Saturday 24 February 2018

Ilmu-Ilmu eksakta Tokoh Iluwan Muslim VS Tokoh Ilmuwan Yunani Kuno

Tokoh ilmuwan Yunani Kuno vs Tokoh ilmuwan Muslim di Bidang Ilmu-Ilmu Eksakta 

Aljabar merupakan cabang ilmu matematika yang ditemukan oleh Abu Abdullah Muhammad Ibn Musa al-Khwarizmi. Sebutan aljabar sendiri diambil dari bahasa arab "al-jabr" yang memiliki makna hubungan atau penyelesaian. Aljabar dapat didefinisikan sebagai suatu cabang ilmu matematika yang mempelajari konsep atau prinsip penyederhanaan serta pemecahan masalah dengan menggunakan simbol atau huruf tertentu. Sebagai contoh, di dalam aljabar biasa digunakan huruf/simbol x yang mewakili nilai dari suatu bilangan yang ingin dicari. Konsep Aljabar biasa digunakan oleh pakar matematika di dalam proses pencarian pola dari suatu bilangan. Dalam pembahasan ini akan kami paparkan bagaimana hasil pemikiran tokoh Ilmuwan Muslim dan Tokoh Ilmuwan Yunani tentang perkembangan ilmu matematika.
Matematika bangsa Yunani Kuno terbentuk dari bahan-bahan tradisi bangsa-bangsa Sumaria, Babilonia dan Mesir Kuno, demikian pula halnya Ilmu Pengetahuan Alam/sains, yang asasnya hanya pada observasi saja. Ilmu Ukur diperkembang oleh tokoh ilmuwan Yunani Kuno secara sistematis, dan mencapai puncak kemajuannya dalam zaman Euclid. Namun dalam bidang matematika yang lain yaitu ilmu hitung, tidak memperolah kemajuan. Tidak ada pertambahan operasi, tetap hanya menambah, mengurang, mengali dan membagi saja. Dengan demikian mereka itu hanya tetap berkisar dalam bilangan rasional saja. Hal ini membawa akibat yang parah, ilmu hitung tidak dapat mengikuti perkembangan ilmu ukur, sehingga ilmu ukur itu berjalan sendiri tanpa dukungan ilmu hitung. Ada beberapa bagian dari Dialogue Plato (427 - 347 Seb.Miladiyah) yang menunjukkan pemisahan itu mencapai puncaknya, artinya keduanya sudah terpisah sama sekali dalam zaman Euclid. 
Dengan demikian matematika di tangan bangsa Yunani Kuno pecah dua dalam pengertian yang sebenar-benarnya. Ilmu ukur maju melesat ke depan meninggalkan ilmu hitung jauh di belakang. Dengan demikian matematika di zaman Yunani kuno tidak mungkin dapat dipakai untuk menunjang sains/ilmu pengetahuan alam dalam hal menguji coba hasil penafsiran alam, sehingga sains hanya terpaku pada teori yang sifatnya spekulatif. Maka asas Pendekatan Ilmiyah di zaman Yunani Kuno terhenti hanya sampai penafsiran saja sebagai tahap lanjut dari observasi. 
*** 
Para Tokoh ilmuwan Muslim kuno di zaman keemasan Islam (abad 7 sampai abad 13 Miladiyah) berhasil memperkembang ilmu ukur menjadi ilmu ukur sudut dan ilmu ukur bola seperti yang kita kenal sekaang ini. Al Battani (858 - 929) mengganti busur dengan sinus, mempergunakan tangen dan kotangen. Abu 'lWafa (940 - 997) mendapatkan metode baru untuk membuat tabel sinus, memperkenalkan sekan dan kosekan. Operasi dalam ilmu hitung diperlengkap dengan operasi akar dan logaritme sebagai lawan pangkat. Dengan demikian ruang lingkup bilangan menjadi lebih luas, yaitu bilangan irrasional dan imajiner. Kata-kata logaritme dan algorism berasal dari nama orang yang mendapatkannya yaitu Al Khawarismi (780 - 850). Di tangan para tokoh ilmuwan Muslim itu cabang-cabang matematika atau dikenal juga dengan Al jabar yaitu itu ilmu hitung dan ilmu ukur diperkembang kemudian dijalin menjadi utuh tidak terlepas seperti dalam keadaannya di tangan para tokoh ilmuwan Yunani Kuno tersebut. Maka menjadilah matematika itu sebagai disiplin ilmu yang menunjang metode uji coba dalam sains. Dengan demikian kebudayaan Islam (maksudnya kebudayaan yang diisi oleh nilai-nilai non-historis, yaitu wahyu) dapat menyumbangkan metode ujicoba yang memungkinkan lahirnya Ilmu Pengetahuan seperti yang kita miliki sekarang ini. 
Yang ideal bagi orang-orang Yunani Kuno adalah keindahan visual. Inilah yang menjadi landasan ideologi mereka. Keindahan yang berasaskan perbandingan yang dinyatakan oleh hubungan angka-angka yang tetap. Wajah manusia, patung, atau bentuk arsitektur, bahkan drama harus mempunyai perbandingan-perbandingan tetap di antara bagian-bagiannya supaya indah. Keluar dari hubungan angka-angka perbandingan itu mengakibatkan sesuatu itu "rusak" bentuknya sehingga tidak menjadi indah lagi. Pola pemikiran ini menghasilkan pandangan bahwa alam semesta ini merupakan kesatuan yang statis, oleh karena bagian-bagian dari alam smesta ini harus mempunyai perbandingan yang dinyatakan oleh hubungan angka-angka yang tetap. Dengan demikian, pengertian waktu bukanlah hal yang perlu mendapat perhatian, oleh karena alam semesta ini statis. Bahkan menurut Zeno dan Plato waktu adalah sesuatu yang tidak-nyata (unreal). Maka dapatlah kita mengerti apabila para tokoh ilmuwan Yunani Kuno hanya menghasilkan matematika yang statis sifatnya, tidak mengandung unsur variabel dan fungsi. Demikianlah idea orang Yunani Kuno yang menganggap ideal keindahan visual, hanya dapat menghasilkan matematika yang statis. 
Yang ideal bagi seorang Muslim bukanlah keindahan visual, melainkan Yang Tak Terbatas, yaitu Allah SWT dengan sifat-sifatnya yang Maha Sempurna. Tokoh-tokoh ilmuwan Muslim dituntun oleh akar yang non historis, yakni wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yaitu Al Quran. Dalam S. Al Fathihah Allah disebut Rabbul'alamien, Maha Pengatur alam semesta. Dengan demikian alam semesta ini tidak statis, melainkan dinamis. Dan unsur penting dalam dinamika ialah waktu. Jadi menurut pandangan seorang Muslim waktu itu riel, tidak seperti pandangan Zeno dan Plato di atas itu. Bahkan dalam Al Quran ada sebuah surah yang bernama S. Al 'Ashr. Surah ini dibuka dengan kalimah wa-l'Ashri, yang artinya perhatikanlah waktu. 
Masuknya faktor waktu dalam matematika, mengubah wajah matematika itu menjadi baru sama sekali. Ilmu hitung diperkembang menjadi aljabar. Unsur ilmu hitung yang statis yaitu bilangan, diperkaya dengan unsur yang dinamis yaitu variabel dan fungsi. Dalam matematika ada dua cara dalam menyatakan fungsi. Pertama yang langsung y(x), yang kedua melalui parameter waktu x(t), y(t), yang ditampilkan oleh Al Biruni (793 - 1048). Umar Khayyam menciptakan pula sejenis matematika yang disebutnya dengan al khiyam, sayang ilmu itu tidak berkembang hingga dewasa ini. 
Kesimpulannya dapatlah kita lihat tokoh ilmuwan Yunani Kuno tidak mampu mengembangkan matematika untuk dapat dipakai sebagai disiplin ilmu dalam hal menunjang metode uji coba dalam sains. Para tokoh ilmuwan Muslim Kuno telah berhasil memperkembang matematika, sehingga dapatlah matematika itu dijadikan disiplin ilmu yang dapat menunjang metode uji coba dalam sains, sehingga sains dapat mencapai wujudnya yang sekarang ini, yaitu observasi, penafsiran observasi yang menghasilkan teori yang spekulatif kemudian dengan unsur ujicoba yang menyaring teori yang spekulatif itu sehingga tidak spekulatif lagi. Wallahu a'lamu bisshawab 


