Falsafah Puasa
الْحَمْدُ للهِ الَّذِي فَرَضَ صِيَامَ
رَمَضَانَ عَلَى أُمَّةِ خَيْرِ الْبَرِيَّةِ . كَمَا فَرَضَ الصِّيَامَ عَلَى
جَمِيْعِ الأَمَمِ الْمَاضِيَّةِ فِي الشَّرَائِعِ السَّمَاوِيَّةِ , وَأَنْزَلَ
فِيْهِ الْقُرْآنَ هُدًى لِلنَّاسِ وَرَحْمَةً لأُمَّةِ الإِسْلاَمِيَّةِ أَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ , وَ أَشْهَدُ أَنَّ
سَيِّدَنَا وَ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ وَحَبِيْبُهُ اللهُمَّ صَلِّ وَ
سَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ
هَدَاهُمُ اللهُ فَكَانُوْا قَادَةً مُتَوَاضِعِيْنَ , وَ أَئِمَّةً هُدَاةً
مُرْشِدِيْنَ , أَمَّا بَعْدُ :فَيَا عِبَادَ اللهِ " اِتَّقُوْا
اللهَ حَقَّ تَقْوَاهُ وَاهْتَدُوْا بِهُدَاهُ فَاِنَّهُ مَنْ يَهْدِى اللهُ
فَهُوَ الْمُهْتَدِى وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُرْشِدًا
Dasar hukum puasa Ramadhan.
Dasar hukum yang mewajibkan kepada kaum yang beriman untuk
mengerjakan puasa Ramadhan itu, dijelaskan dalam AlQuran :
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ
مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ(183)أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ
مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى
الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا
فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ
تَعْلَمُونَ(184)شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْءَانُ هُدًى
لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ
الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ
أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ
وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ(185)
Hai orang-orang
yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,
(yaitu) dalam beberapa hari
yang tertentu. Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam
perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari
yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang
berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu):
memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan
kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu
jika kamu mengetahui.
(Beberapa hari yang ditentukan itu
ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an
sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu
dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di
antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia
berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya
itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan
hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu,
supaya kamu bersyukur. (Al-Baqarah : 183-185).
Uraian yang lebih banyak dan terperinci mengenai soal puasa itu,
terutama tentang pelaksanaannya, diungkapkan dalam beberapa Hadits Nabi.
Ibadah yang enteng tapi bernilai.
Sidang Jum'at yang mulia !
Seperti juga halnya dengan ibadah2 Islam yang lain, maka dilihat
dari sudut keadaannya, sifatnya, pertumbuhannya, proses dan semangat
undang2nya, maka ibadah puasa itu boleh dikatakan enteng dan ringan. Masih
terlingkung dalam batas2 kemampuan yang sesuai dengan kodrat manusia
memikulnya, sedang nilai2 duniawi yang terkandung didalamnya, jauh lebih besar
dan banyak. Kita tidak perlu sebut lagi nilai2 ukhrawi yang terkandung
didalamnya, sebab seorang Mukmin percaya secara mutlak bahwa setiap ibadah
Islam adalah merupakan simpanan (investment) yang akan dipetik hasilnya dalam
kehidupan yang abadi, setelah kehidupan yang fana ini.
Perlu dijelaskan secara umum, bahwa setiap ibadah Islam, malah
setiap ketentuan yang disuruh (diperintahkan) Tuhan akan ada sesuatu keuntungan
yang nyata yang akan diterima, sebagaimana setiap larangan Tuhan disebabkan ada
kerugian (madharat) yang ditimbulkannya. Diperintahkan puasa itu, sebab
disamping pahala dihari akhirat kelak, maka dalam kehidapan di dunia ini
mendatangkan kebaikan (manfaat), baik dilihat dari sudut rohaniah dan jasmaniah
maupun ditinjau dari segi kemasyarakatan ( ijtimaiyah ) ,
Pemakaian estilah/perkataan "Kutiba".
Sebagai diterangkan tadi istilah atau kalimat yang dipakai dalam
mewajibkan mungerjakan puasa Ramadhan itu ialah kalimat Kutiba, terambil dari
kata kerja Kataba, Disebut pada ayat tsb. "Kutiba 'alaikumus shiyam".
Menurut ilmu bahasa, kalimat Kutiba itu dinamakan kata kerja yang
"tersembunyi", tidak kata-kerja yang "terang-tegas". Kalau
dipakai kata-kerja yang terang-tegas itu, kalimat itu seharusnya berbunyi
"Kataballahu alaikumus shiyam". Artinya, "Tuhan mewajibkan kepada
kamu mengerjakakn puasa".
