BENARKAH Alexander Agung ADALAH Dzul
Qarnain ?
Dzul Qarnain mendapat dua anugerah Allah yang
tidak sembarang orang mendapatkannya, yaitu mendapat petunjuk untuk menempuh
jalan-jalan keberhasilan sekaligus ia diberi kemampuan untuk menempuhnya. Maka
jadilah ia seorang raja dengan kekuatan besar, mampu menaklukkan banyak
wilayah, bahkan sampai ke belahan dunia yang demikian jauh. Dzul
Qarnain adalah seorang raja yang shalih. Allah menganugerahinya jalan yang
menumbuhkan kekuatan kerajaannya dan kemenangan-kemenangan yang belum pernah
diberikan kepada siapapun selainnya. Allah menyebutkan sejarah hidupnya yang
menarik, kasih sayangnya, kekuatan dan luasnya kerajaan yang dipimpinnya hingga
ke belahan bumi timur dan barat
Selama ini banyak orang salah pahami
bahwa Dzul Qarnain adalah Alexander
Agung atau Alexander The Great, seorang penakluk asal Macedonia. Padahal yang
dimaksud dalam Al-Qur’an, Dzul Qarnain adalah seorang shalih yang hidup di masa Nabi
Ibrahim ‘alaihissalam, bukan seorang kafir yang merupakan anak didik filosof
Yunani, Aristoteles. Berikut ini kami nukilkan penjelasan Al-Hafizh Ibnu Hajar
rahimahullahu dalam Fathul Bari tentang Dzul Qarnain .
Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu membawakan kisah Dzul Qarnain dalam Kitabul Fitan bab Qishshatu Ya`juj wa
Ma`juj dalam Shahih-nya, sebelum bab Qaulullah ta’ala Wattakhadza Ibrahima
Khalilan. Hal ini merupakan isyarat untuk melemahkan pendapat yang mengatakan
bahwa Dzul Qarnain yang disebut dalam
Al-Qur`an adalah Iskandar Al-Yunani (Alexander Agung1). Karena Iskandar2
Al-Yunani hidup pada masa yang berdekatan dengan zaman Nabi ‘Isa ‘alaihissalam.
Padahal perbedaan masa antara Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan Nabi ‘Isa lebih
dari 2.000 tahun. Dan yang nampak, Iskandar yang akhir ini dijuluki Dzul
Qarnain juga untuk menyamakannya dengan
Iskandar yang pertama, dari sisi luasnya kerajaan dan kekuasaannya atas banyak
negeri. Atau, ketika Iskandar yang kedua ini menaklukkan Persia serta membunuh
raja mereka, maka dua kerajaan yang luas –Persia dan Romawi– berada di bawah
kekuasaannya, sehingga dia dijuluki dengan Dzul Qarnain (yang memiliki dua tanduk).
Dan yang benar, Dzul Qarnain yang
Allah Subhanahu wa Ta’ala sebutkan kisahnya dalam Al-Qur`an adalah yang
pertama. Perbedaan antara keduanya bisa dilihat dari beberapa sisi:
1. Hal yang telah saya
sebutkan di atas (yaitu perbedaan masa). Yang menunjukkan bahwa Dzul Qarnain lebih dahulu masanya (daripada Alexander)
adalah apa yang diriwayatkan oleh Al-Fakihi dari jalan ‘Ubaid bin ‘Umair
–seorang tabi’in kibar (senior)– bahwa Dzul Qarnain menunaikan haji dengan berjalan kaki. Hal ini
kemudian didengar oleh Ibrahim ‘alaihissalam, sehingga beliau menemuinya. Juga
yang diriwayatkan dari jalan ‘Atha` dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma
bahwasanya Dzul Qarnain masuk ke
Masjidil Haram lalu mengucapkan salam kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan
menjabat tangan beliau. Dan dikatakan bahwa dialah orang yang pertama kali
melakukan jabat tangan. Juga dari jalan ‘Utsman bin Saj bahwasanya Dzul Qarnain
meminta kepada Nabi Ibrahim
‘alaihissalam untuk mendoakannya. Nabi Ibrahim ‘alaihissalam lalu menjawab:
“Bagaimana mungkin, sedangkan kalian telah merusak sumurku?” Dzul Qarnain berkata: “Itu terjadi di luar perintahku.”