Mengkaji Isra-Mi'raj dari berbagai disiplin ilmu

Mengkaji Isra-Mi'raj dari berbagai disiplin ilmu

Malam 27 Rajab adalah salah satu malam yang termasuk penting bagi ummat Islam, karena pada malam itu Nabi Muhammad SAW diisra'kan dan dimi'rajkan oleh Allah SWT. 
Istilah isra yang artinya berjalan malam adalah bahasa Al Quran, sedangkan istilah mi'raj yang artinya naik adalah istilah yang dipakai dalam Al Hadits. Namun demikian walaupun mi'raj bukan bahasa Al Quran akan tetapi akar kata tersebut yang dibentuk oleh huruf-huruf 'ain, ra, dan jim menjadi 'araja adalah bahasa Al Quran. Peristiwa isra tercantum dalam Q.S Al Isra' ayat 1, sedangkan peristiwa mi'raj tercantum dalam Q.S. An Najm ayat 13 - 18. 
Dalam pembahasan ini  tidaklah sebagaimana yang lazim dibahas dalam ceramah-ceramah ataupun diskusi-diskusi dalam peringatan isra'-mi'raj. Namun yang akan dibahas adalah sumber-sumber informasi yang relevan dengan peristiwa isra-mi'raj. Sebagaimana telah  dikemukakan bahwa sumber informasi itu ada tiga yaitu wahyu, alam dan sejarah. 
Kita mulai dahulu dengan sumber informasi wahyu. Ini sangatlah relevan, karena pristiwa penting tersebut disampaikan kepada ummat manusia oleh Allah SWT melalui wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Jadi pembahasannya pendek saja, artinya sampai di sini saja. 
Bagaimana dengan sumber informasi alam? Ini perlu pembahasan yang lebih panjang dari yang pertama. Untuk dapat mempelajari secara mendalam suatu peristiwa dengan bersumberkan informasi dari alam haruslah memenuhi dua persyaratan. Pertama, harus terbuka dan kedua harus berkesinambungan. Untuk jelasnya, kita ambil contoh burung yang terbang di udara. Untuk dapat mempelajari secara mendalam proses kepak sayap burung yang sementara terbang di udara, haruslah mesti dapat disaksikan oleh semua orang, dapat diobservasi, dapat diamati oleh semua orang yang berkepentingan dalam mempelajari secara mendalam seluk-beluk kepak sayap burung yang mengudara itu. Inilah yang disebut dengan terbuka. Kemudian burung itu selalu sanggup terbang pada waktu yang lalu, waktu sekarang dan insya-Allah waktu yang akan datang. Ini disebut dengan berkesinambungan. Tanpa kedua persyaratan itu, suatu peristiwa tidaklah dapat bersumber informasi dari alam. 
Bagaimana dengan peristiwa isra-mi'raj? Tidak terbuka, tidak dapat disaksikan oleh siapapun, kecuali oleh Allah SWT dan para malaikat. Peristiwa itu dapat kita ketahui karena diberitahu oleh Allah SWT melalui wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Tidak sama misalnya dengan peristiwa photosynthesis, kita dapat mengetahuinya melalui wahyu, dan juga dapat amati oleh para pakar yang berkepentingan untuk mempelajari secara mendalam perisitwa itu, artinya terbuka bagi siapa saja yang berkepentingan dan yang mau. Kemudian, peristiwa isra - mi'raj hanya berlaku satu kali dan pemegang peran hanya satu orang yaitu Nabi Muhammad SAW. Artinya peristiwa ini tidak berkesinambungan. Tidak sama misalnya dengan proses photosynthesis, berproses waktu lalu, sekarang dan insya-Allah waktu yang akan datang. Kesimpulannya, alam sebagai sumber informasi tidak dapat dilakukan untuk mempelajari secara mendalam proses isra-mi'raj. Dan itu berarti proses isra- mi'raj tidak mungkin dapat dikaji oleh sains. 
Bagaimana dengan sumber informasi sejarah? Sumber informasi ini ada kelemahannya, karena tidak eksak dalam arti sejarah dapat dimanipulasi, dipalsukan oleh penulis sejarah. Hadits-hadits dalam arti sabda dan perbuatan Nabi Muhammad SAW termasuk dalam sumber informasi sejarah ini. Hadis-hadispun tidak luput dari pemalsuan. Orang yang mula-mula meletakkan dasar metode pendekatan dalam menyaring hadits-hadits dari pencemaran pemalsuan hadits adalah Imam Bukhari. Hadits-hadits yang luput dari pemalsuan yang disaring oleh Imam Bukhari tersebut dikenal dengan Shahih Bukhari. Metode pendekatan yang dipakai dalam menyaring hadis dari pencemaran pemalsuan, kemudian berkembang menjadi disiplin ilmu tersendiri yang disebut dengan lmu Mushthalah Hadits. Dalam metode ini fokusnya adalah antara lain, keberkesinambunganan yang menyampaikan (sanad) dari Nabi Muhammad SAW sampai kepada perawi hadis (misalnya Imam Bukahri), daya ingat dan inteligensia yang menyampaikan, akhlaq mereka tercakup antara lain sikap, gaya hidup yang tidak urakan. Dan juga yang tidak kurang pentingnya ialah sabda dan perbuatan Nabi Muhammad SAW bukan hanya melalui satu jalur. Maksudnya pada waktu Rasulullah bersabda dan berbuat disaksikan oleh banyak sahabat, dan setiap sahabat membentuk jalur informasi yang disampaikan kepada perawi secara berkesinambungan. Artinya terdiri atas banyak jalur sebanyak jumlah sahabat yang mendengar ucapan dan melihat perbuatan Rasulullah sendiri. Dan setiap jalur terdapat sanad yang berkesinambungan. Hadits yang demikian itulah yang disebut dengan hadits shahih. Walaupun sanadnya itu berkesinambungan tetapi hanya ada satu jalur saja, hadits yang demikian itu disebut hadits ahad. Hadits shahih adalah sumber sejarah yang eksak, sedangkan hadits ahad tidak dapat dipandang sebagai sumber sejarah yang eksak. *)
Dengan demikian  hasil dari pembahasan ini adalah himbauan kepada para muballigh dalam menyampaikan tabligh ataupun dalam mujadalah tentang peristiwa isra-mi'raj, hendaknya tidaklah memakai sumber informasi dari alam, dan juga tidak mengadakan perbandingan isra-mi'raj dengan proses yang alamiyah. Yaitu dengan cara misalnya memberikan ilustrasi lalat naik kapal terbang, sebagai perbandingan dengan Rasulullah naik buraq. Bukankah ini terlalu naif, Rasulullah dibandingkan sebagai lalat, dan buraq dibandingkan sebagai kapal terbang? Apakah ini tidak menurunkan derajat Rasulullah? Atau dengan mengatakan Rasulullah mi'raj ke planet-planet, bukankah ini menurunkan derajat Rasulullah dari seorang Nabi dan Rasul menjadi astronaut? Ingatlah bahwa Nabi Muhammad Rasulullah SAW isra-mi'raj tidaklah menempuh alam yang berdimensi ruang-waktu (space-time continuum) melainkan menempuh alam yang bebas dari segala dimensi nisbi, dimensi yang tak sanggup akal manusia membayangkannya. Inilah makna kalimah SUBHANA pada permulaan Q.S.AlIsra ayat 1
  سُبۡحَٰنَ ٱلَّذِيٓ أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِۦ لَيۡلٗا مِّنَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ إِلَى ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡأَقۡصَا ٱلَّذِي بَٰرَكۡنَا حَوۡلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنۡ ءَايَٰتِنَآۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ ١

artinya: Maha Suci Yang mengisra'kan hambaNya pada suatu malam dari Masjid-alHaram ke Masjid-alAqsaa, yang Kami telah berkati sekelilingnya, untuk memperlihatkan sebagian dari ayat-ayat Kami, sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat. 

Maka sekali lagi dihimbau, terutama sekali dalam hal isra-mi'raj ini, pakailah hanya dua sumber informasi: Wahyu dan sejarah yang eksak, yaitu Al Quran dan Hadits Shahih. WaLlahu a'lamu bishshawab.  