Dengan memakai
kata-kerja yang "tersembunyi" itu, artinya tidak ditegaskan siapa
yang memerintahkannya, tetapi setiap Mukmin mengetahui bahwa yang memerintahkan
itu ialah Allah, maka tekanan (aksentuasi) dari perintah tersebut tidak
dirasakan terlalu berat.
Dalam
menggunakan susunan bahasa, mewajibkan ibadah puasa itu sudah dipergunakan
istilah/perkataan yang tidak terlalu berat (artinya : enteng ) .
Hakekatnya memang enteng.
Saudara2 kaum Muslimin yang budiman !
Jika dilihat lebih jauh dari keadaan dan sifat puasa yang
diperintahkan itu, hakekat pelaksanaannya memang enteng atau ringan, sebab
hanya menahan diri dari (a) makan, (b) minum dan (c) bersetubuh selama jangka
waktu kira-kira 12 jam diwaktu siang hari. Pelaksanaannya hanya meminta
pengorbanan membatasi kebutuhan hidup berdasar ukuran yang biasa. Sifatnya
ialah pengorbanan sedikit mengenai kebutuhan hidup.
Sebelum ayat yang memerintahkan wajib mengerjakan puasa itu
(Al-Baqarah: 183), sudah didahului oleh dua ayat dengan memakai
istilah,/kalimat Kutiba itu juga, yang melukiskan dua macam pengorbanan yang
pada waktunya harus diberikan oleh seorang Muslim.
Ayat2 yang dimaksudkan itu ialah ;
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ
بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْأُنْثَى بِالْأُنْثَى فَمَنْ عُفِيَ لَهُ
مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ
ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ
عَذَابٌ أَلِيمٌ(178)
Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan
orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan
hamba dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema`afan
dari saudaranya, hendaklah (yang mema`afkan) mengikuti dengan cara yang baik,
dan hendaklah (yang diberi ma`af) membayar (diat) kepada yang memberi ma`af
dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari
Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka
baginya siksa yang sangat pedih. (Al-Baqarah : 178).
كُتِبَ
عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ
لِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ(180)
Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di
antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang
banyak, berwasiat untuk ibu-bapa dan karib kerabatnya secara ma`ruf, (ini
adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. (Al-Baqarah : 180).
Ayat yang pertama adalah kewajiban yang meminta pengorbanan diri
(fisik), yaitu mengganti diri yang dibunuh dengan menyediakan diri sendiri yang
akan dibunuh, sebagai pembalasan (qishas) terhadap tindak-pidana itu. Sedang
ayat yang kedua melukiskan tentang pengorbanan harta, dalam situasi seperti
yang diterangkan pada ayat tersebut.
Sesudah digambarkan bahwa adakalanya dari seorang Mukmin diminta
pengorbanan fisik dan pengorbanan harta, maka tiga ayat setelah itu, yaitu pada
ayat yang mewajibkan puasa Ramadhan itu (Al-Baqarah 183), dipikulkan satu
kewajiban yang bersifat ibadah, yang jauh lebih enteng, yaitu hanya pengorbanan
membatasi kebutuhan hidup. Susunan yang demikian menumbuhkan kesan dan
kesadaran tentang ringannya pelaksanaan puasa itu.
Dengan didahului oleh pengorbanan fisik dan pengorbanan harta yang
dilukiskan pada ayat2 tersebut, maka dengan sendirinya pengorbanan pelaksanaan
puasa itu, dianggap dan dirasakan enters;.
Unsur2 lain yang mengentengkan.
Setiap orang yang dipikulkan sate kewajiban, dan bersamaan dengan
itu diketahuinya pula bahwa kewajiban yang demikian telah dipikulkan juga
kepada orang2 (generasi) yang mendahuluinya, maka secara psikologis akan
terhunjam kedalam jiwanya sans kesan, bahwa kewajiban itu adalah suatu
kewajiban yang ringan.
Ditambah dengan menyebutkan waktunya "beberapa hari yang
tertentu" (tidak dipakai terang2 perkataan satu bulan (30 atau 29 hari),
ini juga secara kejiwaan semakin menambah perasaan ringan menerima kewajiban
tersebut.
Unsur dispensasi.
