Tokoh ilmuwan Yunani Kuno vs Tokoh ilmuwan Muslim di Bidang Ilmu-Ilmu
Eksakta
Aljabar merupakan
cabang ilmu matematika yang ditemukan oleh Abu Abdullah Muhammad Ibn Musa al-Khwarizmi. Sebutan aljabar
sendiri diambil dari bahasa arab "al-jabr" yang memiliki makna
hubungan atau penyelesaian. Aljabar dapat didefinisikan sebagai suatu cabang
ilmu matematika yang mempelajari konsep atau prinsip penyederhanaan serta
pemecahan masalah dengan menggunakan simbol atau huruf tertentu. Sebagai
contoh, di dalam aljabar biasa digunakan huruf/simbol x yang mewakili nilai
dari suatu bilangan yang ingin dicari. Konsep Aljabar biasa digunakan oleh pakar
matematika di dalam proses pencarian pola dari suatu bilangan. Dalam pembahasan ini akan kami paparkan bagaimana hasil
pemikiran tokoh Ilmuwan Muslim dan Tokoh Ilmuwan Yunani tentang perkembangan
ilmu matematika.
Matematika bangsa Yunani Kuno terbentuk dari bahan-bahan
tradisi bangsa-bangsa Sumaria, Babilonia dan Mesir Kuno, demikian pula halnya
Ilmu Pengetahuan Alam/sains, yang asasnya hanya pada observasi saja. Ilmu Ukur
diperkembang oleh tokoh ilmuwan Yunani Kuno secara sistematis, dan mencapai
puncak kemajuannya dalam zaman Euclid. Namun dalam bidang matematika yang
lain yaitu ilmu hitung, tidak memperolah kemajuan. Tidak ada pertambahan
operasi, tetap hanya menambah, mengurang, mengali dan membagi saja. Dengan
demikian mereka itu hanya tetap berkisar dalam bilangan rasional saja. Hal ini
membawa akibat yang parah, ilmu hitung tidak dapat mengikuti perkembangan ilmu
ukur, sehingga ilmu ukur itu berjalan sendiri tanpa dukungan ilmu hitung. Ada
beberapa bagian dari Dialogue Plato (427 - 347 Seb.Miladiyah) yang menunjukkan
pemisahan itu mencapai puncaknya, artinya keduanya sudah terpisah sama sekali
dalam zaman Euclid.
Dengan demikian matematika di tangan bangsa Yunani Kuno pecah dua dalam
pengertian yang sebenar-benarnya. Ilmu ukur maju melesat ke depan meninggalkan
ilmu hitung jauh di belakang. Dengan demikian matematika di zaman Yunani kuno
tidak mungkin dapat dipakai untuk menunjang sains/ilmu pengetahuan alam dalam
hal menguji coba hasil penafsiran alam, sehingga sains hanya terpaku pada teori
yang sifatnya spekulatif. Maka asas Pendekatan Ilmiyah di zaman Yunani Kuno
terhenti hanya sampai penafsiran saja sebagai tahap lanjut dari
observasi.
***
Para Tokoh ilmuwan Muslim kuno di zaman keemasan Islam (abad 7 sampai abad
13 Miladiyah) berhasil memperkembang ilmu ukur menjadi ilmu ukur sudut dan ilmu
ukur bola seperti yang kita kenal sekaang ini. Al Battani (858 - 929) mengganti
busur dengan sinus, mempergunakan tangen dan kotangen. Abu 'lWafa (940 - 997)
mendapatkan metode baru untuk membuat tabel sinus, memperkenalkan sekan dan
kosekan. Operasi dalam ilmu hitung diperlengkap dengan operasi akar dan
logaritme sebagai lawan pangkat. Dengan demikian ruang lingkup bilangan menjadi
lebih luas, yaitu bilangan irrasional dan imajiner. Kata-kata logaritme dan
algorism berasal dari nama orang yang mendapatkannya yaitu Al Khawarismi (780 -
850). Di tangan para tokoh ilmuwan Muslim itu cabang-cabang matematika atau
dikenal juga dengan Al jabar yaitu itu ilmu hitung dan ilmu ukur diperkembang
kemudian dijalin menjadi utuh tidak terlepas seperti dalam keadaannya di tangan
para tokoh ilmuwan Yunani Kuno tersebut. Maka menjadilah matematika itu sebagai
disiplin ilmu yang menunjang metode uji coba dalam sains. Dengan demikian
kebudayaan Islam (maksudnya kebudayaan yang diisi oleh nilai-nilai
non-historis, yaitu wahyu) dapat menyumbangkan metode ujicoba yang memungkinkan
lahirnya Ilmu Pengetahuan seperti yang kita miliki sekarang ini.
