Istri sholihah, sifat dan
keutamaanya
Apa yang sering diangankan
oleh kebanyakan laki-laki tentang mar’ah yang bakal menjadi pendamping
hidupnya? Cantik, kaya, punya kedudukan, karir bagus, dan baik pada suami.
Inilah keinginan yang banyak muncul. Sebuah keinginan yang lebih tepat disebut
angan-angan, karena jarang ada mar’ah yang memiliki sifat demikian. Kebanyakan
laki-laki lebih memperhatikan penampilan dzahir, sementara unsur akhlak dari mar’ah
tersebut kurang diperhatikan. Padahal akhlak dari pasangan hidupnya itulah yang
akan banyak berpengaruh terhadap kebahagiaan rumah tangganya.
Seorang muslim yang shalih,
ketika membangun mahligai rumah tangga maka yang menjadi dambaan dan
cita-citanya adalah agar kehidupan rumah tangganya kelak berjalan dengan baik,
dipenuhi mawaddah wa rahmah, sarat dengan kebahagiaan, adanya saling ta‘awun (tolong
menolong), saling memahami dan saling mengerti. Dia juga mendamba memiliki
istri yang pandai memposisikan diri untuk menjadi naungan ketenangan bagi suami
dan tempat beristirahat dari ruwetnya kehidupan di luar. Ia berharap dari rumah
tangga itu kelak akan lahir anak turunannya yang shalih yang menjadi qurratu
a‘yun (penyejuk mata) baginya.
Demikian harapan demi
harapan dirajutnya sambil meminta kepada Ar-Rabbul A‘la (Allah Yang Maha
Tinggi) agar dimudahkan segala urusannya. Namun tentunya apa yang menjadi
dambaan seorang muslim ini tidak akan terwujud dengan baik terkecuali bila mar’ah
yang dipilihnya untuk menemani hidupnya adalah mar’ah shalihah. Karena hanya mar’ah
shalihah yang dapat menjadi teman hidup yang sebenarnya dalam suka maupun lara,
yang akan membantu dan mendorong suaminya untuk taat kepada Allah Subhanahu wa
Ta'ala. Hanya dalam diri mar’ah shalihah tertanam aqidah tauhid, akhlak yang
mulia dan budi pekerti yang luhur. Dia akan berupaya ta‘awun dengan suaminya
untuk menjadikan rumah tangganya bangunan yang kuat lagi kokoh guna menyiapkan
generasi Islam yang diridhai Ar-Rahman.
Sebaliknya, bila yang
dipilih sebagai pendamping hidup adalah mar’ah yang tidak terdidik dalam agama dan
tidak berpegang dengan agama, maka dia akan menjadi duri dalam daging dan musuh
dalam selimut bagi sang suami. Akibatnya rumah tangga selalu sarat dengan
keruwetan, keributan, dan perselisihan. Istri seperti inilah yang sering
dikeluhkan oleh para suami, sampai-sampai ada di antara mereka yang berkata:
“Aku telah berbuat baik kepadanya dan memenuhi semua haknya namun ia selalu
menyakitiku.”
Duhai kiranya mar’ah itu
tahu betapa besar hak suaminya, duhai kiranya dia tahu akibat yang akan
diperoleh dengan menyakiti dan melukai hati suaminya….! Namun dari mana pengetahuan
dan kesadaran itu akan didapatkan bila dia jauh dari pengajaran dan bimbingan
agamanya yang haq? Wallahu Al-Musta‘an.
Keutamaan mar’ah shalihah, Abdullah
bin Amr radhiallahu 'anhuma meriwayatkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam :
الدُّنْيَا مَتاَعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَة
“Sesungguhnya dunia itu
adalah perhiasan2 dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah mar’ah shalihah.” (HR.