KISAH NABI NUH DAN EPOS GILGAMESY

Kisah  Nabi Nuh AS dan Epos Gilgamesy

Telah banyak dibahas bahwa ilmu pengetahuan yang dipelajari di sekolah-sekolah umum dibangun di atas landasan filsafat positivisme. Artinya ilmu pengetahuan itu tidaklah polos melainkan sudah dijerumuskan berpihak kepada yang atheis, tidak percaya akan Tuhan, yang agnostik, acuh tak acuh tentang Tuhan, dan yang deist, tidak percaya akan wahyu walaupun percaya akan adanya Tuhan. Ilmu pengetahuan yang demikian itu hanya mempunyai dua sumber yaitu alam dan sejarah. 
Para ilmuwan yang atheist, agnotik dan deist dalam menganalisa pergelutan pandangan, benak dan alam pikiran manusia, tentu saja hanya memakai pendekatan historis. Sayangnya para ilmuwan yang beragama Islam turut pula terperangkap ke dalam jaring filsafat positivisme, sebab kalau tidak demikian hasil analisa mereka itu akan dicap tidak ilmiyah: melanggar rambu-rambu dan tatacara keilmuan. Demikianlah para ilmuwan dari ketiga golongan itu yang tergabung dalam filsafat positivisme bersama-sama dengan para ilmuwan yang beragama Islam yang ikut terseret secara sadar ataupun tidak sadar menempatkan semua agama sebagai komponen atau bagian dari kebudayaan. Maka mereka itu dalam mencari hubungan antara agama dengan agama, antara agama dengan dongeng-dongeng hasil imajinasi dan sastra bangsa-bangsa dahulu kala, akan memakai pendekatan historis itulah. 
Ilmu pengetahuan harus dibina atas landasan Tauhid. Dengan demikian sumber ilmu pengetahuan itu adalah wahyu, alam dan sejarah. Wahyu berwujud Ayat Qauliyah, alam dan sejarah disebut Ayat Kauniyah. Para ilmuwan orang-orang Islam akan terpelihara aqidahnya dalam berilmu. Mereka akan memilah-milah agama, mana agama yang bersumber dari wahyu yang disebut agama wahyu, mana agama yang akarnya dari kebudayaan yang disebut dengan agama kebudayaan, mana agama wahyu yang mendapatkan pengaruh dari kebudayaan, dan mana agama kebudayaan yang mendapat pengaruh dari agama wahyu. Pendekatan yang dipakai dalam berilmu adalah kombinasi antara pendekatan non-historis yaitu bersumber dari Ayat Qauliyah dengan pendekatan historis yang bersumber dari Ayat Kauniyah. 
*** 
Epos Gilgamesy adalah sebuah epos yang didapatkan dalam perpustakaan di Niniveh, milik seorang raja Assyria yang bernama Assurbanipal (669 - 626 seb.M.). Epos itu bertuliskan tulisan paku di atas tanah liat dalam bahasa Akkadia. Di dalam Epos Gilgamesy itu diceritakan pengalaman Utnapisytim yang mirip dengan pengalaman Nabi Nuh AS, seperti yang dikisahkan dalam Tawrah (Pentateuch, The Books of Moses) dan Al Quran. Yaitu tentang bagaimana Utnapisytim diberitahu oleh dewa-dewa tentang akan datangnya banjir. Tentang bagaimana dewa-dewa menyuruh Utnapisytim membuat perahu untuk menyelamatkan keluarga dan binatang ternaknya. Tentang burung merpati yang dilepaskan dan tentang mendaratnya perahu Utnapisytim di sebuah gunung ketika air bah telah surut. 
Dengan metode pendekatan historis para ilmuwan yang atheist, agnostik, dan deist akan menjelaskan dengan sederhana tentang kontak budaya bangsa Assyria, Sumaria yang berkebudayaan tulisan paku dengan bangsa Mesir Kuno yang berkebudayaan tulisan ideogram yang disebut hieroglyph. Kontak budaya itu terjadi terutama oleh karena Mesir Kuno takluk atau menjadi bagian dari Kerajaan Assyria. Bahkan walaupun Mesir Kuno memakai tulisan hieroglyph, juga mempergunakan tulisan paku. Bahwa kebudayaan Mesir Kuno juga mempergunakan tulisan paku ini dapat dilihat dari penggalian arkheologis di situs Tell-el-Amarna pada tahun 1894 . Di situ didapatkan alwah (keping-keping atau tablet) tanah liat bertuliskan tulisan paku yang dikenal dalam sejarah sebagai Alwah Tell-el-Amarna, atau Dokumen Amarna. Sesungguhnya penemu awal dari alwah bertulisan paku itu bukanlah seorang ilmuwan arkeologi, bukan pula oleh ilmuwan sejarah, melainkan seorang perempuan petani Mesir. Di situs itu didapatkan sekitar 300 alwah Dokumen Amarna, yaitu sejumlah arsip surat-menyurat diplomatik antara Fir'aun dengan kerajaan-kerajaan Asyiria, Babylonia, Anatolia, Palestina dan Syria. Patut dicatat, yang tak kurang menariknya pula seperti Epos Gilgamesy, ialah di antara Dokumen Amarna itu terdapat Nyanyi Pujian Fir'aun Akhenaton yang mirip-mirip dengan Mazmur 104:24-27 dari Nabi Daud AS. Insya Allah hal ini akan dibahas dalam kesempatan yang lain. 
Dari kontak budaya tersebut para ilmuwan yang atheist, yang agnostik dan yang deist berkesimpulan bahwa penulis Pentateuch yang hidup lebih kemudian dari Epos Gilgamesy, mendengar epos tersebut dari cerita-cerita rakyat lalu dituliskannya dan menjadi bagian dari Pentateuch. Demikian pula penulis Al Quran mendengar cerita air bah itu dari para pendeta Yahudi, lalu dimasukkannya pula dalam Al Quran, demikian menurut kesimpulan para atheist, agnostik dan deist itu. 
*** 
Akan tetapi jika ilmu pengetahuan itu sudah di-Islamkan, artinya Ilmu Pengetahuan itu berlandaskan Tauhid, maka dalam hal Qissah Nabi Nuh AS dan Epos Gilgamesy ini cara pendekatannya ada dua. 
Pertama, metode pendekatan kombinasi non-historis dan historis dipergunakan dalam menganalisis proses penulisan Epos Gilgamesy bertulisan paku di atas tanah liat itu. Cerita air bah diteruskan dari mulut ke mulut mulai dari keluarga Nabi Nuh AS yang ikut berlayar bersama Nabi Nuh AS di atas perahu. Demikianlah secara turun-temurun dari ayah ke anak, ke cucu, ke cicit dan seterusnya hingga pada zaman Kerajaan Assyria. Orang Akkadia yang dilatarbelakangi oleh agama polytheist, penyembah dewa-dewa menuliskan cerita yang turun-temurun itu di atas tanah liat dengan tulisan paku. Karena dilatarbelakangi dengan budaya menyembah dewa-dewa itulah, maka Allah Yang memberitahu akan datangnya banjir berubah menjadi dewa-dewa yang memberitahu akan datangnya banjir. 
Kedua, pendekatan non-historis dipakai mengenai adanya cerita air bah itu dalam Taurah dan Al Quran. Nabi Musa AS mengetahui cerita air bah itu bukan dari cerita turun-temurun melainkan langsung mendapatkan informasi dari Sumber Informasi, yaitu Allah SWT dengan perantaraan wahyu. Demikian pula Nabi Muhammad SAW mengetahui peristiwa air bah itu bukan dari pendeta Yahudi melainkan dari Sumber Yang Satu, yaitu Allah SWT melalui wahyu. Nahnu Naqushshu 'alayka Ahsana lQashashi bima- Auhayna- ilayka Ha-dza lQura-na wa in Kunta min qablihi lamina lGha-filiyna (S.Yusuf,3). Kuceritakan kepadamu (hai Muhammad) qissah-qissah yang terbaik dengan mewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan sesungguhnya sebelumnya (engkau mendapatkan wahyu itu) engkau belum mengetahuinya (12:3). 
Demikianlah dari penyajian di atas itu makin jelaslah bahwa ilmu pengetahuan itu tidak mungkin otonom, tidak mungkin polos, tidak mungkin tidak memihak, tidak mungkin tanpa nilai. Sebab yang dimaksud selama ini dengan otonom, tanpa nilai, adalah pemihakan kepada para atheist, agnostik dan deist yang bergabung dalam filsafat positivisme. Artinya pernyataan yang membiuskan para ilmuwan yang beragama Islam tentang polosnya ilmu pengetahuan itu adalah pernyataan yang palsu. 
Coba bayangkan, betapa parah akibatnya jika seorang ilmuwan Muslim yang taat asas pada pernyataan otonomi ilmu pengetahuan itu lalu hanya mengadakan pendekatan historis saja terhadap Epos Gilgamesy, memasukkan agama ke dalam disiplin ilmu-ilmu kebudayaan, berarti ia mengingkari wahyu, yang berarti pula menolak AlQuran itu sebagai kumpulan wahyu yang akhirnya berarti mengingkari kenabian RasuluLlah SAW, maka murtadlah ia demi taat asas kepada ilmu pengetahuan yang berlandaskan filsafat positivisme itu. Na'uwdzu bi lla-hi min dzalik. Wallahu a'lamu bishshawab. 


Friday 16 February 2018

POBLIKASI ILMIYAH PERAN GAYA KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN PRESTASI KERJA GURU

PERAN GAYA KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KEPALA SEKOLAH
 DALAM MENINGKATKAN PRESTASI KERJA GURU 
A.      PENDAHULUAN.
Tugas dan kewajiban kepala sekolah, disamping mengatur jalannya sekolah, juga harus dapat bekerja sama dan berhubungan erat dengan masyarakat. Menurut Purwanto, (2002: 75) kepala sekolah berkewajiban membangkitkan semangat staf guru-guru dan pegawai sekolah untuk bekerja lebih baik; membangun dan memelihara kekeluargaan, kekompakan dan persatuan antara guru-guru, pegawai dan murid-muridnya; mengembangkan kurikulum sekolah, mengetahui rencana sekolah dan tahu bagaimana menjalankannya; memperhatikan dan mengusahakan kesejahteraan guru-guru dan pegawai-pegawai.
Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah, terdapat beberapa faktor penentu keberhasilan. Utamanya kualitas profesi guru dalam pengelolaan sekolah ataupun dalam pengelolaan kelas. Sedangkan efektifitas dan efisiensi pengelolaan sekolah tersebut sangat ditentukan oleh manajemen kepemimpinan kepala sekolah. Keberhasilan pengelolaan sekolah ditentukan pula oleh pengelolaan situasi dan kondisi kelas. Pengelolaan kelas yang baik merupakan wahana bagi terjadinya interaksi belajar mengajar yang baik dalam rangka peningkatan kualitas proses dan hasil pendidikan. Pengelolaan kelas yang efektif dan efisien harus didukung dengan motivasi dan kompetensi guru yang bersangkutan. Motivasi sangat penting dalam kaitannya dengan upaya mencapai prestasi. Di sekolah, motivasi yang harus dibangun adalah komponen guru, tenaga kependidikan dan siswa-siswa. Pada dasarnya motivasi bersumber pada kebutuhan.
Dalam pengelolaan sekolah, supaya tujuan dapat dicapai secara efektif dan efisien, maka kepala sekolah dalam memimpin harus melaksanakan fungsi-fungsi manajerial seperti perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pemberian motivasi, pelaksanaan, pengendalian, evaluasi dan inovasi (Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, 1996: 87). Dalam rangka melaksanakan fungsi-fungsi manajemen tersebut, kepala sekolah perlu memperhatikan dan berupaya mengikuti atau menerapkan prinsip-prinsip manajemen sebagai berikut :
a.       Pembagian kerja
b.      Pendelegasian wewenang dan tugas
c.       Kesatuan perintah
d.      Kesatuan kerja
e.      Disiplin
f.        Mendahulukan kepentingan sekolah dari pada kepentingan pribadi
g.       Penghargaan dan sanksi
h.      Inisiatif
i.         Efektif dan efisiensi serta prinsip keterpaduan