Keajiban mengerjakan ibadah puasa itu diberikan pula keentengan
kepada dua golongan, yaitu ;
(1) Orang2 yang sakit dan musafir (dalam perjalanan ). Mereka
diberikan keringanan (dispensasi) tidak mengerjakan puasa Ramadhan, tetapi
diwajibkan menggantinya dengan berpuasa pada hari yang lain, sejumlah berapa
hari yang ditinggalkan itu, tanpa denda.
(2) Orang2 yang tidak kuat melaksanakan puasa itu karena kondisi
badannya, seperti orang yang menderita penyakit yang berbahaya (maag, sakit
paru2) orang2 tua yang sudah lemah, kaum ibu yang sedang menyusukan anak, atau
sedang harnil, atau pekerja2 kasar, seperti di tambang-tanibang dll.
Kedua keringanan
atau pengecualian ini, semakin menambah unsur2 keentengan ibadah puasa itu.
Demikianlah hakekat ibadah puasa itu, dilihat dari sudut falsafat
dan hukum, yang memberikan satu kesimpulan bahwa ibadah puasa itu adalah ibadah
yang enteng pelaksanaannya, tapi mengandung nilai2 yang banyak, baik dalam kehidupan
di dunia maupun di akhirat.
Tinjauan dari sudut falsafat hukum puasa itu, diperkuat dengan
jaminan Ilahi sendiri yang menyatakan pada penutup ayat mengenai puasa itu :
"Tuhan tidak hendak menyusahkan kamu, tapi mau memberikan
kelapangan"
جَعَلَنَا اللهُ وَاِيَّاكُمْ مِّنَ
الْمُؤْمِنِيْنَ الْكَامِلِيْنَ الْمُؤَدِّيْنَ لِوَاجِبَاتِهِمْ مَعَ
الْمُخْلِصِيْنَ السَّائِلِيْنَ وَقُوْلُوْا اَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ
الَّذِي لاَاِلهَ اِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ وَاَتُوْبُ اِلَيْهِ فَيَا
فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَانَجَاةَ التَّائِبِيْنَ
Khutbah
Zakat Fitrah
الْحَمْدُ للهِ الَّذِى هَدَانَا إِِلَى
صِرَاطٍ مُسْتَقِيْمٍ دِيْنًا قِيَمًا مِلَّةَ اِبْرَاهِيْمَ حَنِيْفًا , بَعَثَ
بِهِ اِلَيْنَا سَيِّدَ وَلَدِ آدَمَ مُحَمَّدَ ابْنِ عَبْدِ اللهِ صَلَوَاتُ
اللهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِ فَفَتَحَ بِهِ اَعْيُنًا عُمْيًا وَآَذَانًا صُمًّا
وَقُلُوْبًا غُلْفًا اَخْرَجَ النَّاسَ بِهِ مِنَ الظُّلُمَاتِ اِلَى النُّوْرِ
مِنْ ظُلُمَاتِ الْجَهْلِ وَالشِّرْكِ اِلَى نُوْرِ الْعِلْمِ وَ التَّوْحِيْدِ ,
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ , وَ أَشْهَدُ
أَنَّ مُحَمَّدًاعَبْدُهُ و رَسُوْلُهُ , اللهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ وَ التَّابِعِيْنَ , أَمَّا
بَعْدُ , فَيآعِبَادَ اللهِ ! أُوْصِيْكُمْ وَ نَفْسِي أَوَّلاً بِتَقْوَىاللهِ
تَعَالَى وَ طَاعَتِهِ فِى كُلِّ وَقْتٍ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
Kewajiban menunaikan zakat fitrah.
Menjelang hari raya Iedul-Fitri tiap2 tahun, kaum Muslimin
diwajibkan menunaikan zakat fitrah. Kewajiban itu dipikulkan terhadap kaum
Muslimin secara menyeluruh, tanpa membeda-bedakan kedudukan, jenis dan usia.
Orang2 yang sudah menunaikan zakat fitrah itu dikwalifisir oleh
Tuhan sebagai orang yang memperoleh kemenangan. Tuhan menyatakan dalam Al-Quran
:
قَدْ
أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى(14)وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى(15)
Sesungguhnya beruntunglah
orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya,
lalu dia sembahyang.
( Al-A'la :
14-15).
Mengenai kewajiban mengeluarkan zakat fitrah itu, dijelaskan lagi
dalam satu Hadist :
فَرَضَ
رَسُوْلُ اللهِ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ
اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةَ الْمَسَاكِنِ
(رواه ابو داود وابن ماجه عن ابن عباس )
"Rasulullah telah memfardhukan zakat fitrah untuk mensucikan
orang-orang yang berpuasa dari segala perkataan yang keji dan buruk, yang
mereka lakukan selama berpuasa, dan untuk menjadi makanan bagi orang-orang yang
miskin".