Muslim no. 1467)
Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda kepada Umar ibnul Khaththab radhiallahu 'anhu:
أَلاَ أُخْبِرَكَ بِخَيْرِ مَا يَكْنِزُ الْمَرْءُ، اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهَ وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهَ وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهَ
“Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan menyenangkannya3, bila diperintah4 akan mentaatinya5, dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya.” (HR. Abu Dawud no. 1417. Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah berkata dalam Al-Jami’ush Shahih 3/57: “Hadits ini shahih di atas syarat Muslim.”) Berkata Al-Qadhi ‘Iyyadh rahimahullah:
أَلاَ أُخْبِرَكَ بِخَيْرِ مَا يَكْنِزُ الْمَرْءُ، اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهَ وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهَ وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهَ
“Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan menyenangkannya3, bila diperintah4 akan mentaatinya5, dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya.” (HR. Abu Dawud no. 1417. Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah berkata dalam Al-Jami’ush Shahih 3/57: “Hadits ini shahih di atas syarat Muslim.”) Berkata Al-Qadhi ‘Iyyadh rahimahullah:
“Tatkala Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam menerangkan kepada para sahabatnya bahwa tidak berdosa mereka
mengumpulkan harta selama mereka menunaikan zakatnya, beliau memandang perlunya
memberi kabar gembira kepada mereka dengan menganjurkan mereka kepada apa yang
lebih baik dan lebih kekal yaitu istri yang shalihah yang cantik (lahir
batinnya) karena ia akan selalu bersamamu menemanimu. Bila engkau pandang
menyenangkanmu, ia tunaikan kebutuhanmu bila engkau membutuhkannya. Engkau
dapat bermusyawarah dengannya dalam perkara yang dapat membantumu dan ia akan
menjaga rahasiamu. Engkau dapat meminta bantuannya dalam keperluan-keperluanmu,
ia mentaati perintahmu dan bila engkau meninggalkannya ia akan menjaga hartamu
dan memelihara/mengasuh anak-anakmu.” (‘Aunul Ma‘bud, 5/57) Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah pula bersabda:
أَرْبَعٌ مِنَ السَّعَادَةِ: اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، وَالْمَسْكَنُ الْوَاسِعُ، وَالْجَارُ الصَّالِحُ، وَالْمَرْكَبُ الْهَنِيُّ. وَأَرْبَعٌ مِنَ الشّقَاءِ: الْجَارُ السّوءُ، وَاَلْمَرْأَةُ السُّوءُ، وَالْمَركَبُ السُّوءُ، وَالْمَسْكَنُ الضَّيِّقُ.
“Empat perkara termasuk dari
kebahagiaan, yaitu mar’ah (istri) yang shalihah, tempat tinggal yang luas/
lapang, tetangga yang shalih, dan tunggangan (kendaraan) yang nyaman. Dan empat
perkara yang merupakan kesengsaraan yaitu tetangga yang jelek, istri yang jelek
(tidak shalihah), kendaraan yang tidak nyaman, dan tempat tinggal yang sempit.”
(HR. Ibnu Hibban dalam Al-Mawarid hal. 302, dishahihkan Asy-Syaikh Muqbil dalam
Al-Jami’ush Shahih, 3/57 dan Asy-Syaikh Al Albani dalam Silsilah Al-Ahadits
Ash-Shahihah no. 282)
Ketika Umar ibnul Khaththab
radhiallahu 'anhu bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:
“Wahai Rasulullah, harta apakah yang sebaiknya kita miliki?” Beliau Shallallahu
'alaihi wa sallam,menjawab:
لِيَتَّخِذْ أَحَدُكُمْ قَلْبًا شَاكِرًا وَلِسَاناً ذَاكِرًا وَزَوْجَةً مُؤْمِنَةً تُعِيْنُ أَحَدَكُمْ عَلَى أَمْرِ الآخِرَة
لِيَتَّخِذْ أَحَدُكُمْ قَلْبًا شَاكِرًا وَلِسَاناً ذَاكِرًا وَزَوْجَةً مُؤْمِنَةً تُعِيْنُ أَحَدَكُمْ عَلَى أَمْرِ الآخِرَة
“Hendaklah salah seorang
dari kalian memiliki hati yang bersyukur, lisan yang senantiasa berdzikir dan
istri mukminah yang akan menolongmu dalam perkara akhirat.” (HR. Ibnu Majah no.