Agar guru melaksanakan tugasnya dengan baik, maka guru harus selalu mendapat perhatian, pembinaan dan bimbingan terutama dalam hal mengatasi masalah-masalah baru yang sukar untuk dipecahkan. Untuk itu perlu secara terencana, teratur dan berkelanjutan dilaksanakan usaha-usaha perbaikan dan pengembangan profesi. Dengan demikian, agar prestasi kerja guru dapat meningkat yang akhirnya berdampak pada meningkatnya prestasi siswa, maka sangat penting dalam melaksanakan tugas seorang kepala sekolah memiliki gaya kepimimpinan yang baik serta mampu memberikian  motivasi  secara terus menerus dan terprogram kepada guru.
Kepemimpinan memiliki peran yang sangat penting dan menentukan dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah.Mengenai pentingya kepemimpinan dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, Mulyasa (2005: 107) mengemukakan : ”Kepemimpinan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam manajemen berbasis sekolah. Kepemimpinan berkaitan dengan masalah kepala sekolah dalam meningkatkan kesempatan untuk mengadakan pertemuan secara efektif dengan para guru dalam situasi yang kondusif”.
Kartono (2008: 6) mengemukakan bahwa kepemimpinan berfungsi atas dasar kekuasaan pemimpin untuk mengajak, mempengaruhi, dan menggerakkan orang-orang lain guna melakukan sesuatu, demi pencapaian satu tujuan tertentu. Untuk dapat mencapai tujuan sekolah, perilaku kepala sekolah harus dapat mendorong kinerja guru. Usaha mendorong kinerja guru tidak dapat dilepaskan dari gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan adalah cara yang dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi para pengikutnya (Mulyasa, 2005: 108). Selanjutnya disebutkan bahwa gaya kepemimpinan merupakan suatu pola perilaku seseorang yang khas pada saat mempengaruhi anak buahnya. Gaya kepemimpinan dan kemampuan memberikan motivasi yang baik akan memudahkan suatu institusi dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Kepala sekolah sebagai pemimpin di sekolah harus dapat menerapkan gaya kepemimpinan efektif sesuai dengan situasi dan kebutuhan guru dan pegawai lainnya. Untuk dapat menerapkan gaya kepemimpinan  dan motivasi yang efektif seorang pemimpin harus memiliki karakter/nilai-nilai dalam kepemimpinan. Nilai dalam kepemimpinan adalah hal-hal yang dipercaya dan diperjuangkan. Kepemimpinan yang tidak dibangun atas karakter/nilai-nilai akan menghambat pertumbuhan pemimpin dan gagal menumbuhkan rasa percaya dan tenang dalam diri pengikutnya. Nilai-nilai kepemimpinan meliputi : 1) Tanggung jawab, 2) Disiplin, 3)Jujur, 4) Sederhana, 5) Kerja keras, 6) Mandiri, 7) Adil, 8) Berani, dan 9) Peduli (  kartono,2008: 31).  Pelaksanaan nilai-nilai kepemimpinan secara konsisten sangat membantu kepala sekolah untuk mempengaruhi anak buahnya, sebab sebaik-baiknya perintah adalah contoh. Gaya kepemimpinan dan  motivasi yang efektif dan dibangun oleh karakter/nilai-nilai kepemimpinan yang baik akan memudahkan dalam mencapai tujuan.
SMP Negeri 1 Eromoko  yang terletak di Dusun Songputri Desa Sindukarto Kecamatan Eromoko, Kabupaten Wonogiri. Kepemimpinan kepala sekolah di SMP Negeri I Eromoko telah menghantarkan sekolahan ini menjadi sekolah yang menonjol dibandingkan sekolah sejenis yang ada di Sub rayon Woryantoro Kabupaten Wonogiri. Indikasi keberhasilan SMP Negeri I Eromoko adalah kepercayaan yang tinggi dari masyarakat di desa Eromoko dan sekitarnya. Peserta didik sekolah ini tidak hanya berasal dari wilayah satu  Kecamatan Eromoko saja, akan tetapi meliputi Kecamatan-kecamatan yang ada disekitarnya. Padahal di daerah tersebut terdapat beberapa sekolah sejenis, di antaranya : SMP Negeri 2 Eromoko, SMP Negeri I Pracimantoro , SMP Negeri 2 Pracimantoro, SMP Negeri 3 Pracimantoro, SMP Negeri I Wuryantoro, SMP Negeri 2 Wuryantoro ,SMP Muhammadiyah Eromoko, dan SMP Pancasila Eromoko. Fenomena ini tidak terlepas dari kepemimpinan kepala sekolah dalam mengelola sekolah mencapai tujuan yang telah ditetapkan, sehingga menjadi sekolah yang dipercaya oleh masyarakat. Kepala Sekolah yang mampu menerapkan gaya kepemimpinan yang efektif dan didukung oleh karakter/nilai-nilai kepemimpinan yang baik sangat membantu sekolah dalam mencapai tujuan,  yaitu  meningkatnya prestasi guru dan peserta didik secara optimal.
Melihat latar belakang tersebut di atas, maka peneulis ingin mengetahui bagaimana gaya kepemimpinan dan  Motivasi kepala sekolah dalam peningkatan prestasi guru, maka peneliti bermaksud untuk mengetahui jawabannya, yang dikaji berdasar pada Kepemimpinan Kepala Sekolah, Studi Kasus SMP Negeri I Eromoko, Kecamatan Eromoko, Kabupaten Wonogiri
B.      METHODE PENELITIAN
a.      Jenis  dan pendekatan Penelitian
Jika ditinjau dari segi tempat penelitian, maka penelitian ini termasuk penelitian lapangan (Field Research), sebab data-data yang dikumpulkan dari lapangan langsung terhadap objek yang bersangkutan, yaitu SMP Negeri 1 Eromoko. Namun jika dilihat dari sifat penelitian, maka penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang bertujuan menggambarkan secara sistematis mengenai fakta-fakta yang ditemukan di lapangan, bersifat verbal, kalimat-kalimat, fenomena-fenomena, dan tidak berupa angka-angka.
Sedangkan Pendekatan penelitian yang dipakai dalam penelitian ini  menggunakan penelitian ethnografi. Spradley dalam mantja,(2007:6) mengatakan ethnografi ditekankan  pada tujuan . Tujuan ethnografi adalah  untuk mengetahui pandangan-pandangan hidup orang lain dari cara pandang  pelakunya.
b.      Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang penulis teliti dalam penelitian ini   adalah SMP Negeri I Eromoko, terletak di Jl Raya Pracimantoro – Wonogiri km.5 Wonogiri, tepatnya di Dusun Songputri Desa Sindukarto Kecamatan Eromoko Kabupaten Wonogiri, dengan nomor telepon (0273)53290000 Wab site: www.smpn1eromoko.com. Sekolah tersebut  termasuk salah satu   SMP terfavorit di wilayah Sub Rayon Woryantoro, dan merupakan sekolah  SSN Plus, mengapa dikatan SSN Plus karena sudah bererapa kali mendapat akreditasi A dan sudah direkomendasi untuk dinaikkan menjadi RSBI, namun  karena melihat letak geografis sekolah di daerah pedesaan, maka lebih baik tetap memilih sebagai sekolah SSN .
c.       Metode Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa metode, yaitu:
a.  Wawancara  Mendalam (interview)
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancaca (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 1991: 135). Metode ini digunakan untuk memperoleh data-data tentang peran gaya kepemimpinan,peran motivasi, problematika yang dihadapi, dan solusinya. Metode ini ditujukan kepada kepala sekolah dan guru SMP Negeri 1 Eromoko dengan menyiapkan pertanyaan (interview duide). Pertanyaan yang diberikan berkaitan dengan peran gaya kepemimpinan dan motivasi kepala sekolah terhadap peningkatan prestasi kerja guru.
b.  Observasi (participant)
Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara sengaja, sistematis mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejala psikis untuk kemudian dilakukan pencatatan (Subagyo, 1997: 63).  Observasi dilakukan untuk menentukan subyek informasi  yang terdiri dari informan kunci dan informan pendukung. Penentuan informan ini didasarkan pada fungsi informan dan kegunaan serta manfaat informasi/data yang diperoleh. Metode ini dipakai untuk mengumpulkan data-data yang mudah difahami dan diamati secara langsung. Sasaran pengamatan adalah peran gaya kepemimpinan dan motivasi kepala sekolah di SMP Negeri I Eromoko. Pengamatan dilakukan  terhadap hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan wawancara sebagai langkah tindak lanjut guna memperkuat data wawancara yang telah didapat. Observasi ini meliputi keberadaan peran  gaya kepemimpinan, motivasi kepala sekolah serta  warga sekolah itu sendiri.
c.  Dokumentasi
Dokumentasi adalah cara memperoleh data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, leagger, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 1998: 135). Penelaahan dokumen, digunakan untuk mempelajari  berbagai sumber dokumen, terutama yang berada di sekolah itu sendiri didukung oleh sumber dokumen yang ada. Penelitian ini memanfaatkan dokumen sebagai sumber data.
Dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan  tentang  peran gaya kepemimpinan dan motivasi kepala sekolah di SMP Negeri I  Eromoko. Dokumentasi berupa gambar maupun data tertulis yang telah ada di sekolah  seperti foto kegiatan, papan bagan struktur, notulen rapat, peraturan sekolah, dan lain-lain sebagai pendukung serta penguat data.
d.      Teknik Analisa Data
Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan  data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.  Setelah data dikumpulkan dilapangan maka analisis kualitatif – interaktif yang terdiri  dari tiga alur yang berjalan simultan  yaitu pengumpuilan data, reduksi data, penyajian  data, dan menarik kesimpulan.
a.  Pengumpulan Data
Langkah pertama dalam pengumpulan data dilakukan dengan jalan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hal yang tercatat diskriptif yang merupakan  catatan apa yang dilihat, disaksikan dan dialami dari lapangan tanpa adanya  komentar dan tafsiran dari peneliti  tentang fenomena yang dijumpai. Kedua, catatan reflektif  merupakan catatan berisi kesan, komentar, pendapat tentang fenomena yang dijumpai oleh peneliti.
b.   Reduksi Data
Reduksi data dapat diartikan sebagai proses pemilihan , pemusatan  perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan  dan tranformasi  data kasar yang muncul dari catatan tertulis dilapangan. Sebagaimana diketahui, reduksi data berlangsung terus-menerus  selama penelitian berlangsung. Reduksi data merupakan satu bentuk analisa  yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak diperlukan dan  mengorganisasikan  data dengan cara sedemikian rupa sampai kesimpulan finalnya ditarik dan diferifikasi.
c.       Penyajian Data
Penyajian data dalam penelitian ini adalah dalam bentuk teks naratif dari catatan lapangan. Dengan demikian penyajian data sebagai sekumpulan informasi yang tersusun guna memberiikan adanya penarikan kesimpulan. Teks yang terpancar bagian demi bagian yang tersusun kurang baik dari hasil catatan lapangan dirumuskan menjadi kesatuan yang simultan sehingga memudahkan  dalam pengambilan kesimpulan.
d.      Menarik Kesimpulan
Kegiatan akhir adalah penariakn kesimpulan dan verifikasi. Dalam hal ini hanyalah sebagian dari salah satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh, karena penarikan kesimpulan juga diverifikasikan sejak awal hingga akhir  penelitian yang  merupakan sesuatu yang paling berhubugan  dalam bentuk sejajar untuk membangun wawasan umum  yang sifatnya analisis.

