الْحَمْدُ
ِللهِ الّذِي خَلَقَنَا مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ
ثُمَّ مِنْ مُضْغَةٍ ثُمَّ
جَعَلْنَاخَلِيْفَةْ , أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ الَّذِي جَمَعَ الْقُلُوْبَ بِفَضْلِهِ وَ أَعْطَى كُلَّ شَيئٍ
خَلْقَهُ , وَ أَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ عَاشَ
لأُمَّتِهِ لاَ لِذَاتِهِ اللهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ وَ بَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ اتَّبَعُوْا الْحَقَّ وَ
سَارُوْا عَلَى هُدَاهُ
أَمَّا
بَعْدُ فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَ إِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ
فَازَ الْمُتَّقُوْنَ
Saudara kaum Muslimin yang mulia.
Dalam mengharungi samudera yang penuh gelombang bergulung gulung
ini, maka keadaan dan posisi manusia pada umumnya terbagi kepada dua macam.
Pertama disebut mempunyai “bintang terang”; kedua, mempunyai “bintang gelap.”
Orang yang mempunyai bintang terang itu, kelihatan mudah dan lancar
saja melalui jalanraya kehidupan ini. Apa saja yang dikerjakannya selalu
berhasil, atau sekurang-kurangnya tidak menemui kesulitan-kesulitan. Kalau dia
berniaga, senantiasa beruntung; jika dia bercocok tanam, tanamannya lekas
tumbuh. Orang yang demikian disebut mempunyai. “tangan dingin.”
Adapun orang orang yang mempunyai bintang gelap, hidupnya senantiasa
dilanda oleh kesulitan demi kesulitan. Tiap-tiap usaha yang dikerjakan selalu
gagal. Kalau berniaga, bukan saja mengalami rugi, tapi “termakan modal” pula,
bahkan dibalut lagi oleh hutang melilit. Jika menanam pohon, bibitnya tidak mau
tumbuh. Orang yang demikian disebut mempunyai “tangan panas.”
Jika ditinjau latar belakang dan sebab-sebab terjadinya hal yang
semacam itu, tentu saja hanyak faktor-faktornya.
Salah satu di antaranya, dilihat dari sudut wahyu Ilahi dan akidah
Islamiyah, diterangkan oleh Tuhan dalam Al Qur’an :
فَأَمَّا
مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى(5)وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى(6)فَسَنُيَسِّرُهُ
لِلْيُسْرَى(7)وَأَمَّا مَنْ بَخِلَ وَاسْتَغْنَى(8)وَكَذَّبَ
بِالْحُسْنَى(9)فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى(10)وَمَا يُغْنِي عَنْهُ مَالُهُ
إِذَا تَرَدَّى(11)
“Ada
orang-orang yang memberi (penyantun), orang-orang yang taqwa dan orang-orang
yang mengakui adanya (nilai-nilai) kebaikan, maka akan Kami gampangkan
kepadanya jalan yang mudah. Adapun orang- orang yang bakhil, orang-orang yang
merasa serba cukup dan orang- orang yang mendustakan (nilai-nilai) kebaikan,
maka akan Kami mudahkan kepadanya jalan yang sukar. Jika dia terjerumus, maka
harta bendanya tidak akan dapat menolongnya sedikitpun juga. “ (Al Lail :
5-11).
Pada ayat tersebut dikemukakan tiga macam faktor yang dapat
menunjukkan kepada manusia jalan keluar (way-out) dari kesulitan-kesulitan
kehidupan, dan tiga pula faktor-faktor lainnya yang membuat manusia selalu
terbentur ke jalan buntu dalam perjuangan hidup (struggle for life) ini.
Faktor-faktor itu pada pokoknya berkenaan dengan soal watak, sikap hidup,
akhlak dan kepribadian.
Baiklah kita uraikan secara singkat faktor yang membuat jalan
menjadi buntu.
Adapun unsur-unsur kepayahan (kesukaran) yang membuat manusia kandas
di jalan buntu, juga terdiri dari tiga hal atau sikap jiwa, yaitu :
(1). Bakhil.