Arti dan fungsi zakat fitrah.
Menurut ilmu bahasa, arti zakat ialah kesucian, sedang arti fitrah
ialah berbuka. Jadi, zakat fitrah itu alat mensucikan (pelumas) untuk
menghadapi periode berbuka, masa menempuh kehidupan yang biasa.
Adapun fungsi zakat fitrah itu, mengandung dua hal, seperti yang
dijelaskan pada Hadist yang diterangkan tadi.
Pertama, sebagai alat pembersihkan terhadap perkataan2 keji dan
kotor yang mungkin dilakukan selama berpuasa.
Kedua, untuk memberi makan kepada orang2 yang miskin, supaya mereka
bebas dari penderitaan lapar pada hari led itu. Jadi, mempunyai funksi sosial.
Mengenai funksi yang pertama itu dirumuskan oleh Waki bin Jarrah
sebagai berikut :
"Zakat fitrah pada akhir bulan Ramadhan itac tak obahnya
seperti sujud sahwi pada ibadcuh shalat. Sebagaimana sujud sahwi dapal
menyempurnakan kekurangan shalat yang terlupa melakukan salah satu rukunnya,
demikian pulalah zakat fitrah itis dapat menyempurnakan kekurangan yang terjadi
pada ibadah puasa". ("Fiqhus Zakat", oleh Yusuf al Qardhawy,
jilid 77 hal. 922).
Kewajiban menunaikan zakat fitrah.
Zakat fitrah itu diwajibkan kepada setiap orang Islam, baik
laki-laki maupun perempuan, kaya atau miskin, dewasa atau anak-anak, merdeka
atau budak dan lain-lain sebagainya. Ukurannya ialah, apabila dirumahnya
tersedia bahan makanan melebihi untuk keperluannya buat malam dan satu hari
ledul Fitri itu, sudah wajib baginya membayar zakat fitrah.
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa sedikit sekali jumlahnya
orang-orang yang bebas dari kewajiban membayar zakat fitrah itu, sebab
bagaimanapun kemiskinan seseorang, pada umumnya masih ada persediaan makanan
dirumahnya untuk keperluan malam dan satu hari led itu.
Adapun jumlah zakat fitrah itu yang wajib dibayarkan oleh tiap-tiap
individu (Muslim) itu ialah segantang bahan makanan, yaitu beras atau gandum
dan yang seumpamanya. Segantang bahan makanan kira-kira 21/4 Kg.
Hikmah zakat fitrah.
Sidang Jum'at yang rnulia !
Hikmah zakat fitrah itu dapat dilihat dari dua segi.
Pertama, dari segi perorangan (individu), kedzra, dari segi
kemasyarakatan. Dari sudut perorangan, zakat fitrah itu bersangkut paut secara
langsung dengan orang-orang yang melaksanakan ibadah puasa.
Seperti diketahui, puasa yang ideal dan sempurna (shiyamulkamil)
bukanlah semata-mata menahan/mengendalikan diri dari makan, minum dan kehidupan
seksuil, tapi harus pula menahan anggota-anggota badan yang lain, seperti
mulut, mata, mlinl;a, hidung, tangan, kaki dan lain-lain, dari
perbuatan-perbuatan yang mendatangkan dosa. Sebagai manusia biasa; mungkin
seseorang mengeluarkan kata-kata yang keji dan kotor ketika mengerjakan ibadah
puasa. Maka untuk membersihkan pada tingkat terakhir, diwajibkan menunaikan
zakat fitrah itu.
Adapun hikmah zakat fitrah dilihat dari sudut kemasyarakatan, ialah
untuk menjadikan hari raya berbuka (Iedul Fitri) sebagai hari bergembira dan bersukacita
yang bersifat umum dan merata, dirayakan oleh semua lapisan rakyat, baik yang
kaya maupun yang miskin. Dalam hubungan ini, Yusuf al Qardhawy menyatakan:
"Sudah selayaknyalah hari raya ledul Fitri itu chnikmati dan
dihayati oleh tiap-tiap anggota masyarakat. Tidaklah hari gembira umum ( massal
) namanya, kalau orang-orang yang miskin dan melarat melihat orang-orang yang
kaya makan makanan ying cita-lezat rasanya, sedang mereka tidak mempunyai
apa-apa pada hari itu."