C.      PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
1.    Peran Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Prestasi Kerja Guru
Pembahasan tentang teori kepemimpinan sudah banyak dibahas dalam berbagai sudut pandang baik dari sisi perilaku,  gaya maupun tipe serta bagaimana seorang pemimpin mempengaruhi bawahan dalam meningkatkan kualitas kerja para bawahannya.  Keberhasilan Kepala Sekolah dalam memimpin sebuah lembaga pendidikan sangat dipengaruhi oleh  gaya pemimpin terhadap bawahannya. Dalam hal ini Hersey dan Blanchard (1989: 135) mengatakan : The Style of  leaders in the cousis tent behavior patterns that they use when  they are working with and through other  people as perceived by those people.  Artinya bahwa gaya kepemimpinan adalah pola perilaku para pemimpin yang konsisten mereka gunakan ketika mereka bekerja dengan dan melalui orang lain seperti yang dipersepsi orang-orang itu.
Pada saat proses kepemimpinan berlangsung seorang pemimpin dalam kegiatannya sehari-hari mengaplikasikan gaya kepemimpinan tertentu agar tujuan yang diinginkan dapat berhasil, jika seorang pemimpin dapat memberi pengaruh, motivasi, mengarahkan dan menggerakkan bawahannya yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi agar mereka bekerja penuh semangat dalam mencapai tujuan adalah bentuk kepemimpinan yang efektif.
Menurut Hersey dan Blanchard (1989: 136) menyebutkan gaya kepemimpinan Kepala Sekolah yang efektif ada empat: (1) gaya instruktif, penerapannya pada bawahan (guru maupun karyawan) yang masih baru atau baru  bertugas. (2) gaya konsultatif, penerapan untuk bawahan (guru dan karyawan) yang memiliki kemampuan tinggi namun  kemauan rendah. (3) Gaya prestasif, penerapannya untuk bawahan (guru dan kayawan) yang memiliki kemampuan rendah, namun  memiliki kemauan kinerja yang tinggi. (4) Gaya delegatif, penerapannya bagi bawahan (guru dan karyawan) yang memiliki kemauan tinggi dan kemampuan yang tinggi.
Jika dilihat pada bab IV  yang telah peneliti sajikan tentang kepemimpinan  Kepala SMP Negeri I Eromoko memandang bawahannya baik guru maupun karyawan  layaknya seperti saudara, sebagai mitra kerja yang selalu memberikan kepercayaan  yang besar kepada bawahan, membangun kerja sama sebagai team kerja, bersedia menerima saran dan kritik juga tidak memaksakan kehendak dalam setiap ide, gagasan atau kebijakan yang diputuskan. Di dalam mengembangkan kreatifitas Kepala Sekolah memberikan kebebasan, membangun gairah kerja, memberikan peluang jabatan dan pujian bagi yang mampu  dan rajin memberikan penyegaran dan kesejahteraan dengan rekreasi. Hal ini dilakukan oleh Kepala Sekolah karena baik  guru maupun karyawan mempunyai kemampuan yang tinggi dan kemauan yang tinggi pula.
Secara teoritis dan analisis dari data yang penulis peroleh, maka Kepala SMP Negeri I Eromoko dalam meningkatan prestasi kerja menggunakan gaya  kepemimpinan yang demokratis, kharismatik dan delegatif hal ini dapat dilihat dari berbagai indikator-indikatornya yaitu: Mengembangkan kreatifitas, mau menerima kritik dan saran, diberi kesempatan untuk menyumbangkan kualitas profesional adanya team kerja yang kompak dan menjunjung tinggi kebersamaan, membangun gairah kerja dengan memberi hadiah atau pujian dan kesejahteraan bagi yang mampu secara adil.
Dari paparan di atas gaya kepemimpinan Kepala SMP Negeri I Eromoko dalam meningkatkan prestasi  kerja menggunakan beberapa pendekatan antara lain:
a.              Dalam  meningkatkan prestasi kerja menganggap bahwa antara guru yang satu dengan guru lainnya termasuk karyawan merupakan mitra kerja dan mempunyai kesempatan yang sama untuk meningkatkan kualitas.
Guru dan karyawan sebagai bawahan dalam sebuah lembaga pendidikan merupakan bagian yang saling berhubungan antara satu dengan yang lain dalam mengantarkan peserta didik untuk mencapai keberhasilan walaupun guru sebagai bagian utama. Untuk mencapai out put yang berkualitas dan dapat berguna bagi lingkungan, maka peningkatan prestasi kerja dalam pendidkan mutlak diperlukan.
Dengan pendekatan persaudaraan yang diterapkan oleh Kepala Sekolah dengan  para bawahannya, maka mereka mempunyai tanggung jawab  terhadap lembaga pendidikan khususya yang berhubungan dengan kwalitas sekolah. Kwalitas out put (siswa) akan tercapai dengan baik jika kwalitas kinerja  senantiasa ditingkatkan baik secara intelektual, spiritual maupun potensi-potensi ketrampilan yang dimiliki. Salah satu cara untuk mendapatkan  kualitas kinerja sehingga menjadi profesional, maka gaya kepemimpinan kepala sekolah salah satunya adalah adanya keakraban dan kedekatan dengan bawahan bahkan dianggapnya bawahan itu sebagai saudara yang mempunyai tanggung jawab bersama  terhadap keberadaan sekolah. Hal ini penulis  jumpai saat observasi  ketika kepala sekolah memimpin  rapat selalu menyebut  anak buah dengan “teman-teman” bukan bapak/ibu guru, dan  suasana akrap tampak sekali antara kepala sekolah dan guru,  dengan demikian kepala sekolah SMP Negeri I Eromoko benar-benar menghendaki  kedekatan dan keakaraban  antara pimpinan dan bawahan.
Hasil penelitian yang dilakukan peneliti selaras dengan  Al Hadza (2001) dari penelitianya yang berjudul ”Pengaruh motivasi berprestasi  dan perilaku komonikasi antara pribadi terhadap efektifitas  kepemimpinan  kepala sekolah (Survai terhadap kepala SLTP di propinsi Sulawesi tenggara), menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif dari motivasi  berprestasi  terhadap efektivitas  kepemimpinan. Penelitian juga menemukan bahwa  terdapat pengaruh positif  dari prilaku komunikasi antara pribadi terhadap efektifitas kepemimpinan. Hal ini berarti bahwa semakin positif  prilaku komunikasi antar pribadi dari seorang kepala sekolah yang ditandai dengan kepemilikan konsep diri yang tepat, adanya pengertian yang dalam (percaya simpati dan empati) terhadap bawahan, dan adanya kedekatan, keakraban dengan bawahan, maka  akan semakin efektif pula ia memimpin sekolahnya.
Peneliti berpendapat bahwa Salah satu cara untuk mendapatkan  kwalitas kinerja sehingga menjadi profesional, maka gaya kepemimpinan kepala sekolah salah satunya adalah adanya keakraban dan kedekatan dengan bawahan, bahkan  bawahan dianggapnya  sebagai saudara, guru dan karyawan harus diakui keberadaanya bukan sebagai bawahan  atau anak buah, akan tetapi sebagai mitra kerja yang mempunyai tanggung jawab bersama antara pimpinan dan bawahan   terhadap keberadaan sekolah.
b.             Adanya saran dan kritik  kepada kepala sekolah
Otoritas sebagai Kepala Sekolah sangatlah kuat dan dominan, sehingga kebijakan apapun dari Kepala Sekolah akan senantiasa dilaksanakan oleh  bawahannya, tetapi jika berorientasi pada kemajuan dan kualitas, SMP Negeri I Eromoko senantiasa bekerja secara bersama, maka kritik dan saran kepada  pimpinan dari bawahannya senantiasa didengarkan oleh Kepala Sekolah yang  mempunyai komitmen yang sama untuk menjadikan sekolah yang bermutu, baik menyangkut acara formal maupun informal. Kritik dan saran senantiasa  terjadi dengan anggapan hal  tersebut  merupakan inspirasi untuk memajukan sekolah.
Hal ini sependapat dengan Soebagio Admodiwiro, (2000: 162) bahwa  adanya kebebasan untuk menyampaikan usulan, rencana dan kegiatan-kegiatan yang bersifat pribadi maupun kelompok dalam rangka pencapaian tugas, berperilaku dengan sepenuhnya bahwa ia merupakan penyebab timbulnya perubahan bagi sekolah, staf, guru dan siswa.
Peneliti berpendapat bahwa gaya  kepemimpinan yang diterapkan kepala sekolah dengan suka menerima kritik dan saran dari bahwahanya,  akan menimbulkan respon poisitif dari bawahan.  Selain hal tersebut juga berdampak pada bawahannya untuk senantiasa berupaya meningkatkan  kualitas dirinya, akan bekerja dengan senang karena  setiap saran dan kritiknya diperhatikan oleh atansannya.
c.              Adanya sosialisasi terlebih dahulu
Kepala  sekolah sebagai seorang  yang diberi tugas untuk mengelola sekolah, maka dituntut untuk mampu dalam mengelola sekolah serta mampu mengkomunikasikan berbagai kebijakan baik yang menyangkut intern maupun ekstern (pemerintah). Kondisi ini menghendaki kepala sekolah pada saat akan menerapkan berbagai kebijakan yang akan diputuskan senantiasa mengajak  bawahannya  untuk diajak membahas hal-hal khususnya yang berkaitan  langsung dengan guru maupun karyawan. Jika hal ini tidak dilaksanakan, maka  akan muncul perilaku   yang bertentangan dengan kebijakan yang sudah diambil, indikasi ini dapat dilihat dari perilaku bawahannya seperti sering terlambat, dan jika kepala sekolah tidak ada maka akan mengajar seenaknya atau tidak ada gairah dalam mengajar dsb.
Hal ini sependapat dengan Tjiptono dan Diana, (2001: 161) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan demokratis dikenal juga dengan gaya  kepemimpinan konsultatif atau konsensus, hal ini dikarenakan pimpinan yang menggunakan gaya pendekatan ini senantiasa melibatkan bawahannya untuk melakukan keputusan  dari hasil pembuatannya walaupun  keputusan akhir  berada pada pimpinan tetapi setelah menerima masukan dan rekomendasi dari anggota tim. Pada sebuah kritik mengatakan   bahwa keputusan  yang paling populer serta disukai tidak merupakan suatu keputusan yang baik, dan sesuai dengan sifatnya, kepemimpinan demokratis cenderung menghasilkan keputusan yang disukai dari pada keputusan yang tepat.
Peneliti berpendapat, jika setiap kebijakan yang akan diputuskan dimusyawarahkan terlebih dahulu dengan cara disosialisasikan, maka akan  terlihat baik guru maupun karyawan ada gairah maupun semangat dalam bekerja dan kinerja guru maupun karyawan akan berubah dengan sendirinya seiring dengan perkembangan lembaga pendidikan itu sendiri.  Selain  itu jika setiap kebijakan khusunya dalam usaha peningkatan mutu sekolah, bawahan diikut sertakan dalam pembicaraan bersama pada setiap pengambilan keputusan akan berdampak  pada peningkatan kerja yang tinggi.
d.             Adanya kepercayaan pimpinan pada bawahan
Kemampuan yang tinggi serta kemauan yang tinggi serta dengan melihat latar belakang  pendidikan atau ketrampilan yang dimiliki oleh guru khususnya, maka pengisian posisi disesuaikan dengan kebutuhan, selain itu dalam  peningkatan kinerja kepala sekolah hendaknya memberikan kepercayaan yang  penuh pada setiap bidang tugas bawahannya, namun tetap dalam pengawasannya, jika suatu ketika terdapat kekeliruan maupun kesalahan. Di SMP Negeri I Eromoko terdapat empat wakil kepala sekolah yaitu waka. bidang kurikulum, waka. Bidang sarana prasarana, waka. Bidang kesiswaan, dan waka. Bidang humas    semuanya diberi  kepercayaan  dan tanggung jawab sesuai dengan tugas masing-masing oleh kepala sekolah.
Hal ini sependapat dengan Lippiht dan whit dalam Thoha, (1995: 47) menyatakan bahwa kebebasan dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas prestasi kerja selau diberikan kebebasan bagi bawahannya, sistem   pendelegasian adalah  sistim yang sesuai  jika bawahan mempunyai kemampuan maupun kemauan yang tinggi. Jika ini tidak diberikan, maka ada rasa keengganan bawahan untuk meningkatkan kualitas kinerjanya. Secara demokratis,  kepemimpinan model ini mau menerima saran-saran dari anak buah juga berupa kritikan-kritikan akan diminta dari anak buahnya. Yang  kesemuanya itu bertujuan demi suksesnya pekerjaan bersama, indikasi yang lain gaya  kepemimpipinan ini adalah diberinya  kebebasan yang cukup kepada anak  buahnya, dasarnya  menaruh kepercayaan bahwa mereka itu akan berusaha sendiri dalam menyelesaikan pekerjaan sebaik-baiknya, juga senantiasa berusaha  memupuk kekeluargaan, persatuan membangun semangat dan gairah bekerja.
Peneliti barpendapat bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas kerja bawahan , maka sangat diperlukan kepercayaan  dan kebebasan dalam mengembangkan kreatifitas. Dengan demikian akan banyak diambil hikmah dari pengalaman sehingga tidak akan terulang kesalahan yang kedua kali.  
e.             Mengutamakan team work
Dalam upaya meningkatkan kualitas prestasi kerja kepala sekolah sebagai pimpinan harus berusaha untuk memiliki kemitraan yang  jelas terhadap sekolah, kepentingan sekolah serta memberi peluang bagi guru dan karyawan untuk mengidentifikasi nilai-nilai, visi maupun misi sekolah baik menyangkut ke dalam maupun keluar. Untuk  mencapai itu semua pembentukan team work diperlukan dan  berkelanjutan. Sebagaimana yang diterapkan di SMP negeri I Eromoko pembentukan team work pada setiap kegiatan sekolah seperti Penerimaan siswa baru (PSB), MOS, Ulangan semester dan lainya.
Hal ini sependapat dengan Sunindhia (1989: 47) bahwa salah satu indikator dari kepemimpinan demokratis menurutnya adalah  seorang pimpinan akan selalu berusaha mengutamakan tim work dalam usaha pencapaian tujuan.
Peneliti berpendapat jika  kepala sekolah mempunyai komitmen yang bagus, jelas dan  terarah untuk memajukan sekolah namun komitmen dalam  peningkatan kinerja tidak ada, maka pembentukan team work akan sia-sia. Dengan   bentuk dampak yang lain adalah bawahan tidak akan mau  tahu dengan hal-hal yang berkaitan dengan peningkatan kemajuan sekolah maupun visi, misi  dan tujuan sekolah.
f.               Penciptaan gairah kerja
Kepala sekolah dalam mengembangkan suasana gairah kerja menggunakan berbagai cara sehingga kualitas bawahannya terjadi peningkatan serta terbangun dengan sendirinya. Bentuk-bentuk peningkatan gairah kerja sangatlah banyak seperti memberi pujian, hadiah, penghargaan maupun harapan jika etos kerja tinggi. Dalam rangka menciptakan suasan gairah kerja guru dan karyawan  SMP Negeri I Eromoko senantiasa memberikan peluang jabatan dan kesempatan untuk mengembangkan karir.
Subagio Admodiwiro, (2000: 162.) mengatakan bahwa kepala sekolah juga harus mampu mewujudkan tujuan perorangan dengan cara menstemulasi baik guru maupun karyawan serta siswa dalam mencapai prestasi yang tinggi, dengan tetap menentukan harapan kerja yang tinggi dan baik, menghargai potensi dan kemampuan orang lain dan menyatakan kepercayaan terhadap hasil memuaskan yang dihasilkannya.
g.         Pembagian Keberhasilan secara Adil
Di lembaga manapun faktor kesejahteraan didambakan oleh setiap manusia, di lembaga pendidikan kesejahteraan guru dan karyawan merupakan sesuatu yang senantiasa menjadi topik pembicaraan. Karena ketika berbicara tentang peningkatan kualitas sumber daya manusia maupun mutu pendidikan yang didalamnya terlibat banyak pihak, akan dirasakan tidak adil ketika guru maupun karyawan berusaha memberikan pelayanan dalam rangka peningkatan kualitas siswa (Lulusan) tetapi disisi lain kesejahteraan terabaikan. Sebagai pimpinan kepala sekolah pemegang otoritas lembaga yang dipimpinnya mempuyai kewajiban untuk menjawab permasalahan yang menyangkut kesejahteraan guru maupun karyawannya jika ada permasalahan muncul di lembaga yang dipimpinnya.
Dengan kondisi yang demikian, maka setiap keberhasilan yang dicapai oleh sekolah khususnya yang berkaitan dengan keberhasilan di bidang keuangan kepala sekolah hendaknya berusaha membaginya dengan adil. Adil di sini yang dimaksud adalah dengan pertimbangan masa kerja, golongan pangkat maupun jabatan yang diemban oleh guru maupun karyawannya, juga latar belakang ijazah (karyawan), sedangkan untuk guru didasarkan pada jumlah jam mengajar. Di SMP Negeri I Eromoko sumber dana berasal dari subsidi Pemerintah dan Dana Komite dari orang tua. Dana tersebut dikelola sekolah bersama komite sebagai dana operasional siswa baik teori maupun praktek, termasuk di dalamnya untuk kesejahteraan guru dan karyawan dalam bentuk tunjangan transport maupun tunjangan jabatan. Tidak menutup kemungkinan jika pembagian yang tidak adil dalam masalah kesejahteraan bawahan (Keuangan) akan timbul rasa malas dan enggan untuk melaksanakan tugas sebaik-baiknya dengan kata lain tidak akan ada partisipatif dari para guru maupun karyawan.
Peneliti berpendapat bahwa kesejahteraan guru tidak dapat diabaikan, karena merupakan salah satu faktor penentu dalam peningkatan kinerja yang secara langsung berpengaruh terhadap mutu pendidikan. Peningkatan kesejahteraan guru dapat dilakukan antara lain pemberian insentif di luar gaji, imbalan dan penghargaan, serta tunjangan yang dapat meningkatkan kinerja guru.
2.  Peran Motivasi  Kepala Sekolah dalam Peningkatan Prestasi Kerja Guru
Kepala Sekolah sebagai seorang pemimpin dalam sebuah lembaga pendidikan mempunyai tugas sekaligus bertanggung jawab terhadap amanahnya. Hal ini dikarenakan dengan berbagai persoalan yang muncul di sekolah tersebut maka yang pertama dan utama adalah  kepala sekolah, maka dalam penjagaan integritas, terpercaya dan penghormatan hendaknya menjadi komitmen pada dirinya. Dalam bekerja di lembaga yang dipimpinnya hendaknya kepala sekolah juga menjadi sumber motivasi bagi anak buahnya sehingga semangat kerja dapat bangkit, percaya diri tumbuh juga untuk siswa.
Kepala Sekolah pada hakekatnya adalah sumber semangat/ motivator bagi guru, staf dan siswa. Oleh karena itu Kepala Sekolah harus selalu membangkitkan semangat, percaya diri terhadap guru, staf dan siswa sehingga mereka memahami tujuan sekolah secara antusias, bekerja secara tanggung jawab dan profesional. Untuk mencapai peningkatan kinerja melalui  peran motivasi kepala sekolah, maka kepala sekolah perlu mempunyai beberapa strategi yang mengarah kepada peningkatan kinerja bawahannya. Dalam pembinaan guru maupun karyawannya tanggung jawab berada di tangan supervisor yang terdiri dari: general Supervisor, Special grade Supervisor, Special Subject Supervisor yang ketiga-tiganya dikoordinir oleh Superintendent.
Mengingat yang setiap hari bertemu dengan guru adalah kepala sekolah sebagai pimpinan di lembaga pendidikan maka kepala sekolah mempunyai tanggung jawab dan kewajiban dalam peningkatan kinerja yang menjadi bawahannya. Kepala Sekolah selaku Administrator Sekolah, hal yang tidak boleh dilupakan adalah Pembinaan Profesionalisme bawahannya yang sekarang terkenal dengan istilah TQM (Total Quality Manajemen) pada lembaga yang dipimpinnya.
Pembinaan dalam peningkatan kinerja yang dimaksud disini adalah bantuan kepada guru (khususnya) dengan bentuk penyerahan dan motivasi dalam peningkatan profesionalisme kerja untuk mendapatkan proses belajar mengajar yang optimal, sehingga dengan bimbingan tersebut semua guru dalam proses belajar dapat diikuti dan dimengerti oleh anak didiknya dengan baik dan begitu juga karyawannya dalam melayani hal-hal yang diperlukan dalam pelaksanaan PBM khususnya dalam administarasi dapat terlaksana dengan cepat, mudah dan praktis.
Untuk guru pembinaan dalam peningkatan kualitas dalam proses belajar mengajar dengan berbagai bentuk kegiatannya juga sebagai usaha untuk terlaksananya sistem kenaikan pangkat dalam jabatan profesional guru. Sedangkan motivasi yang diberikan  Kepala SMP Negeri I Eromoko dalam meningkatkan kualitas kinerja bawahan yang ada di sekolah dengan melakukan beberapa strategi, diantaranya:
1.         Kepala sekolah memberikan jenis pekerjaan kepada bawahannya sesuai dengan kemampuan dan tugasnya.
Sebagai seorang pemimpin harus mampu mengidentifikasi bawahnya, sehingga terjadi efisien dan efektifitas dalam mencapai tujuan lembaga pendidikan yang dipimpinnya. Sebelum memberikan pekerjaan kepada bawahannya Kepala SMP Negeri I Eromoko melihat kemampuan yang dimiliki oleh yang bersangkutan kemudian mengkomunikasikannya dengan manajemen dan setelah itu diberikan pekerjaan tersebut. Dalam mengidentifikasi bawahan yang dijadikan bahan pertimbangan kepala sekolah untuk menentukan jenis pekerjaan bawahan melalui ijazah, lulusan, serta jurusan/spesialisasinya dan lainya. Dengan demikian pimpinan dalam memberikan pekerjaan pada bawahan  sesuai dengan  kemampuan dan disiplin ilmu yang dimiliki.
Hal ini sesuai dengan  Herzberg (dalam JohnAdai,1994) yang menyebutkan hal-hal yang dapat memotivasi orang pada pekerjaanya  salah satunya adalah adanya tanggung jawab, bawahan akan melaksanakan pekerjaan dengan penuh tanggung jawab, bila pekerjann yang dibebankan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
Dalam bidang pengajaran Kepala Sekolah senantiasa melihat karakteristik guru dalam pengajarannya dan jeli dalam melihat efektifitas penguasaan guru dalam hal mengajar sampai dimana kemampuannya. Hal ini dikarenakan sebagai seorang pemimpin harus bisa membaca karakter bawahnya sebelum diberi tugas maupun ditingkatkan kualitas kinerja maupun profesionalitas yang dimilikinya.
2.         Kepala Sekolah Memberikan Supprot maupun Motivasi kepada Bawahannya untuk Meningkatkan Kualitas maupun Pendidikan
Sebagai seorang pemimpin, kepala sekolah senantiasa memberikan dorongan kepada bawahannya dalam meningkatkan kualitas dirinya sangatlah berarti. Hal ini disebabkan para bawahan mempunyai kepekaan pada setiap kebijakan kepala sekolah. Jika dalam hal yang kecil saja tidak disupport dari kepala sekolah akan melemahkan semangat baik guru maupun karyawan dalam meningkatkan kualitas profesionalismenya, diantaranya dengan melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, dan mengikutsertakan keberbagai pelatihan-pelatihan maupun seminar-seminar. Kepala sekolah SMP Negeri I Eromoko senantiasa mendorong  dan mengikutkan dalam seminar–seminar, pelatihan baik yang diselenggarakn oleh dinas pendidikan maupun instansi terkait. Disamping itu kepala sekolah juga senantiasa menganjurkan untuk melanjutkan pendidikan pasca sarjana.
Hal ini senada dengan herzberg yang menyatakan bahwa salah satu faktur yang dapat memotivasi bawahan adalah adanya dorongan  dari pimpinan untuk mengembangkan kualitas diri. Pengembangan seseorang baik dari pengalaman kerja atau kesempatan untuk maju dapat merupakan perangsang kuat bagi tenaga kerja untuk bekerja lebih baik giat dan bergairah.