Yang ideal bagi orang-orang Yunani Kuno adalah keindahan visual. Inilah
yang menjadi landasan ideologi mereka. Keindahan yang berasaskan perbandingan
yang dinyatakan oleh hubungan angka-angka yang tetap. Wajah manusia, patung,
atau bentuk arsitektur, bahkan drama harus mempunyai perbandingan-perbandingan
tetap di antara bagian-bagiannya supaya indah. Keluar dari hubungan angka-angka
perbandingan itu mengakibatkan sesuatu itu "rusak" bentuknya sehingga
tidak menjadi indah lagi. Pola pemikiran ini menghasilkan pandangan bahwa alam
semesta ini merupakan kesatuan yang statis, oleh karena bagian-bagian dari alam
smesta ini harus mempunyai perbandingan yang dinyatakan oleh hubungan
angka-angka yang tetap. Dengan demikian, pengertian waktu bukanlah hal yang
perlu mendapat perhatian, oleh karena alam semesta ini statis. Bahkan menurut
Zeno dan Plato waktu adalah sesuatu yang tidak-nyata (unreal). Maka dapatlah
kita mengerti apabila para tokoh ilmuwan Yunani Kuno hanya menghasilkan
matematika yang statis sifatnya, tidak mengandung unsur variabel dan fungsi.
Demikianlah idea orang Yunani Kuno yang menganggap ideal keindahan visual,
hanya dapat menghasilkan matematika yang statis.
Yang ideal bagi seorang Muslim bukanlah keindahan visual, melainkan Yang
Tak Terbatas, yaitu Allah SWT dengan sifat-sifatnya yang Maha Sempurna. Tokoh-tokoh
ilmuwan Muslim dituntun oleh akar yang non historis, yakni wahyu yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yaitu Al Quran. Dalam S. Al Fathihah Allah
disebut Rabbul'alamien, Maha Pengatur alam semesta. Dengan demikian alam semesta
ini tidak statis, melainkan dinamis. Dan unsur penting dalam dinamika ialah
waktu. Jadi menurut pandangan seorang Muslim waktu itu riel, tidak seperti
pandangan Zeno dan Plato di atas itu. Bahkan dalam Al Quran ada sebuah surah
yang bernama S. Al 'Ashr. Surah ini dibuka dengan kalimah wa-l'Ashri, yang
artinya perhatikanlah waktu.
Masuknya faktor waktu dalam matematika, mengubah wajah matematika itu
menjadi baru sama sekali. Ilmu hitung diperkembang menjadi aljabar. Unsur ilmu
hitung yang statis yaitu bilangan, diperkaya dengan unsur yang dinamis yaitu
variabel dan fungsi. Dalam matematika ada dua cara dalam menyatakan fungsi.
Pertama yang langsung y(x), yang kedua melalui parameter waktu x(t), y(t), yang
ditampilkan oleh Al Biruni (793 - 1048). Umar Khayyam menciptakan pula sejenis
matematika yang disebutnya dengan al khiyam, sayang ilmu itu tidak berkembang
hingga dewasa ini.
Kesimpulannya dapatlah kita lihat tokoh ilmuwan Yunani Kuno tidak mampu
mengembangkan matematika untuk dapat dipakai sebagai disiplin ilmu dalam hal
menunjang metode uji coba dalam sains. Para tokoh ilmuwan Muslim Kuno telah
berhasil memperkembang matematika, sehingga dapatlah matematika itu dijadikan
disiplin ilmu yang dapat menunjang metode uji coba dalam sains, sehingga sains
dapat mencapai wujudnya yang sekarang ini, yaitu observasi, penafsiran
observasi yang menghasilkan teori yang spekulatif kemudian dengan unsur ujicoba
yang menyaring teori yang spekulatif itu sehingga tidak spekulatif lagi. Wallahu
a'lamu bisshawab
No comments:
Post a Comment