“ Malu”
الْحَمْدُ للهِ
الَّذِى نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِهِ لِيَكُوْنَ لِلْعَالَمِيْنَ
نَظِيْرًا .أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ . وَ
أَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ
الْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ , اللهمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ وَ سَلَّمَ تَسْلِيْمًا
كَثِيْرًا , أَمَّا بَعْدُ فَيآ عِبَادَ اللهِ إِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ ,
وَ مَنْ يَتَّقِ اللهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا , وَ يَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لاَ
يَحْتَسِبُ .
Di dunia ini Allah menciptakan dua macam makhluk yang
berbeda yaitu : makhluk yang berupa manusia dan makhluk yang berupa hewan .
Pada dasarnya kedua makhluk ini adalah sama, karena kepada keduanya Allah
sama-sama memberi keinginan dan hawa nafsu. Tetapi oleh Allah manusia diberi
karunia yang maha besar, yaitu sesuatu yang bisa membedakan antara barang yang
benar dan salah ,mengendalikan, memimpin dan menguasai hawa nafsu, sesuatu itu
adalah akal, yang mana akal tidak diberikan oleh Allah kepada makhluk berupa
hewan.
Karena akal itulah
manusia mempunyai perasaan malu , dan dengan perasaan malu tersebut manusia
mempunyai derajat yang tinggi disisi Allah SWT , berbeda dengan hewan yang sama sekali tidak
mempunyai sifat malu.
Meskipun telah diberi karunia oleh Allah yang demikian
hebatnya, ada juga manusia yang tidak
mau mempergunakan akalnya , yang mengendalikan mereka adalah nafsu hewani ,
mereka tidak bisa membedakan antara barang yang halal dan haram, barang yang
berdampak baik dan buruk , barang yang merugikan orang lain atau tidak dengan
dalih hal itu sudah menjadi tuntutan zaman , Hal tersebut pada zaman sekarang
dapat kita lihat dengan maraknya praktek korupsi, kolusi, pornografi,
prostitusi, suap menyuap .sehingga keadaan dan tingkah lakunya tak ubahnya
seperti makhluk hewan,mereka telah kehilangan hati nurani bahkan lebih sesat daripada hewan itu.Seperti
telah difirmankan oleh Allah dalam Al Qur’an :
وَلَقَدْ
ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا
يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ ءَاذَانٌ لَا
يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ
الْغَافِلُونَ (الأعراف 179)
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka
Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak
dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata
(tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan
mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar
(ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih
sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.
Padahal satu-satunya hal atau sifat
yang dapat membedakan antara manusia dan hewan adalah sifat malu
Sifat malu dalam istilah ilmu
akhlak disebut dengan al khaya’ (
حَيَاءٌ) merupakan unsur
yang sangat penting dalam agama Islam yang mempunyai hubungan yang sangat erat
dengan keimanan. Sehingga boleh dikatakan bahwa ciri-ciri dari orang yang
beriman adalah mempunyai rasa malu, apabila rasa malu itu sudah hilang dari seseorang, maka dengan sendirinya perlu dipertanyakan
keimanan orang tersebut. Bahkan bila orang itu sudah hilang rasa malunya
dikuatirkan akan menjadi sebab hilangnya keimanan seseorang. Seperti dinyatakan
dalam satu hadis :
الْحَيَاءُ
وَ الإِيْمَانُ قُرْنَاءُ جَمِيْعًا فَإِذَا رَفَعَ أَحَدُهُمَا رَفَعَ الآخَرُ ( رواه
الحاكم )
Yang artinya “malu dan iman adalah dua perkara yang
berpasang-pasangan maka ketika hilang salah satunya maka akan hilanglah yang
lainnya”
Malu adalah satu sifat atau
perangai yang mencegah manusia melakukan perbuatan yang jahat dan buruk.
Seperti diketahui, dalam kehidupan ini ada beberapa aturan atau batas-batas
yang harus ditaati oleh manusia, yaitu :
1.
Batas-batas atau peraturan agama
2.
Batas-batas atau peraturan
perundang-undangan
3.
Batas-batas atau peraturan norma
dalam kehidupan bermasyarakat atau etika kesopanan.