Maksudnya, sebagian pasukannya melakukannya tanpa sepengetahuannya. Ibnu Hisyam
menyebutkan dalam At-Tijan bahwa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berhukum kepada Dzul
Qarnain pada suatu perkara, maka dia pun
menghukumi perkara itu. Ibnu Abi Hatim juga meriwayatkan dari jalan Ali bin
Ahmad bahwa Dzul Qarnain datang ke
Makkah serta mendapati Ibrahim dan Ismail ‘alaihissalam sedang membangun
Ka’bah. Dia kemudian bertanya kepada mereka berdua. (Nabi Ibrahim menjawab):
“Kami adalah dua orang hamba yang diperintah.” Dzul Qarnain bertanya: “Siapa yang menjadi saksi bagi
kalian?” Maka berdirilah lima akbasy dan bersaksi. Dzul Qarnain lalu berkata: “Kalian telah benar.” Dia (Ali
bin Ahmad) berkata: “Aku kira, akbasy yang disebutkan itu adalah bebatuan, dan
mungkin saja berupa kambing.” Riwayat-riwayat ini saling menguatkan satu sama
lain.
2. Al-Fakhrurrazi dalam
tafsirnya berkata: “Dzul Qarnain adalah
seorang nabi, sedangkan Iskandar (yang kedua) adalah seorang kafir. Gurunya
adalah Aristoteles, dan Iskandar memerintah (negerinya) dengan perintah
Aristoteles, yang tidak diragukan lagi merupakan orang kafir.” Dan akan saya
sebutkan pembahasan apakah dia seorang nabi atau bukan.
3. Dzul Qarnain adalah orang Arab, sebagaimana akan kami
sebutkan nanti. Adapun Iskandar adalah orang Yunani. Bangsa Arab seluruhnya
merupakan keturunan Sam bin Nuh, menurut kesepakatan (ulama), meskipun terjadi
perbedaan pendapat apakah mereka semua dari keturunan Ismail atau bukan. Adapun
bangsa Yunani adalah keturunan Yafits bin Nuh menurut pendapat yang kuat.
Sehingga keduanya adalah orang yang berbeda. Syubhat bagi yang mengatakan bahwa
Dzul Qarnain adalah Iskandar, adalah
hadits yang diriwayatkan oleh Ath-Thabari dan Muhammad bin Rabi’ Al-Jaizi dalam
kitab Ash-Shahabah Alladzina Nazalu Mishr, dengan sanad yang di dalamnya ada
Ibnu Lahi’ah, bahwa seseorang bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam tentang Dzul Qarnain . Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan:
“Dia dari Romawi, lalu dia diberi anugerah kerajaan hingga ke Mesir. Dialah
yang membangun kota Iskandariyah (Alexandria). Setelah selesai, seorang
malaikat mendatanginya dan mengangkatnya ke langit dan berkata: ‘Lihat apa yang
ada di bawahmu.’ Dia menjawab: ‘Aku hanya melihat sebuah kota.’ Malaikat itu
berkata: ‘Itu adalah bumi seluruhnya. Hanya saja Allah Subhanahu wa Ta’ala
ingin memperlihatkan kepadamu. Dan sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
menjadikan kekuasaan untukmu di bumi. Maka lakukanlah perjalanan dan ajarilah
orang yang tidak tahu, perkokohlah orang yang berilmu’.” Bila saja riwayat ini
shahih, akan hilanglah perselisihan dalam hal ini. Namun riwayat ini lemah, wallahu
a’lam.