1856, dishahihkan Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Shahih Ibnu Majah no.
1505).
Cukuplah kemuliaan dan
keutamaan bagi mar’ah shalihah dengan anjuran Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam bagi lelaki yang ingin menikah untuk mengutamakannya dari yang
selainnya. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ ِلأََرْبَعٍ: لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا. فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Mar’ah itu dinikahi karena
empat perkara yaitu karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya,
dan karena agamanya. Maka pilihlah olehmu mar’ah yang punya agama, engkau akan
beruntung.” (HR. Al-Bukhari no. 5090 dan Muslim no. 1466)
Empat hal tersebut merupakan
faktor penyebabdipersuntingnya seorang mar’ah dan ini merupakan pengabaran
berdasarkan kenyataan yang biasa terjadi di tengah manusia, bukan suatu
perintah untuk mengumpulkan perkara-perkara tersebut, demikian kata Al-Imam
Al-Qurthubi rahimahullah. Namun dzahir hadits ini menunjukkan boleh menikahi mar’ah
karena salah satu dari empat perkara tersebut, akan tetapi memilih mar’ah
karena agamanya lebih utama. (Fathul Bari, 9/164)
Al-Hafidz Ibnu Hajar
rahimahullah berkata:
“(فَاظْفَرْ
بِذَاتِ الدِّيْنِ), maknanya: yang sepatutnya bagi seorang yang beragama
dan memiliki muruah (adab) untuk menjadikan agama sebagai petunjuk pandangannya
dalam segala sesuatu terlebih lagi dalam suatu perkara yang akan tinggal lama
bersamanya (istri). Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan
untuk mendapatkan seorang mar’ah yang memiliki agama di mana hal ini merupakan
puncak keinginannya.” (Fathul Bari, 9/164)
Al-Imam An-Nawawi
rahimahullah berkata:
“Dalam hadits ini ada
anjuran untuk berteman/ bersahabat dengan orang yang memiliki agama dalam
segala sesuatu karena ia akan mengambil manfaat dari akhlak mereka (teman yang
baik tersebut), berkah mereka, baiknya jalan mereka, dan aman dari mendapatkan
kerusakan mereka.” (Syarah Shahih Muslim, 10/52)
Sifat-sifat Istri Shalihah
Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman:
فَٱلصَّٰلِحَٰتُ
قَٰنِتَٰتٌ حَٰفِظَٰتٞ لِّلۡغَيۡبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُۚ
“Mar’ah (istri) shalihah
adalah yang taat lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada dikarenakan
Allah telah memelihara mereka.” (An-Nisa: 34)
Dalam ayat yang mulia di atas disebutkan di antara sifat mar’ah shalihah
adalah taat kepada Allah
dan kepada suaminya dalam
perkara yang ma‘ruf6 lagi memelihara dirinya ketika suaminya tidak berada di
sampingnya.