Apabila telah hilang rasa atau
sifat malu dari seseorang maka dampak buruknya bukan saja pada rohaniah atau
pribadi dari orang itu saja tetapi juga membawa pengaruh yang membahayakan pula
kepada masyarakat. Pengaruh itu akan menjadi mata rantai yang sambung
menyambung.
Diantara sebab kehancuran manusia
adalah bila manusia tersebut sudah kehilangan rasa malu, seperti diriwayatkan
dalam suatu hadis:
إِنَّ
اللهَ عَزَّ وَ جَلَّ إِذَا أَرَادَ أَنْ يُهْلِكَ عَبْدًا نُزِعَ مِنْهُ
الْحَيَاءُ , وَ إِذَا نُزِعَ مِنْهُ الْحَيَاءُ لاَ تُلْقِهِ إِلاَّ مَقِيْتًا
مُمْقِتًا , فَإِذَا لَمْ تُلْقِهِ إِلاَّ مَقِيْتًا مُمْقِتًا نُزِعَتْ مِنْهُ
الأَمَانَةُ , فَإِذَا نُزِعَتْ مِنْهُ الأَمَانَةُ لَمْ تُلْقِهِ إِلاَّ خَائِنًا
مُخَوِّنًا , فَإِذَا لَمْ تُلْقِهِ إِلاَّ خَائِنًا مُخَوِّنًا نُزِعَتْ مِنْهُ
الرَّحْمَةُ , فَإِذَا نُزِعَتْ مِنْهُ الرَّحْمَةُ لَمْ تُلْقِهِ إِلاَّ
رَجِيْمًا مُلَعَّنَا , فَإِذَا لَمْ تُلْقِهِ إِلاَّ رَجِيْمًا مُلَعَّنًا
نُزِعَتْ مِنْهُ رَقَبَةُ الإِسْلاَمِ ( رواه ابن ماجة عن أبي عمر)
Sesungguhnya ketika
Allah menghendaki untuk membinasakan seorang hamba maka dihilangkanlah
darinya sifat atau rasa malu, ketika telah hilang rasa malu dari hambanya maka
yang tinggal hanyalah sifat membenci,
ketika yang ada tinggal sifat kebencian maka akan dihilangkan darinya sifat
amanah atau dapat dipercaya, jika sifat
amanah tersebut sudah hilang maka yang ada tinggal sifat menghianati, jika yang
ada hanya sifat menghianati maka akan
dihilangkanlah sifat rahmah atau kasih sayang, jika telah hilang sifat rahmah
maka yang ada tinggallah sifat saling melaknati, jika yang ada tinggal sifat
melaknati maka akan hilanglah sendi-sendi keislaman seseorang.
Dari hadis diatas dapat kita ambil
pelajaran dengan jelas bahwa dengan hilangnya sifat malu atau haya’ , setelah
melalui lima
stadium sebagai akibat dari hilangnya
sifat malu tersebut ,maka akan sampailah seorang hamba pada kehancuran.
Sekarang apabila ada pertanyaan “
Kepada siapa kita harus malu? “
Ahli tasawuf membagi sifat malu
kepada tiga macam :
1.
Malu terhadap Allah.
2.
Malu kepada manusia.
3.
Malu kepada diri sendiri.
Malu kepada Allah ialah
menghindarkan diri dari berbuat maksiat dan kejahatan baik terang-terangan atau
sembunyi-sembunyi atau tidak dilihat orang lain.ia menyadari dengan sepenuhnya
bahwa apapun yang dikerjakannya baik terang-terangan atau sembunyi-sembunyi
semuanya pasti dalam pengawasan Allah SWT.
Malu
kepada manusia artinya adalah menghindarkan diri dari perbuatan yang
menyinggung perasaan orang lain atu melanggar etika kesopanan dalam kehidupan
sehari-hari.
Malu
kepada diri sendiri artinya adalah menghindarkan diri dari perbuatan yang berakibat
merugikan diri sendiri, merendahkan martabat diri sendiri, membuat noda atau
aib bagi diri sendiri , walaupun pekerjaan aib itu tidak diketahui oleh orang
lain.
Apabila seseorang sudah kehilangan sifat
atau perasaan malunya maka hal yang
demikian ini menjadi tanda atau alamat kehancuran seseorang.
Ukuran yang demikian juga berlaku
dalam kehidupan suatu bangsa.
