Mengkaji Isra-Mi'raj dari berbagai
disiplin ilmu
Malam 27 Rajab adalah salah satu malam yang termasuk penting bagi ummat
Islam, karena pada malam itu Nabi Muhammad SAW diisra'kan dan dimi'rajkan oleh
Allah SWT.
Istilah isra yang artinya berjalan malam adalah bahasa Al Quran, sedangkan
istilah mi'raj yang artinya naik adalah istilah yang dipakai dalam Al Hadits.
Namun demikian walaupun mi'raj bukan bahasa Al Quran akan tetapi akar kata
tersebut yang dibentuk oleh huruf-huruf 'ain, ra, dan jim menjadi 'araja adalah
bahasa Al Quran. Peristiwa isra tercantum dalam Q.S Al Isra' ayat 1, sedangkan
peristiwa mi'raj tercantum dalam Q.S. An Najm ayat 13 - 18.
Dalam pembahasan ini tidaklah
sebagaimana yang lazim dibahas dalam ceramah-ceramah ataupun diskusi-diskusi
dalam peringatan isra'-mi'raj. Namun yang akan dibahas adalah sumber-sumber
informasi yang relevan dengan peristiwa isra-mi'raj. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa sumber informasi itu ada
tiga yaitu wahyu, alam dan sejarah.
Kita mulai dahulu dengan sumber informasi wahyu. Ini sangatlah relevan,
karena pristiwa penting tersebut disampaikan kepada ummat manusia oleh Allah
SWT melalui wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Jadi pembahasannya
pendek saja, artinya sampai di sini saja.
Bagaimana dengan sumber informasi alam? Ini perlu pembahasan yang lebih
panjang dari yang pertama. Untuk dapat mempelajari secara mendalam suatu
peristiwa dengan bersumberkan informasi dari alam haruslah memenuhi dua
persyaratan. Pertama, harus terbuka dan kedua harus berkesinambungan. Untuk
jelasnya, kita ambil contoh burung yang terbang di udara. Untuk dapat mempelajari
secara mendalam proses kepak sayap burung yang sementara terbang di udara,
haruslah mesti dapat disaksikan oleh semua orang, dapat diobservasi, dapat
diamati oleh semua orang yang berkepentingan dalam mempelajari secara mendalam
seluk-beluk kepak sayap burung yang mengudara itu. Inilah yang disebut dengan
terbuka. Kemudian burung itu selalu sanggup terbang pada waktu yang lalu, waktu
sekarang dan insya-Allah waktu yang akan datang. Ini disebut dengan berkesinambungan.
Tanpa kedua persyaratan itu, suatu peristiwa tidaklah dapat bersumber informasi
dari alam.
Bagaimana dengan peristiwa isra-mi'raj? Tidak terbuka, tidak dapat
disaksikan oleh siapapun, kecuali oleh Allah SWT dan para malaikat. Peristiwa
itu dapat kita ketahui karena diberitahu oleh Allah SWT melalui wahyu yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Tidak sama misalnya dengan peristiwa
photosynthesis, kita dapat mengetahuinya melalui wahyu, dan juga dapat amati oleh
para pakar yang berkepentingan untuk mempelajari secara mendalam perisitwa itu,
artinya terbuka bagi siapa saja yang berkepentingan dan yang mau. Kemudian,
peristiwa isra - mi'raj hanya berlaku satu kali dan pemegang peran hanya satu
orang yaitu Nabi Muhammad SAW. Artinya peristiwa ini tidak berkesinambungan.
Tidak sama misalnya dengan proses photosynthesis, berproses waktu lalu,
sekarang dan insya-Allah waktu yang akan datang. Kesimpulannya, alam sebagai
sumber informasi tidak dapat dilakukan untuk mempelajari secara mendalam proses
isra-mi'raj. Dan itu berarti proses isra- mi'raj tidak mungkin dapat dikaji
oleh sains.