Asy-Syaikh Abdurrahman bin
Nashir As-Sa‘di rahimahullah berkata:
“Tugas seorang istri adalah menunaikan ketaatan kepada Rabbnya dan taat kepada suaminya, karena itulah Allah berfirman: “Mar’ah shalihah adalah yang taat,” yakni taat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, “Lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada.” Yakni taat kepada suami mereka bahkan ketika suaminya tidak ada (sedang bepergian, pen.), dia menjaga suaminya dengan menjaga dirinya dan harta suaminya.” (Taisir Al-Karimir Rahman, hal.177)
“Tugas seorang istri adalah menunaikan ketaatan kepada Rabbnya dan taat kepada suaminya, karena itulah Allah berfirman: “Mar’ah shalihah adalah yang taat,” yakni taat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, “Lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada.” Yakni taat kepada suami mereka bahkan ketika suaminya tidak ada (sedang bepergian, pen.), dia menjaga suaminya dengan menjaga dirinya dan harta suaminya.” (Taisir Al-Karimir Rahman, hal.177)
Ketika Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam menghadapi permasalahan dengan istri-istrinya
sampai beliau bersumpah tidak akan mencampuri mereka selama sebulan, Allah
Subhanahu wa Ta'ala menyatakan kepada Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam:
عَسَى رَبُّهُ إِنْ طَلَّقَكُنَّ أَنْ يُبْدِلَهُ أَزْوَاجًا خَيْرًا مِنْكُنَّ مُسْلِمَاتٍ مُؤْمِنَاتٍ قَانِتَاتٍ تآئِبَاتٍ عَابِدَاتٍ سآئِحَاتٍ ثَيِّبَاتٍ وَأَبْكَارًا
عَسَى رَبُّهُ إِنْ طَلَّقَكُنَّ أَنْ يُبْدِلَهُ أَزْوَاجًا خَيْرًا مِنْكُنَّ مُسْلِمَاتٍ مُؤْمِنَاتٍ قَانِتَاتٍ تآئِبَاتٍ عَابِدَاتٍ سآئِحَاتٍ ثَيِّبَاتٍ وَأَبْكَارًا
“Jika sampai Nabi
menceraikan kalian,7 mudah-mudahan Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan
istri-istri yang lebih baik daripada kalian, muslimat, mukminat, qanitat, taibat,
‘abidat, saihat dari kalangan janda ataupun gadis.” (At-Tahrim: 5)
Dalam ayat yang mulia di
atas disebutkan beberapa sifat istri yang shalihah yaitu:
Muslimat: mar’ah-mar’ah yang
ikhlas (kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala), tunduk kepada perintah Allah ta‘ala
dan perintah Rasul-Nya.
Mukminat: mar’ah-mar’ah yang membenarkan
perintah dan larangan Allah Subhanahu wa Ta'ala
Qanitat: mar’ah-mar’ah yang
taat
Taibat: mar’ah-mar’ah yang
selalu bertaubat dari dosa-dosa mereka, selalu kembali kepada perintah (perkara
yang ditetapkan) Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam walaupun harus
meninggalkan apa yang disenangi oleh hawa nafsu mereka.
‘Abidat: mar’ah-mar’ah yang
banyak melakukan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala (dengan mentauhidkannya
karena semua yang dimaksud dengan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala di
dalam Al-Qur’an adalah tauhid, kata Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma).
Saihat: mar’ah-mar’ah yang
berpuasa. (Al-Jami‘ li Ahkamil Qur’an, 18/126-127, Tafsir Ibnu Katsir, 8/132)
Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam menyatakan:
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا، قِيْلَ لَهَا: ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْت
“Apabila seorang mar’ah
shalat lima waktu, puasa sebulan (Ramadhan), menjaga kemaluannya dan taat
kepada suaminya, maka dikatakan kepadanya: Masuklah engkau ke dalam surga dari
pintu mana saja yang engkau sukai.” (HR. Ahmad 1/191, dishahihkan Asy-Syaikh Al
Albani rahimahullah dalam Shahihul Jami’ no. 660, 661)
Dari dalil-dalil yang telah
disebutkan di atas, dapatlah kita simpulkan bahwa sifat istri yang shalihah
adalah sebagai berikut:
Mentauhidkan Allah Subhanahu
wa Ta'ala dengan mempersembahkan ibadah hanya kepada-Nya tanpa menyekutukan-Nya
dengan sesuatupun.
Tunduk kepada perintah Allah
Subhanahu wa Ta'ala, terus menerus dalam ketaatan kepada-Nya dengan banyak
melakukan ibadah seperti shalat, puasa, bersedekah, dan selainnya. Membenarkan
segala perintah dan larangan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Menjauhi segala perkara yang
dilarang dan menjauhi sifat-sifat yang rendah.