Dzul Qarnain Seorang Nabi? Ada yang
mengatakan bahwa dia adalah seorang nabi sebagaimana yang telah lalu. Hal ini
diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, dan ini
merupakan hal yang zhahir dari Al-Qur`an. Diriwayatkan oleh Al-Hakim dari
hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Aku tidak tahu, Dzul Qarnain itu nabi atau bukan.” Wahb menyebutkan dalam
Al-Mubtada` bahwa Dzul Qarnain adalah
seorang hamba yang shalih yang diutus kepada empat umat, dua umat terletak di
antara panjang bumi, sedangkan dua umat yang lain terletak di antara lebar
bumi. Umat tersebut adalah Nasik dan Munsik serta Ta`wil dan Hawil. Kemudian
Wahb menyebutkan kisah yang panjang yang dibawakan Ats-Tsa’labi dalam
tafsirnya. Az-Zubair menyebutkan pada permulaan kitab An-Nasab: Ibrahim ibnul
Mundzir menceritakan kepada kami, dari Abdul Aziz bin ‘Imran, dari Hisyam bin
Sa’d, dari Sa’id bin Abi Hilal, dari Al-Qasim bin Abi Bazzah dari Abu Thufail,
dia berkata: Aku mendengar Ibnul Kawwa berkata kepada ‘Ali bin Abi Thalib
radhiyallahu ‘anhu: “Kabarkan kepadaku, siapakah Dzul Qarnain itu?” ‘Ali radhiyallahu ‘anhu menjawab: “Dia
adalah seorang yang mencintai Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga Allah
Subhanahu wa Ta’ala pun mencintainya. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutusnya
kepada kaumnya, lalu mereka memukul qarn (tanduk) nya sekali pukul yang
menyebabkan kematiannya. Lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutusnya kembali
kepada mereka, namun mereka kembali memukul qarn (tanduk) nya sekali pukul yang
menyebabkan kematiannya. Lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala bangkitkan dia,
sehingga dia dinamakan Dzul Qarnain (yang memiliki dua tanduk). Namun Abdul ‘Aziz (salah seorang periwayat)
dha’if, tetapi periwayatannya dari Abu Thufail ini ada mutaba’ah
(pendukung)-nya. Diriwayatkan yang semisal ini oleh Sufyan bin Uyainah dalam
Jami’-nya dari Ibnu Abi Husain, dari Abu Thufail, dengan tambahan: “Dia tulus
kepada Allah l, sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala pun tulus kepadanya.” Di
dalamnya juga disebutkan: “Dia bukanlah seorang nabi ataupun malaikat.” Sanad
riwayat ini shahih, kami mendengarnya dalam Al-Ahadits Al-Mukhtarah karya
Al-Hafizh Adh-Dhiya`. Dalam riwayat di atas terdapat kejanggalan, di mana
disebutkan: “Dia bukanlah seorang nabi”, yang berlainan dengan ucapan beliau,
“Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutusnya kepada kaumnya.” Kecuali bila pengutusan
yang dimaksud bukanlah sebagai nabi. Dikatakan juga bahwa dia adalah seorang
raja, dan ini pendapat kebanyakan ulama. Dan telah berlalu hadits Ali yang
mengisyaratkan hal ini. Nama Dzul Qarnain
