpulkan para senior Bani Hasyim, dan menyampaikan Risalahnya kepada mereka. Nabi saw dengan tegas mengatakan bahwa agamanya akan tersebar ke seluruh dunia, dan bahwa kalau mereka memeluk agamanya, maka hal itu adalah demi kepentingan mereka sendiri. Bagi mereka, kata-kata ini luar biasa. Mereka saling pandang dengan mata terbelalak. Kemudian mereka bubar tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
Ketika pamannya, Abu Thalib, menyampaikan kepadanya pesan dari kaum Quraisy, yang isinya bahwa kaum Quraisy mau memilihnya menjadi raja mereka, mau menikahkannya dengan putri suku yang paling cantik, dan menjadikannya orang yang terkaya di masyarakat mereka, asalkan dia tak lagi berdakwah, Nabi Muhammad saw menjawab bahwa dirinya tak akan mundur satu inci pun dari misi sucinya, sekalipun mereka meletakkan matahari di tangannya yang satu dan bulan di tangannya yang satunya lagi. Kemaksuman merupakan hasil wajib dari komunikasi nabi dengan Allah. Begitu pula, tulus dan teguh had juga merupakan ciri khas wajib dari kenabian.
5.   Konstruktif
Nabi mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya untuk maksud-maksud membangun, yaitu untuk mereformasi individu-individu dan masyarakat, atau dengan kata lain untuk mewujudkan kesejahteraan manusia. Mustahil kalau aktivitas para nabi merugikan individu-individu atau merugikan masyarakat luas. Karena itu, jika ajaran seseorang yang mengaku dirinya nabi berakibat kerusakan atau ketidaksenonohan, melumpuhkan kekuatan manusia, atau menyebabkan jatuhnya martabat masyarakat, maka itu merupakan bukti jelas bahwa dia adalah penipu.
Dalam kaitan ini, Dr. Iqbal dengan jitu mengatakan: "Cara lain untuk mengetahui nilai pengalaman religius nabi adalah mengkaji tipe manusia seperti apa yang berhasil diciptakannya, dan dunia budaya yang terbentuk dari roh risalahnya." (The Reconstruction of Religious Thought in Islam, hal. 124)
6.  Perjuangan dan Konflik
Perjuangan seorang nabi menentang penyembahan berhala, mitos, kebodohan, pikiran palsu dan tirani, merupakan tanda lain kebenaran seorang nabi. Mustahil kalau dalam risalah seseorang yang dipilih oleh Allah untuk menjadi nabi-Nya ada nada keberhalaan, nada yang mendukung tirani dan ketidakadilan, atau nada yang mentoleransi kemusyrikan, kebodohan, mitos, kekejaman atau kelaliman.
Tauhid, akal dan keadilan merupakan sebagian prinsip yang diajarkan oleh semua nabi. Risalah dari orang-orang yang mengajar-kan prinsip-prinsip ini sajalah yang patut dipertimbangkan, dan mereka sajalah yang dapat diminta untuk memberikan bukti atau mukjizat. Jika risalah yang disampaikan oleh seseorang mengandung unsur yang tak rasional atau bertentangan dengan prinsip-prinsip tauhid dan keadilan, atau mendukung tirani, maka risalah tersebut sama sekali tak patut dipertimbangkan. Dalam kasus seperti itu, sama sekali tak perlu memintanya untuk memberikan bukti yang memperkuat klaimnya. Begitu pula terhadap seorang penipu ulung yang berbuat dosa, yang melakukan kesalahan besar, atau yang tak mampu membimbing orang akibat mengidap cacat jasmani atau penyakit yang menjijikkan seperti lepra, atau akibat ajarannya tak memberikan dampak yang konstruktif pada kehidupan manusia. Andai saja penipu seperti itu memperlihatkan keajaiban, mustahil atau tak masuk akal untuk mengikutinya.
7.  Sisi Manusia
Para nabi, sekalipun memiliki banyak kemampuan supranatural, seperti maksum, mampu melakukan perbuatan mukjizat, mampu membimbing dan merekonstruksi, dan mampu melakukan perjuangan luar biasa menentang kemusyrikan, mitos dan tirani, namun tetap manusia juga. Mereka, seperti manusia lainnya, makan, tidur, berketurunan dan akhirnya meninggal dunia. Pada diri mereka juga ada semua kebutuhan dasar manusiawi. Mereka berkewajiban menunaikan tugas-tugas agama seperti orang lain. Seperti orang lain, mereka juga tunduk kepada semua hukum agama yang disampaikan melalui mereka. Terkadang mereka bahkan memiliki tugas tambahan. Salat tahajud yang sunah bagi orang lain, wajib bagi Nabi Suci saw.
Para nabi tak pernah merasa diberi kebebasan untuk tidak mengikuti perintah agama. Dibanding orang lain, mereka justru jauh lebih takwa dan jauh lebih beribadah kepada Allah. Mereka melakukan salat, berpuasa, melakukan perang suci, membayar zakat, dan bersikap baik had kepada manusia. Para nabi bekerja keras untuk mendapatkan kesejahteraannya sendiri, dan juga untuk mewujudkan kesejahteraan bagi manusia. Di kala hidup, para nabi tak pernah menjadi beban bagi siapa pun.
Wahyu dan sifat-sifat khas yang berkaitan dengan wahyu, merupakan satu-satunya pembeda antara nabi dan non-nabi. Kenyataan bahwa nabi menerima wahyu tidak menaflkan kemanusiaan nabi. Kenyataan tersebut justru menjadikan nabi sebagai model "manusia sempuma". Itulah sebabnya nabi sedemikian tepat untuk membimbing manusia.
8.  Nabi Membawa Syariat (Hukum) Tuhan
Pada umumnya ada dua golongan nabi. Golongan pertama, yaitu golongan kecil, adalah nabi-nabi yang mendapat syariat sendiri, yang diperintahkan untuk memberikan petunjuk kepada manusia dengan berbasiskan syariat. Al-Qur'an Suci menyebut para nabi ini dengan sebutan nabi-nabi "berjiwa besar atau berhati mulia." Kita tak tahu persis berapa jumlah mereka. Al-Qur'an Suci dengan tegas mengatakan telah menceritakan hanya kisah-kisah tentang sedikk nabi. Kalau saja kisah-kisah tentang semua nabi itu dicedtakan, atau setidaknya Al-Qur'an Suci menyatakan telah menceritakan kisah-kisah tentang semua nabi yang penting, tentu kita akan tahu jumlah nabi yang berjiwa besar atau berhati mulia itu. Namun, kita tahu bahwa Nuh as, Ibrahim as, Musa as, Isa as dan Nabi terakhir Muhammad saw, termasuk di antara nabi-nabi itu. Syariat diberikan kepada semua nabi yang berhati mulia dan berjiwa besar itu. Nabi-nabi ini diperintahkan untuk mendidik para pengikut mereka dengan berdasarkan syariat.
Golongan kedua, adalah nabi-nabi yang tidak memiliki syariat sendiri. Meski demikian, mereka ini diperintahkan untuk mendakwahkan syariat Tuhan yang sudah ada. Kebanyakan nabi termasuk dalam golongan ini. Dalam golongan ini terdapat nama-nama seperti Hud as, Saleh as, Luth as, Ishaq as, Ya'qub as, Yusuf as, Syu'aib as, Harun as, Zakaria as dan Yahya as.