Sifat bakhil itu ialah menutup “kran” nikmat dan karunia Ilahi untuk
obyek-obyek atau orang-orang yang diridlai Allah s.w.t. Dia sudah dikurniai
Allah rezeki dan harta benda yang cukup, tapi bersikap pelit menyumbangkan
harta kekayaannya itu untuk keperluan amal, kepentingan bersama, membantu
orang-orang miskin dan lain-lain sebagainya. Seorang ulama menyatakan, bahwa
yang bakhil ialah orang-orang yang tidak mau menyumbangkan harta-bendanya pada
jalan kebaikan, walaupun dia bersikap royal terhadap diri dan keluarganya
sendiri. Jadi, ukuran yang dipakai untuk menetapkan seseorang bakhil atau tidak
ialah sifat kepemurahannya menyantuni sesama manusia atau menyumbang untuk
kepentingan umum.
Sifat bakhil itu menjauhkan manusia kepada Allah dan sesama manusia.
Dalam salah satu Hadits, Rasulullah menyatakan :
الْبَخِيْلُ
بَعِيْدٌ مِنَ اللهِ , بَعِِيْدٌ مِنَ النَّاسِ , بَعِيْدٌ مِنَ الْجَنَّةِ وَ
قَرِيْبٌ مِنَ النَّارِ ( الحديث)
“Sifat bakhil itu menjauhkan manusia dari
Allah, jauh dari manusia, jauh dari sorga, dan mendekatkannya kepada neraka.
"
(2). Merasa serba cukup dengan dunia.
Kedua, ialah sikap jiwa merasa serba cukup dengan hartanya.
Orang orang yang mempunyai sifat demikian tidak mau tahu dan kenal
kepada orang lain. Ia merasa dalam segala hal cukup, malah berlebih-lebihan.
Tidak merasa tergantung kepada orang lain. Pangkatnya tinggi, uangnya banyak,
ilmunya cukup dan lain-lain sebagainya. Ia terlalu percaya kepada falsafat
hidup sebagian orang yang menyatakan :"Dengan uang, dunia dapat diatur dan
dikutak-kutikkan.
Akan tetapi, orang-orang yang mempunyai mental demikian satu-satu
waktu akan terbentur ke tembok yang tebal. Umpamanya, ketika dia ditimpa
mushibah, seperti kematian anak, kematian isteri dan lain-lain. Pada peristiwa
yang demikian tidak dapat diselesaikan dengan uang yang berpundi-pundi saja.
Tapi diperlukan sahabat yang mengulurkan tangan, kaum-keluarga yang akan
menghibur, dan semua ini tidaklah mungkin datang begitu saja tanpa menanam
"ubi" (baca : budi) lebih dahulu.
Pada saat itulah baru disadarinya tentang kekurangan dan
keterbatasan manusia, ketika saatnya sudah terlambat, sebab ibarat
peribahasa "nasi sudah menjadi
bubur."
Mendustakan nilai- nilai kebaikan.
Mendustakan nilai-nilai kebaikan sama artinya dengan kejahatan.
A Yusuf Ali dalam Tafsir "The Holy Qur'an" menyatakan,
bahwa ada tiga ciri-ciri yang menonjol dari setiap perbuatan kejahatan, yaitu antar
lain:
a) mementingkan diri sendiri dengan mengorbankan hak-hak dan
kepentingan orang lain;
b) congkak dan merasa dapat mencukupi kebutuhan diri sendiri
(self-sufficiency);
c) sengaja tidak menghargai kebenaran, bersikap dengki, dan selalu
melihat sesuatu yang baik dengan pandangan yang buruk.
Apabila manusia sudah dihinggapi oleh ketiga macam watak di atas,
yakni (1) bakhil; (2) merasa serba cukup; (3) jahat, maka hal yang demikian
akan memudahkan jalan kesukaran baginya. Artinya, mempercepat proses kemunduran
dan kehancurannya.
Pada penutup ayat Al Lail itu ditegaskan oleh Allah SWT. bahwa orang
yang sudah terjerumus ke dalam lembah kehancuran itu, tidak bisa ditolong lagi,
walaupun dia mempergunakan kekayaannya yang melimpah-limpah. Dia akan menderita
tekanan batin dalam kehidupan di dunia ini, dan dalam kehidupan di akhirat
kelak akan mendapat siksa yang dahsyat.