Para ulama berbeda pendapat tentang namanya. Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, juga diriwayatkan Az-Zubair dalam Kitabun Nasab, dari Ibrahim ibnul Mundzir dari Abdul ‘Aziz bin ‘Imran dari Ibrahim bin Ismail bin Abi Habibah dari Dawud ibnul Hushain dari Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata: “Dzul Qarnain adalah Abdullah bin Adh-Dhahhak bin Ma’d bin ‘Adnan.” Namun sanad riwayat ini lemah sekali, karena Abdul ‘Aziz dan gurunya (yakni Ibrahim bin Isma’il) dhaif. Riwayat ini juga berbeda dengan apa yang telah lewat bahwasanya Dzul Qarnain hidup pada zaman Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, bagaimana mungkin dia menjadi keturunannya? Terlebih lagi bila menurut pendapat yang menyatakan bahwa antara ‘Adnan dan Ibrahim ada 40 generasi atau lebih. Dikatakan juga bahwa namanya adalah Ash-Sha’b, dan ini yang dipastikan oleh Ka’b Al-Ahbar. Pendapat ini juga disebutkan Ibnu Hisyam dalam At-Tijan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Abu Ja’far bin Habib rahimahullahu berkata dalam kitab Al-Muhbar: “Namanya adalah Al-Mundzir bin Abil Qais, salah seorang raja Al-Hairah. Ibunya adalah Ma`u As-Sama`, Mawiyah bintu ‘Auf bin Jusyam. Beliau berkata juga: “Dikatakan juga bahwa namanya adalah Ash-Sha’b bin Qarn bin Hammal, salah seorang raja Himyar.” Ath-Thabari rahimahullahu menyatakan: “Namanya Iskandarus bin Philipus. Ada juga yang mengatakan Philipus. Dan Al-Mas’udi memastikan nama yang kedua.”3
Para ulama berbeda pendapat tentang namanya. Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, juga diriwayatkan Az-Zubair dalam Kitabun Nasab, dari Ibrahim ibnul Mundzir dari Abdul ‘Aziz bin ‘Imran dari Ibrahim bin Ismail bin Abi Habibah dari Dawud ibnul Hushain dari Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata: “Dzul Qarnain adalah Abdullah bin Adh-Dhahhak bin Ma’d bin ‘Adnan.” Namun sanad riwayat ini lemah sekali, karena Abdul ‘Aziz dan gurunya (yakni Ibrahim bin Isma’il) dhaif. Riwayat ini juga berbeda dengan apa yang telah lewat bahwasanya Dzul Qarnain hidup pada zaman Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, bagaimana mungkin dia menjadi keturunannya? Terlebih lagi bila menurut pendapat yang menyatakan bahwa antara ‘Adnan dan Ibrahim ada 40 generasi atau lebih. Dikatakan juga bahwa namanya adalah Ash-Sha’b, dan ini yang dipastikan oleh Ka’b Al-Ahbar. Pendapat ini juga disebutkan Ibnu Hisyam dalam At-Tijan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Abu Ja’far bin Habib rahimahullahu berkata dalam kitab Al-Muhbar: “Namanya adalah Al-Mundzir bin Abil Qais, salah seorang raja Al-Hairah. Ibunya adalah Ma`u As-Sama`, Mawiyah bintu ‘Auf bin Jusyam. Beliau berkata juga: “Dikatakan juga bahwa namanya adalah Ash-Sha’b bin Qarn bin Hammal, salah seorang raja Himyar.” Ath-Thabari rahimahullahu menyatakan: “Namanya Iskandarus bin Philipus. Ada juga yang mengatakan Philipus. Dan Al-Mas’udi memastikan nama yang kedua.”3
Al-Hamdani menyebutkan dalam kitab-kitab nasab bahwa namanya Hamyasa’, dan
kunyahnya adalah Abu Ash-Sha’b. Dia adalah (Hamyasa’) bin ‘Amr bin ‘Uraib bin
Zaid bin Kahlan bin Saba`. Dikatakan juga dia adalah (Hamyasa’) bin Abdullah
bin Qarin bin Manshur bin Abdullah ibnul Azd. Adapun pendapat Ibnu Ishaq yang
dibawakan Ibnu Hisyam, namanya adalah Marzaban bin Mardiyah atau Marziyah. Ibnu
Ishaq menyatakan dengan jelas bahwa Dzul Qarnain adalah Iskandar. Oleh karena itulah pendapat