Bagaimana dengan sumber informasi sejarah? Sumber informasi ini ada
kelemahannya, karena tidak eksak dalam arti sejarah dapat dimanipulasi,
dipalsukan oleh penulis sejarah. Hadits-hadits dalam arti sabda dan perbuatan
Nabi Muhammad SAW termasuk dalam sumber informasi sejarah ini. Hadis-hadispun
tidak luput dari pemalsuan. Orang yang mula-mula meletakkan dasar metode
pendekatan dalam menyaring hadits-hadits dari pencemaran pemalsuan hadits
adalah Imam Bukhari. Hadits-hadits yang luput dari pemalsuan yang disaring oleh
Imam Bukhari tersebut dikenal dengan Shahih Bukhari. Metode pendekatan yang
dipakai dalam menyaring hadis dari pencemaran pemalsuan, kemudian berkembang
menjadi disiplin ilmu tersendiri yang disebut dengan lmu Mushthalah Hadits.
Dalam metode ini fokusnya adalah antara lain, keberkesinambunganan yang
menyampaikan (sanad) dari Nabi Muhammad SAW sampai kepada perawi hadis
(misalnya Imam Bukahri), daya ingat dan inteligensia yang menyampaikan, akhlaq
mereka tercakup antara lain sikap, gaya hidup yang tidak urakan. Dan juga yang
tidak kurang pentingnya ialah sabda dan perbuatan Nabi Muhammad SAW bukan hanya
melalui satu jalur. Maksudnya pada waktu Rasulullah bersabda dan berbuat
disaksikan oleh banyak sahabat, dan setiap sahabat membentuk jalur informasi
yang disampaikan kepada perawi secara berkesinambungan. Artinya terdiri atas
banyak jalur sebanyak jumlah sahabat yang mendengar ucapan dan melihat
perbuatan Rasulullah sendiri. Dan setiap jalur terdapat sanad yang berkesinambungan.
Hadits yang demikian itulah yang disebut dengan hadits shahih. Walaupun
sanadnya itu berkesinambungan tetapi hanya ada satu jalur saja, hadits yang
demikian itu disebut hadits ahad. Hadits shahih adalah sumber sejarah yang
eksak, sedangkan hadits ahad tidak dapat dipandang sebagai sumber sejarah yang
eksak. *)
Dengan demikian hasil dari pembahasan ini adalah himbauan
kepada para muballigh dalam menyampaikan tabligh ataupun dalam mujadalah
tentang peristiwa isra-mi'raj, hendaknya tidaklah memakai sumber informasi dari
alam, dan juga tidak mengadakan perbandingan isra-mi'raj dengan proses yang
alamiyah. Yaitu dengan cara misalnya memberikan ilustrasi lalat naik kapal
terbang, sebagai perbandingan dengan Rasulullah naik buraq. Bukankah ini
terlalu naif, Rasulullah dibandingkan sebagai lalat, dan buraq dibandingkan
sebagai kapal terbang? Apakah ini tidak menurunkan derajat Rasulullah? Atau
dengan mengatakan Rasulullah mi'raj ke planet-planet, bukankah ini menurunkan
derajat Rasulullah dari seorang Nabi dan Rasul menjadi astronaut? Ingatlah bahwa
Nabi Muhammad Rasulullah SAW isra-mi'raj tidaklah menempuh alam yang berdimensi
ruang-waktu (space-time continuum) melainkan menempuh alam yang bebas dari
segala dimensi nisbi, dimensi yang tak sanggup akal manusia membayangkannya.
Inilah makna kalimah SUBHANA pada permulaan Q.S.AlIsra ayat 1
سُبۡحَٰنَ ٱلَّذِيٓ أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِۦ
لَيۡلٗا مِّنَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ إِلَى ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡأَقۡصَا ٱلَّذِي
بَٰرَكۡنَا حَوۡلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنۡ ءَايَٰتِنَآۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ
١
artinya: Maha Suci Yang mengisra'kan hambaNya pada suatu malam dari
Masjid-alHaram ke Masjid-alAqsaa, yang Kami telah berkati sekelilingnya, untuk
memperlihatkan sebagian dari ayat-ayat Kami, sesungguhnya Dia Maha Mendengar
dan Maha Melihat.
Maka sekali lagi dihimbau, terutama sekali dalam hal isra-mi'raj ini,
pakailah hanya dua sumber informasi: Wahyu dan sejarah yang eksak, yaitu Al
Quran dan Hadits Shahih. WaLlahu a'lamu bishshawab.
No comments:
Post a Comment