3.         Kepala Sekolah memberikan Suasana Penyegaran
Tugas guru di lembaga pendidikan sangatlah berat. Hal ini disebabkan selain guru tersebut harus menguasai materi sesuai dengan mata diklat yang diajarkan, guru juga dituntut untuk memahami karakter dan psychologis anak sehingga pelajaran yang disampaikan oleh guru tersebut dapat diterima, dipahami dan dimengerti serta dikuasai oleh siswanya. Untuk melaksanakan ini juga diperlukan perangkat-perangkat pembelajaran serta pelayanan administrasi sehingga kegiatan proses belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Mengingat hal tersebut sangatlah berat dan yang dihadapi sesuatu yang tetap, maka kepala sekolah sebagai seorang pemimpin harus membaca situasi bagaimana guru dan karyawan tidak merasa jenuh dengan pekerjaannya sehingga sikap profesionalismenya tetap tinggi dan dedikasinya baik, maka diadakanlah beberapa kegiatan penyegaran seperti rekreasi, pertemuan keluarga, Reewad/ ucapan selamat. Dengan kondisi demikian diharapkan kepuasan secara batin sebagai bawahannya dapat terpenuhi dan terpuaskan.
Penelitian ini sependapat dengan  Hasibuan yang menyatakan bahwa pemberian motivasi salah satunya dengan cara motivasi langsung , artinya seorang pimpinan diharapkan mampu memberikan  kepuasan secara lahir dan batin dalam bentuk materiil maupun non materiil.
4.         Kepala Sekolah Memberi Kesempatan kepada Para Guru untuk Mengikuti Kegiatan-kegiatan. (Seminar, Lokakarya, Workshop, MGMP, maupun bentuk pelatihan)
Dalam peningkatan prestasi kerja sehingga menjadi tenaga yang profesional, kepala sekolah selalu memberi kesempatan dan mengikutsertakan dengan berbagai kegiatan yang menyangkut hal-hal berkaitan dengan peningkatan mutu sekolah. Kegiatan tersebut antara lain, MPGMP, seminar-seminar, lokakarya, pelatihan-pelatihan maupun studi banding.
Hal ini senada dengan Herzberg (dalam dalam Amrulloh dan Hanafi,(2001: 175) yang menyatkan bahwa salah satu perangkat motivator adalah adanya pengembangan, Supaya pengembangan benar-benar berfungsi sebagai motivator maka manager dapat memulainya  dengan melatih bawahan untuk mengerjakan pekerjaan yang lebih bertanggung jawab, bila menunjukkan hasil yang baik maka manager perlu memberikan usulan untuk dilakukan pengembangan. Pimpinan hendaknya mendorong bawahan untuk lebih meningkatkan propfesionalismenya dengan mengikuti pelatihan, seminar dll.
Dengan mengikuti berbagai kegiatan, maka bawahan akan dapat mengetahui kekurangan diri sendiri dan kelebihan orang lain yang lebih baik, sehingga ada interaksi positif untuk menimba ilmu pengetahuan dan pengalaman orang lain yang kemudian disimpulkan dan dijalankan dengan dirinya sendiri serta diterapkan pada sekolah dimana dia mengajar. Selain itu juga berbagai kesulitan yang dihadapi dapat dicarikan solusinya dengan melihat dan mendengarkan apa yang dilakukan oleh tutor dan jika mengalami kesulitan dapat dipecahkan dan diselesaikan dengan baik.
Khususnya untuk guru, Kepala Sekolah dalam memberikan kesempatan mengikuti berbagai kegiatan adalah dengan cara bergantian, hal ini dilakukan agar dalam proses belajar mengajar tidak terjadi kekosongan jam. Ada juga cara yang digunakan yaitu dengan cara tukar jam dengan guru lain jika yang bersangkutan kebetulan ada kegiatan, jika tidak dapat dilakukan maka dengan cara memberi tugas dan dikerjakan dan diperiksa serta dikembalikan hasil pekerjaannya kepada siswanya.
5.      Meningkatkan Kinerja dengan Cara Banyak Membaca
Ada persoalan klasik yang menimpa kualitas pendidikan di Indonesia adalah kondisi ekonomi guru yang kurang sejahtera. Hal ini bisa ditinjau dari berbagai segi diantaranya adalah rendahnya gaji yang diterima oleh guru maupun karyawan lebih-lebih di sekolah swasta yang segala kegiatan yang menyangkut RAPBS ditentukan oleh penghasil SPP yang harus dibayar oleh orang tua siswa, sehingga pada saat guru dan karyawan akan meningkatkan kemampuan dengan cara membeli buku, studi banding, MGMP, seminar maupun hal-hal lain yang mengarah pada peningkatan kinerja hendaknya ada anggaran untuk membantu dalam berbagai kegiatan yang diikuti oleh guru maupun karyawan.
Di SMP Negeri I Eromoko fasilitas pengembangan diri melalui gemar membaca sudah cukup memadahi baik untuk guru maupun siswa karena Perpustakaan tidak hanya berisi buku bacaan namun berita-berita terbaru melalui koran dan majalah berlangganan, sekaligus dilengkapi dengan sarana untuk pengembangan diri SAS (self acces study) dengan hosfot internet kapanpun dibutuhkan. Begitu juga untuk kegiatan MGMP ada dana tersendiri dari sekolah untuk setiap guru yang mengikutinya, sedangkan untuk karyawan yang ditugaskan untuk mengikuti berbagai pelatihan dalam peningkatkan kinerja sehingga menjadi karyawan yang berkualitas juga disiapkan anggaran.
D.     SIMPULAN
Sesuai dengan fokus utama penelitian ini yaitu gaya kepemimpinan dan motivasi kepala sekolah dalam  meningkatan prestasi kerja guru di SMP Negeri I Eromoko dengan sub fokus penelitian yaitu : 1) bagaimana gaya kepemimpinan kepala sekolah dalam meninkatkan prestasi kerja guru, 2) bagaimana motivasi kepala sekolah dalam meningkatkan prestasi kerjan guru, maka berdasar paparan data, analisis kasus, temuan penelitian  dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:
  1. Peran Gaya Kepemimpinan  kepala sekolah dalam meningkatpan prestasi  kerja guru.
SMP Negeri I  Eromoko dalam meningkatan prestasi kerja guru menggunakan berbagai gaya dalam kepemimpinan, diantaranya adalah :
a.       Guna menumbuhkan  simpati guru dan karyawan , kepala sekolah menggunakan  gaya kepemimpinan  demokratis  dengan indikator  dari hasil temuan : a)bersedia menerima saran dari guru dan karyawan , b) guru dan karyawan diangggap mitra bahkan seperti teman, c)memberikan kepercayaan pada guru dan karyawan , d) selalu megutamakan teamwork.
b.      Guna mengarahkan  dan menggerakkan  guru dan karyawan, kepala sekolah menggunakan gaya kepemimpinan     karismatik dengan indikator hasil  temuan: a) memberi kebebasan mengembangkan diri bagi guru dan karyawan, b) memberi peluang jabatan dan pujian, c) selalu membangun gairah kerja, dan d) memberi penyegaran dan kesejahteraan
c.       Guna mendorong/ memotivasi guru dan karyawan, kepala sekolah menggunakan gaya kepemimpinan delegatif  dengan indikator hasil temuan : a) mengutamakan teamwork, b) memberi kebebasan untuk mengembangkan  diri, c) memberti penyegaran kesejahteraan, d) memberi peluang jabatan secara bergantian, e) memberikan fasilitas.
  1. Peran  Motivasi kepala sekolah dalam memingkatkan presatasi kerja guru
Kepala sekolah SMP Negeri I Eromoko dalam upaya meningkatan prestasi kerja guru dengan menggunakan gaya kepemimpinan demokratis, delegatif, kharismatik, partisipatif, dan kadang militeristik maka dapat ditemukan startegi dalam memberikan  motivasi diantaranya :
a.      Kepala sekolah dalam membagi tugas dan pekerjaan sesuai dengan bakat dan kemampuan  masing-masing personal,
b.      Kepala sekolah melihat karakteristik guru dan karyawan, kejelian dan keefektifan  kepala sekolah dalam melihat tingkat kemampuan  guru dan karyawan.
c.       Motivasi kepala sekolah pada guru dan karyawan  untuk meningkatkan kamampuan,
d.      Mengikut sertakan guru dalam MGMP atau pelatihan- pelatihan,
e.      Anjuran untuk banyak membaca.