Selalu kembali kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala dan bertaubat kepada-Nya sehingga lisannya senantiasa
dipenuhi istighfar dan dzikir kepada-Nya. Sebaliknya ia jauh dari perkataan
yang laghwi, tidak bermanfaat dan membawa dosa seperti dusta, ghibah, namimah,
dan lainnya.
Menaati suami dalam perkara
kebaikan bukan dalam bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan
melaksanakan hak-hak suami sebaik-baiknya.
Menjaga dirinya ketika suami
tidak berada di sisinya. Ia menjaga kehormatannya dari tangan yang hendak
menyentuh, dari mata yang hendak melihat, atau dari telinga yang hendak
mendengar. Demikian juga menjaga anak-anak, rumah, dan harta suaminya.
Sifat istri shalihah lainnya bisa kita rinci berikut ini berdasarkan
dalil-dalil yang disebutkan setelahnya:
1. Penuh kasih sayang, selalu
kembali kepada suaminya dan mencari maafnya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda :
أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِنِسَائِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ؟ اَلْوَدُوْدُ الْوَلُوْدُ الْعَؤُوْدُ عَلَى زَوْجِهَا، الَّتِى إِذَا غَضِبَ جَاءَتْ حَتَّى تَضَعَ يَدَهَا فِي يَدِ زَوْجِهَا، وَتَقُوْلُ: لاَ أَذُوقُ غَضْمًا حَتَّى تَرْضَى
“Maukah aku beritahukan kepada kalian, istri-istri
kalian yang menjadi penghuni surga yaitu istri yang penuh kasih sayang, banyak
anak, selalu kembali kepada suaminya. Di mana jika suaminya marah, dia
mendatangi suaminya dan meletakkan tangannya pada tangan suaminya seraya
berkata: “Aku tak dapat tidur sebelum engkau ridha.” (HR. An-Nasai dalam
Isyratun Nisa no. 257. Silsilah Al-Ahadits Ash Shahihah, Asy-Syaikh Al Albani
rahimahullah, no. 287)
2. Melayani suaminya (berkhidmat kepada suami)
seperti menyiapkan makan minumnya, tempat tidur, pakaian, dan yang semacamnya.
3. Menjaga rahasia-rahasia
suami, lebih-lebih yang berkenaan dengan hubungan intim antara dia dan
suaminya.Asma’ bintu Yazid radhiallahu 'anha menceritakan dia pernah berada di
sisi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika itu kaum lelaki dan mar’ah
sedang duduk. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya: “Barangkali ada
seorang suami yang menceritakan apa yang diperbuatnya dengan istrinya (saat
berhubungan intim), dan barangkali ada seorang istri yang mengabarkan apa yang
diperbuatnya bersama suaminya?” Maka mereka semua diam tidak ada yang menjawab.
Aku (Asma) pun menjawab: “Demi Allah! Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka
(para istri) benar-benar melakukannya, demikian pula mereka (para suami).”
Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
فَلاَ تَفْعَلُوا، فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِثْلُ الشَّيْطَانِ لَقِيَ شَيْطَانَةً فِي طَرِيْقٍ فَغَشِيَهَا وَالنَّاسُ يَنْظُرُوْنَ
فَلاَ تَفْعَلُوا، فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِثْلُ الشَّيْطَانِ لَقِيَ شَيْطَانَةً فِي طَرِيْقٍ فَغَشِيَهَا وَالنَّاسُ يَنْظُرُوْنَ
“Jangan lagi kalian lakukan, karena yang
demikian itu seperti syaithan jantan yang bertemu dengan syaitan betina di
jalan, kemudian digaulinya sementara manusia menontonnya.” (HR. Ahmad 6/456,
Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Adabuz Zafaf (hal. 63) menyatakan ada
syawahid (pendukung) yang menjadikan hadits ini shahih atau paling sedikit
hasan)
4. Selalu berpenampilan yang
bagus dan menarik di hadapan suaminya sehingga bila suaminya memandang akan
menyenangkannya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أَلاَ أُخْبِرَكَ بِخَيْرِ مَا يَكْنِزُ الْمَرْءُ، اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهَ وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهَ وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهَ
“Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan menyenangkannya, bila diperintah akan mentaatinya dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya”. (HR. Abu Dawud no. 1417. Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah berkata dalam Al-Jami’ush Shahih 3/57: “Hadits ini shahih di atas syarat Muslim.”)