بَارَكَ اللهُ لِي وَ لَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ , وَ نَفَعَنِي وَ إِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنَ الآيَاتِ
وَ الذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَ تَقَبَّلَ مِنِّي وَ مِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ
هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ ,وَاسْتَغْفِرُ اللهَ لِى وَلَكُمْ وَلِوَالِدَيَّ
وَلِوَالِدِيْكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ
فَاسْتَغْفِرُوْهُ فَيَا فَوْزَ
الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَانَجَاةَ التَّائِبِيْنَ
الْخُطْبَةُ الثَّانِيَةُ لِلْجُمْعَةِ
الْحَمْدُ
للهِ الْمَنْعُوْتِ بِصِفَاتِ التَّنْزِيْهِ وَ الْكَمَالِ . وَ أَشْهَدُ أَنْ
لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ , وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ سَنِيُّ الْخِصَالِ .
اللهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ آلِهِ وَ صَحْبِهِ وَ
التَّابِعِيْنَ , عِبَادَ اللهْ , إِتَّقُوْا اللهَ فَإِنَّكُمْ عَلَيْهِ
تُعْرَضُوْنَ , وَ اعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ صَلَّى عَلَى نَبِيِّهِ فِي كِتَابِهِ
الْمَكْنُوْنِ , وَ أَمَرَكُمْ بِذَالِكَ فَأَكْثِرُوْا مِنَ الصَّلاَةِ عَلَيْهِ
تَكُوْنُوْا مِنَ الْفَائِزِِيْنَ . اللهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَيْهِ وَارْضَ
عَنِ الأَرْبَعَةِ الْخُلَفَاء, وَ بَقِيَّةِ الْعَشْرَةِ الْكِرَامِ , وَ آلِ
بَيْتِ نَبِيِّكَ الْمُصْطَفَى , وَ عَنْ الأَنْصَارِ وَ الْمُهَاجِرِيْنَ وَ
التَّابِعِيْنَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْن ,اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَ
الْمُسْلِمَاتِ وَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَ الْمُؤْمِنَاتِ , إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ
مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ رَبَّ الْعَالَمِيْنَ , وَ نَسْأَلُكَ اللهُمَّ دَوَامَ
الْعِنَايَةِ وَ التَأْيِيْدِ , لِحَضْرَةِ مَوْلاَنَا سُلْطَانِ الْمُسْلِمِيْنَ
, الْمُؤَيَّدِ بِالنَّصْرِ وَ التَّمْكِيْنِ , اللهُمَّ انْصُرْهُ وَ انْصُرْ
عَسَاكِرَهُ , وَ امْحَقْ بِسَيْفِهِ رِقَابَ الطَّائِفَةِ الْكَافِرَةِ , وَ
أَيِّدْ بِشَدِيْدِ رَأْيِهِ عِصَابَةَ الْمُؤْمِنِيْنَ , وَ اجْعَلْ بِفَضْلِكَ
هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا مُطْمَئِنَّا , وَ ارْفَعِ اللهُمَّ مَقْتَكَ وَ غَضَبَكَ
عَنَّا , وَ لاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا بِذُنُوْبِنَا مَنْ لاَ يَخَافُكَ وَ لاَ
يَرْحَمْنَا يَآ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ , اللهُمَّ إِيَّاكَ نَسْأَلُ فَلاَ
تُخَيِّبْنَا وَ إِلَيْكَ نَلْجَأُ فَلاَ تَطْرُدْنَا , وَ عَلَيْكَ نَتَوَكَّلُ
فَاجْعَلْنَا لَدَيْكَ مِنَ الْمُقَرَّبِيْنَ , إِلَهِي هَذَا حَالُنَا لاَ
يَخْفَى عَلَيْكَ فَعَامِلْنَا بِالْإِحْسَانِ إِذِ الْفَضْلُ مِنْكَ وَ إِلَيْكَ
, وَ اخْتِمْ لَنَا بِخَاتِمَةِ السَّعَادَةِ أَجْمَعِيْنَ
عِبَادَ
اللهِ , إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَ الإِحْسَانِ وَ إِيْتَاءِ ذِي
الْقُرْبَى وَ يَنْهَى عَنِ الْفَخْشَاءِ وَ الْمُنْكَرِ وَ الْبَغْيِ يَعِظُكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
No comments:
Post a Comment