DAFTAR PUSTAKA
Adair, J. (1994). Menjadi Pemimpin Efektif, Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo.
Adair J. (2008). Kepemimpinan Yang Memotivasi, Jakarta: PT. SUN.
Arikunto, S. (1996). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta : Rineka Cipta.
Depdikbud (1996). Pedoman Pembinaan Profesional Guru, Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta
Depdikbud (1998). Pedoman Pelaksanaan Sistem Pembinaan Profesional Guru Melalui Gugus Sekolah, Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta.
Fachrudi,Soekarto Indra.(1995) Mengantar Bagimana Memimpin Sekolah Yang Baik. Jakarta:Ghalia Indonesia
Hadi, Sutrisno (1995). Analisis Regresi, Yogyakarta : Andi Ofset
Handoko, TH (1993). Manajemen, BPFE, Yogyakarta
Herey,P.& Blanchard,K. Management of OrganizationalBehavior:Utilizing Human   
         Resources.Engle-Wood Cliffs.new Jersay:Prentice Hall.1989
Hasibuan, M., (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara.
Jalal, F. dan Supriadi, D. (2001). Preformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah, Yogyakarta : PT Adicita Karya Nusa.
Kartono, Kartini, (2008). Pemimpin dan Kepemimpinan, Jakarta : PT Rap Grafindo Persada.
Kusmintardjo (1998). Dasar-dasar Manajemen, Depdikbud, Jakarta.
Margono, S. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta : PT Rineka Cipta.
Madhi,Jamal. Menjadi Pemimpin Yang Efektif Dan Berpengaruh, Tinjauan Manajemen Kepemimpinan Islam. Bandung : PT Syamil Cipta Media, Januari, 2004
Miles, Mattew B dan Huberman, Amichael. 1992. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber tentang Metode-Metode Baru (Terjemah Tjetjep Rohendi Rohidi). Jakarta: Universitas Indonesia.
Mulyasa, E. (2002). Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Mulyasa, E. (2005). Menjadi Kepala Sekolah Profe.sional, Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja  Rosdakarya.
Raihani. (2010). Kepemimpinan Sekolah Transformatif. Yogyakarta: PT. LKIS Printing Cemerlang.
Robby i. Chandra. (2009). Kamu Juga Bisa Kenal Cara Memimpin di Wilayah Diri. Young Leaders Institute.
Pandoyo, R. (1993). Manajemen Personalia, BPFE, Yogyakarta.
Purwanto (2002). Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Rivai, V. (2003). Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Siagian, SP (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Sudarmawan,Denim.(2005). Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok.:PT Rineka Cipta
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D). Bandung: Alfabeta
Sunindia, Kepemimpinan dalam Masyarakat Modern,Bina Aksara,Jakarta,1998
Sutarto (1995). Dasar-dasar Kepemimpinan Administrasi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press
Tjiptono, F. (2002). Total Quality Management. Yogyakarta : Andi.
Uno, Hamzah B. (2007) Profesi Kependidikan (Problema, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di Indonesia. Jakarta: PT Bumi Akasara
Wibowo, ME. (1996). Profesinalisme Bimbingan Konseling. Jakarta : Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta.
Yake, G. (1996). Kepemimpinan Dalam Organisasi. Jakarta: PT. Prenhallindo.
