C.    KESIMPULAN
          Dari konsepsi tauhid tentang dunia dan manusia lahir keyakinan kepada wahyu dan kenabian. Kalau meyakini wahyu dan kenabian, maka meyakini pula universalitas petunjuk Allah. Prinsip petunjuk universal merupakan bagian dari konsepsi tauhid tentang dunia, dan konsepsi ini diajukan oleh Islam. Karena Allah SWT wajib ada sendiri dalam setiap hal dan Maha Pemurah, maka Dia memberikan karunia-Nya kepada setiap wujud sesuai dengan kemampuan masing-masing wujud, dan membimbing setiap wujud dalam perjalanan evolusionernya. Yang dibimbing oleh Allah adalah segala sesuatu, dari partikel yang sangat kecil sampai bintang yang sangat besar, dan dari wujud tak bernyawa yang paling rendah sampai wujud bernyawa yang paling tinggi yang kita ketahui, yaitu manusia. Itulah sebabnya Al-Qur'an Suci menggunakan kata "wahyu" dalam hubungannya dengan bimbingan untuk wujud inorganis, tanaman dan binatang. Penggunaan kata "wahyu" ini persis seperti ketika Al-Qur'an Suci menggunakannya dalam hubungannya dengan bimbingan untuk manusia.
Untuk menjaga kemaslahatan dakwah kenabian maka seseorang yang menjadi Nabi mesti memiliki ciri-ciri tertentu.
  1. Menjaga kesucian diri (maksum), karena ia merupakan pembimbing umat menuju kesucian diri, maka sudah selayaknya dirinya terlebih dahulu memiliki kesucian tersebut.
  2. Memiliki ilmu yang sempurna. Hal ini karena para nabi membimbing manusia untuk mengenal dirinya dan alam sekitarnya sehingga dapat menjalani evolusi diri menuju kesempurnaan.
  3. Keturunan orang baik. Hal ini penting sebagai kebaikan bagi dakwah rasul (maslahat al-dakwah), karena silsilah para Nabi dan hubungan orang tuanya (perkawinan) menjadi penting bagi para nabi yang juga hidup dalam keluarga layaknya manusia umumnya.
  4. Memiliki fisik yang bagus, karena nabi diutus untuk mendekati manusia, karenanya hal-hal yang membuat dirinya secara fisik dijauhi dan dihina oleh manusia tidaklah layak ada pada diri nabi, seperti penyakit fisik yang parah, cacat, dan lainnya.
  5. Membawa syariat (wahyu), karena kenabian di utus untuk mengajak manusia kepada bimbingan ilahi, dan bimbingan ilahi tersebut dalam bentuk wahyu.
  6. Membawa bukti kenabian seperti mukjizat. Hal ini penting karena tidak semua orang senang dan mengikuti dakwah para Nabi, sehingga terkadang menolak dan menyerang Nabi. Begitu pula ada kalanya, hal-hal yang luar biasa menjadi bukti bagi masyarakat akan diri seorang Nabi, untuk itu mukjizat menjadi penting dalam pengutusan nabi