Dengan hikmah yang demikianlah disyari'atkan zakat fitrah itu pada
tahun ke-II Hijrah, yang harus dibayarkan terutama sekali kepada orang-orang
yang miskin.
Yang berhak menerima zakat fi'thrah.
Siapakah yang berhak menerima zakat fitrah itu ?
Dalam hubungan ini, pendapat Ulama-ulama ada tiga macam, yaitu:
(1). Zakat fitrah itu diberikan kepada "Ashnaf yang 8"
yang disebutkan dalam Al-Quran, yaitu yang berhak menerima pembahagian zakat
harta -dan lain-lain. (Orang-orang fmkir, orangorang miskin, Amil, Muallaf,
Riqab, orang-orang yang berhutang, Sabilillah, Ibnus Sabil/Musafir). Inilah
pendapat yang masyhur dikalangan mazhab Syafi'i.
(2). Zakat fitrah itu dapat (boleh) dibagikan kepada "golongan
yang 8" itu, tapi harus diutamakan memberikannya kepada kaum fakir dan
miskin.
(3). Hanya kaum fakir miskin saja yang berhak menerimanya. Pendapat
ini dikuatkan oleh Ibnu Qaiyim dan Ibnu Taimiyah, dan didukung oleh
penganut-penganut mazhab Maliki. Alasan yang mereka kemukakan ialah Hadist yang
diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah, yang sudah diterangkan tadi, dimana
ditegaskan bahwa zakat fitrah tsb. ialah "untuk makanan bagi orang-orang
yang miskin" (thu'matan lil-masakin ).
Dalam prakteknya, yang banyak dilaksanakan dinegeri kita ini, ialah
cara yang kedua, yaitu mengutamakan memberikan zakat fitrah itu kepada fakir
dan miskin, tanpa- menutup pintu terhadap "ashnaf yang 8" atau salah
satu daripadanya.
Waktu pembayaran zakat fitrah.
Saudara2 kaum Muslimin yang terhormat !
Zakat fitrah itu harus selesai dibayarkan dan dibagi-bagikan kepada
yang berhak menerimanya sebelum dimulai shalat ledul Fitri, Apabila dibagikan
sesudah shalat led, maka hukumnya tidak sah sebagai zakat fitrah, tapi jatuh
menjadi sedekah biasa. Kewajiban zakat fitrah, itu masih tetap terpikul, tidak
mungkin lagi ditunaikan, sebab tidak ada sistim "ganti'' ( qadha )
mengenai zakat fitrah itu. Tak obahnya seperti orang yang lalai atau sengaja
meninggalkan salah satu waktu shalat, tidak bisa dibayar (qadha) pada waktu
yang lain. Dia harus mempertanggungjawabkannya kelak dimuka Mahkamah Ilahy.
Zakat Fitrah dan kemenangan,
Zakat fitrah tersebut ada hubungannya dengan soal kemenangan, baik
dilihat dari sudut pribadi maupun dari segi masyarakat (ijti'ma'iyah). Zakat
fitrah itu boleh dikatakan "kunci penutup" dari kemampuan dan kemenangan
seorang Mukmin mengendalikan hawa nafsunya, yang selama sebulan bersikap sabar,
disiplin, jujur, loyal dll. Dengan kemenangan itu, Mukmin yang bersangkutan
meningkat menjadi seorang yang taqwa, menjadi Muttaqien.
Dipandang dari segi kemasyarakatan, pelaksanaan zakat fitrah itu
adalah satu kemenangan dari realisasi pola ajaran marhamah dan mahabbah (lebih
luas dari sosialisme) yang menjadi salah satu ajaran pokok doktrin Islam,
dengan jalan menyantuni fakir miskin, kaum yang lemah dan dhu'afa', golongan "the
have not".
Marilah kita menunaikan zakat fitrah itu, untuk kepentingan Agama
dan masyarakat.
جَعَلَنَا
اللهُ وَاِيَّاكُمْ مِّنَ الْمُؤْمِنِيْنَ الْكَامِلِيْنَ الْمُؤَدِّيْنَ
لِوَاجِبَاتِهِمْ مَعَ الْمُخْلِصِيْنَ السَّائِلِيْنَ وَقُوْلُوْا اَسْتَغْفِرُ
اللهَ الْعَظِيْمَ الَّذِي لاَاِلهَ اِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ وَاَتُوْبُ
اِلَيْهِ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَانَجَاةَ التَّائِبِيْنَ
No comments:
Post a Comment