Pada akhir khotbah ini marilah kita
memohon kepada Allah semoga kita semua dihindarkan dari kehilangan sifat malu. Semoga
bangsa ini selamat dari kehancuran amin!
بَارَكَ
اللهُ لِي وَ لَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ , وَ نَفَعَنِي وَ إِيَّاكُمْ
بِمَافِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَ الذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَ تَقَبَّلَ مِنِّي وَ
مِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ , وَ قُلْ رَبِّ
اغْفِرْ وَ ارْحَمْ وَ أَنْتَ خَيْرٌ الرَّاحِمِيْنَ
الْخُطْبَةُ الثَّانِيَةُ لِلْجُمْعَةِ
الْحَمْدُ
للهِ الْمَنْعُوْتِ بِصِفَاتِ التَّنْزِيْهِ وَ الْكَمَالِ . وَ أَشْهَدُ أَنْ
لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ , وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ سَنِيُّ الْخِصَالِ .
اللهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ آلِهِ وَ صَحْبِهِ وَ
التَّابِعِيْنَ , عِبَادَ اللهْ , إِتَّقُوْا اللهَ فَإِنَّكُمْ عَلَيْهِ
تُعْرَضُوْنَ , وَ اعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ صَلَّى عَلَى نَبِيِّهِ فِي كِتَابِهِ
الْمَكْنُوْنِ , وَ أَمَرَكُمْ بِذَالِكَ فَأَكْثِرُوْا مِنَ الصَّلاَةِ عَلَيْهِ
تَكُوْنُوْا مِنَ الْفَائِزِِيْنَ . اللهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَيْهِ وَارْضَ
عَنِ الأَرْبَعَةِ الْخُلَفَاء, وَ بَقِيَّةِ الْعَشْرَةِ الْكِرَامِ , وَ آلِ
بَيْتِ نَبِيِّكَ الْمُصْطَفَى , وَ عَنْ الأَنْصَارِ وَ الْمُهَاجِرِيْنَ وَ
التَّابِعِيْنَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْن :اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَ
الْمُسْلِمَاتِ وَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَ الْمُؤْمِنَاتِ , إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ
مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ رَبَّ الْعَالَمِيْنَ , وَ نَسْأَلُكَ اللهُمَّ دَوَامَ
الْعِنَايَةِ وَ التَأْيِيْدِ , لِحَضْرَةِ مَوْلاَنَا سُلْطَانِ الْمُسْلِمِيْنَ
, الْمُؤَيَّدِ بِالنَّصْرِ وَ التَّمْكِيْنِ , اللهُمَّ انْصُرْهُ وَ انْصُرْ
عَسَاكِرَهُ , وَ امْحَقْ بِسَيْفِهِ رِقَابَ الطَّائِفَةِ الْكَافِرَةِ , وَ
أَيِّدْ بِشَدِيْدِ رَأْيِهِ عِصَابَةَ الْمُؤْمِنِيْنَ , وَ اجْعَلْ بِفَضْلِكَ
هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا مُطْمَئِنَّا , وَ ارْفَعِ اللهُمَّ مَقْتَكَ وَ غَضَبَكَ
عَنَّا , وَ لاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا بِذُنُوْبِنَا مَنْ لاَ يَخَافُكَ وَ لاَ
يَرْحَمْنَا يَآ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ , اللهُمَّ إِيَّاكَ نَسْأَلُ فَلاَ
تُخَيِّبْنَا وَ إِلَيْكَ نَلْجَأُ فَلاَ تَطْرُدْنَا , وَ عَلَيْكَ نَتَوَكَّلُ
فَاجْعَلْنَا لَدَيْكَ مِنَ الْمُقَرَّبِيْنَ , إِلَهِي هَذَا حَالُنَا لاَ
يَخْفَى عَلَيْكَ فَعَامِلْنَا بِالْإِحْسَانِ إِذِ الْفَضْلُ مِنْكَ وَ إِلَيْكَ
, وَ اخْتِمْ لَنَا بِخَاتِمَةِ السَّعَادَةِ أَجْمَعِيْنَ .
عِبَادَ
اللهِ , إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَ الإِحْسَانِ وَ إِيْتَاءِ ذِي
الْقُرْبَى وَ يَنْهَى عَنِ الْفَخْشَاءِ وَ الْمُنْكَرِ وَ الْبَغْيِ يَعِظُكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
No comments:
Post a Comment