ini masyhur di antara lisan manusia, karena kemasyhuran kitab As-Sirah karya
Ibnu Ishaq. Namun As-Suhaili menyatakan: “Yang nampak dari ilmu periwayatan
bahwa keduanya (Dzul Qarnain dan
Iskandar) adalah dua orang yang berbeda. Salah seorang (yakni Dzul Qarnain )
hidup sezaman dengan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan disebutkan bahwa Ibrahim
berhukum kepadanya dalam masalah sumur As-Sab’u di Syam, yang kemudian Dzul
Qarnain menghukuminya sebagai milik
Ibrahim. Adapun yang lain (yakni Iskandar) hidup berdekatan dengan zaman Nabi
Isa ‘alaihissalam. ” Aku (Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu) berkata:
“Yang lebih benar, bahwa yang disebutkan kisahnya dalam Al-Qur`an adalah yang pertama (yakni Dzul Qarnain ). Dalilnya adalah hadits yang disebutkan (Al-Bukhari rahimahullahu) tentang kisah Khidhir yang disebutkan dalam kisah Nabi Musa ‘alaihissalam, bahwa dia berada pada pendahuluan sebelum munculnya Dzul Qarnain . Sedangkan kisah Khidhir dengan Musa adalah sesuatu yang pasti, dan Musa ‘alaihissalam –dipastikan– hidup sebelum ‘Isa ‘alaihissalam.” (Diterjemahkan dengan beberapa perubahan dari Fathul Bari, 6/428-430, cet. Darul Hadits)
“Yang lebih benar, bahwa yang disebutkan kisahnya dalam Al-Qur`an adalah yang pertama (yakni Dzul Qarnain ). Dalilnya adalah hadits yang disebutkan (Al-Bukhari rahimahullahu) tentang kisah Khidhir yang disebutkan dalam kisah Nabi Musa ‘alaihissalam, bahwa dia berada pada pendahuluan sebelum munculnya Dzul Qarnain . Sedangkan kisah Khidhir dengan Musa adalah sesuatu yang pasti, dan Musa ‘alaihissalam –dipastikan– hidup sebelum ‘Isa ‘alaihissalam.” (Diterjemahkan dengan beberapa perubahan dari Fathul Bari, 6/428-430, cet. Darul Hadits)
a. Kami menggunakan kata
Agung bukan dengan maksud mengagungkannya, namun karena nama Alexander (Agung)
ini telah kental sebagai istilah sejarah. -red.
b. Nama Dzul Qarnain sendiri dalam Al-Qur’an dan hadits, tidak
disebutkan sebagai Iskandar Dzul Qarnain (dengan tambahan Iskandar). Sehingga tidak ada
dasarnya sama sekali, jika kemudian beranggapan bahwa Dzul Qarnain = Alexander
karena sekedar berdalil bahwa Iskandar merupakan Arabisasi dari kata Alexander.
(red.)
c. Tampaknya beliau (Ibnu Ishaq)
memang berpendapat bahwa Dzul Qarnain yang dimaksud adalah Alexander karena beliau
salah satu ulama yang meriwayatkan hadits dhaif tentang Alexander sebagaimana
telah disebut sebelumnya. Wallahu a’lam.
(Diambil dari Asyrathus Sa’ah hal. 381-382, karya Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabil)
1 Lihat Tartib Al-Qamus Al-Muhith (2/55) dan Lisanul ‘Arab (9/67).
2 Shahih Muslim, Kitabul Fitan wa Asyrathus Sa’ah (18/27-28, bersama Syarh An-Nawawi).
3 HR. Ath-Thabarani dalam Al-Ausath, sebagaimana dikatakan Al-Haitsami dalam Majma’ Az-Zawa`id (8/11) dan dia berkata: “Sebagiannya ada dalam Ash-Shahih. Dalam sanadnya ada Hakim bin Nafi’, dia dianggap tsiqah oleh Ibnu Ma’in namun dianggap lemah oleh selainnya. Adapun perawi lainnya tsiqah.”
No comments:
Post a Comment