أَلاَ أُخْبِرَكَ بِخَيْرِ مَا يَكْنِزُ الْمَرْءُ، اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهَ وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهَ وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهَ
“Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan menyenangkannya, bila diperintah akan mentaatinya dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya”. (HR. Abu Dawud no. 1417. Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah berkata dalam Al-Jami’ush Shahih 3/57: “Hadits ini shahih di atas syarat Muslim.”)
5. Ketika suaminya sedang
berada di rumah (tidak bepergian/ safar), ia tidak menyibukkan dirinya dengan
melakukan ibadah sunnah yang dapat menghalangi suaminya untuk istimta‘
(bernikmat-nikmat) dengannya seperti puasa, terkecuali bila suaminya
mengizinkan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Tidak halal bagi seorang istri berpuasa
(sunnah) sementara suaminya ada (tidak sedang bepergian) kecuali dengan
izinnya”. (HR. Al-Bukhari no. 5195 dan Muslim no. 1026)
6. Pandai mensyukuri
pemberian dan kebaikan suami, tidak melupakan kebaikannya, karena Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda: “Diperlihatkan neraka kepadaku,
ternyata aku dapati kebanyakan penghuninya adalah kaum mar’ah yang kufur.” Ada
yang bertanya kepada beliau: “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau
menjawab: “Mereka mengkufuri suami dan mengkufuri (tidak mensyukuri)
kebaikannya. Seandainya salah seorang dari kalian berbuat baik kepada seorang
di antara mereka (istri) setahun penuh, kemudian dia melihat darimu sesuatu
(yang tidak berkenan baginya) niscaya dia berkata: “Aku tidak pernah melihat
darimu kebaikan sama sekali.” (HR. Al-Bukhari no. 29 dan Muslim no. 907) Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam juga pernah bersabda:
لاَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَى امْرَأَةٍ لاَ تَشْكُرُ لِزَوْجِهَا وَهِيَ لاَ تَسْتَغْنِي عَنْهُ
“Allah tidak akan melihat kepada seorang istri
yang tidak bersyukur kepada suaminya padahal dia membutuhkannya.” (HR. An-Nasai
dalam Isyratun Nisa. Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 289)
7. Bersegera memenuhi ajakan suami untuk memenuhi
hasratnya, tidak menolaknya tanpa alasan yang syar‘i, dan tidak menjauhi tempat
tidur suaminya, karena ia tahu dan takut terhadap berita Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا مِنْ رَجُلٍ يَدْعُو امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَتَأْبَى عَلَيْهِ إِلاَّ كَانَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ سَاخِطًا عَلَيْهَا حَتَّى يَرْضَى عَنْهَا
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak (enggan) melainkan yang di langit murka terhadapnya hingga sang suami ridha padanya.” (HR. Muslim no.1436)
إِذَا بَاتَتِ الْمَرْأَةُ مُهَاجِرَةً فِرَاشَ زَوْجِهَا لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تَرْجِعَ
“Apabila seorang istri bermalam dalam keadaan
meninggalkan tempat tidur suaminya, niscaya para malaikat melaknatnya sampai ia
kembali (ke suaminya).” (HR. Al-Bukhari no. 5194 dan Muslim no. 1436)
Demikian yang dapat kami sebutkan dari
keutamaan dan sifat-sifat istri shalihah, mudah-mudahan Allah Subhanahu wa
Ta'ala memberi taufik kepada kita agar dapat menjadi mar’ah yang shalihah,
amin.
No comments:
Post a Comment