SELAYANG PANDANG TENTANG PENULIS
Sigit Rahmadi
SIGIT RAHMADI, lahir pada tanggal 19 Mei 1973 di Wonogiri  Jawa Tengah. Putra pertama (dari tiga bersaudara) dari pasangan Bapak Supardi (pensiunan PNS) dan Kartini.
Penulis mengawali pendidikan formal di SD Negeri 02 Puloharjo Eromoko Wonogiri (lulus tahun 1986). Kemudian melanjutkan di MTsN Wonogiri (lulus tahun 1989). Setelah itu melanjutkan lagi ke jenjang Sekolah Menengah Atas, yaitu PGA Negeri Surakarta (lulus tahun 1991). Selepas menimba ilmu di PGA kemudian melanjutkan lagi ke jenjang  sekolah/perguruan tinggi S-1  Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) (lulus tahun 1995), Selanjutnya pada bulan Pebruari 2011 tercatat sebagai mahasiswa (S-2) di almamater yang sama pada Program Pascasarjana Jurusan Magister Pendidikan Islam (M.Pd.I) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). Pada tahun 2012 ini, penulis menyusun tesis sebagai syarat kelulusan (S-2) dengan tema Peran Gaya kepemimpinan dan Motivasi kepala Sekolah dalam meningkatkan Prestasi kerja Guru di SMP Negeri I Eromoko.




ISTRI/WANITA SHOLIHAH

ISTRI/WANITA SHOLIHAH Wanita sholihah merupakan dambaan bagi setiap pria, maka sangatlah penting bagi setiap  pria yang hendak menikah...