Demikian makalah yang dapat kami sampaikan Semoga Tulisan ini bisa bermanfaat untuk semua amin… Dan tentunya banyak kesalahan dan kurang tepat dalam penyusunan makalah ini, oleh karenanya kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dari semua pihak.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghazali, Muhammad. 2002. Syariat dan Akal dalam Perspektif Tradisi Pemikiran Islam. Jakarta: Lentera

Abu Zaid, Nasr Hamid. 2005. Tekstualitas Al-Qur’an. Yogyakarta: LkiS

Yazdi, M.T. Mishbah. 2005. Iman Semesta. Jakarta: al-Huda

Muthahhari, Murtadha. 2003. Kumpulan Artikel Pilihan  Murtadha Muthahhari. Jakarta: Lentera

Haque, Ziaul. 2000. Wahyu dan Revolusi. Yogyakarta: LkiS

Thoha, Anis Malik. 2008. Konsep Nabi dan wahyu dalam Islam, Kumpulan Bahan Kuliah Islamic Wordlview. Surakarta: UMS

Nasution, Harun.1986 Akal dan Wahyu dalam Islam. Jakarta:  UIPress
Henri Shalahuddin, Serangan Terhadap Konsep Wahyu dan Tafsir di Zaman Modern, www.scribd.com, www.insist.net


No comments:

Post a Comment

ISTRI/WANITA SHOLIHAH

ISTRI/WANITA SHOLIHAH Wanita sholihah merupakan dambaan bagi setiap pria, maka sangatlah penting bagi setiap  pria yang hendak menikah...