الْحَمْدُ
للهِ الَّذِي جَعَلَ الدِّيْنَ رِبَاطًا مَتِيْنًا بَيْنَ قُلُوْبِ
الْمُؤْمِنِيْنَ , وَ أَمَرَ بِالإِتِّحَادِ وَ التَّعَاوُنِ وَ نَهَى عَنِ
التَّفَرُّقِ وَ التَّنَازُعِ فِي كِتَابِهِ الْمُبِيْنِ , وَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ
إِلهَ إِلاَّ اللهُ الْقَوِيُّ الْمَتِيْنُ , وَ أَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا
مُحَمَّدًا الرَّسُوْلُ اللهِ ذُو الْقَلِبِ الرَّحِيْمِ وَ الْخُلُقِ الْعَظِيْمِ
وَ سَيِّدُ الأَنِبِيَاءِ وَ الْمُرْسِلِيْنَ
اللهمَّ
صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ
الَّذِيْنَ طَابَتْ نُفُوْسُهُمْ وَ صَغَتْ قُلُوْبُهُمْ فَكَانُوْا هُمْ
السَّادَةُ الْمَنْصُوْرِيْنَ
أَمَّا
بَعْدُ فَيَا عِبَادَ اللهِ اتَّقُوْااللهَ حَقَّ تَقْوَاهُ وَ احْذَرُوْا
الْمَعَاصِى وَ الْمُنِكَرَاتِ
Petikan dari sejarah.
Sesudah Rasulullah dan sebagian besar Para Sahabat menyingkir/pindah
dari kora Mekkah ke Madinah, maka di Mekkah masih tinggal sebagian orang2 yang
beriman. Mereka tidak turut hijrah, mungkin karena faktor2 lingkungan, keluarga
dan lain2. Berhubung dengan itu Sahabat2 Rasulullah di Madinah mengirim surat
kepada mereka, yang pada pokoknya menyatakan, bahwa ikrar mereka saja menjadi
Muslim tidak akan diterima selama mereka sendiri masih belum hijrah dari kota
yang menjadi lambang kemusyrikan ketika itu. Tentu saja kesimpulan itu mereka
peroleh dari ucapan2 Rasulullah.
Vonnis yang demikian menyebabkan orang2 Muslim yang masih tinggal
didaerah pendudukan kaum musyrikin itu memutuskan untuk berangkat menuju
Madinah, walau dengan risiko apa sekalipun. Secara diam2 mereka mencoba
meninggalkan kota
Mekkah, tapi rupanya langkah mereka itu dapat "dicium" oleh musuh,
sehingga mereka dikejar dan diburu ditengah jalan. Sebagian dari mereka dibunuh
dengan cara yang kejam dan sebagian lagi dapat menyelamatkan diri. Pada waktu
itulah turun ayat yang menyatakan ;
الم(1)أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ
يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا ءَامَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ(2)وَلَقَدْ فَتَنَّا
الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا
وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ(3)أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ أَنْ يَسْبِقُونَا
سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ(4)
Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan
(saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji
lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka
sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia
mengetahui orang-orang yang dusta. Ataukah orang-orang yang mengerjakan
kejahatan itu mengira bahwa mereka akan luput dari (azab) Kami? Amatlah buruk
apa yang mereka tetapkan itu.(Al-Ankabut: 1-4).
Menurut riwayat yang lain, sebab2 turunnya ayat itu adalah karena
peristiwa seorang laki2 bernama Muhja', seorang bekas budak Umar bin Khattab
yang telah dimerdekakannya dan masuk Islam. Dia turut bertempur dimedan perang
Badar. Panah yang dilepaskan oleh pihak musuh, yang bernama Umar bin Al Hadhry,
tepat bersarang kedalam tubuh Muhja' sehingga dia tewas. Dialah korban pertama
dari pasukan kaum Muslimin dalam permulaan perang Badr itu.
Setelah berita ketewasannya itu sampai kepada ibu-bapak dan
isterinya, maka mereka sangat gelisah dan berduka-cita karena kehilangannya
itu. Tatkala kejadian itu dilaporkan kepada Rasulullah, maka secara spontan
keluar ucapan beliau: Muhja' adalah penghulu/ pelopor kaum Pahlawan ( Syuhada'
). Selanjutnya beliau mengatakan, bahwa Muhja' adalah orang pertama yang akan
dipanggil memasuki pintu sorga. ("Asbabun Nuzul", oleh Naisabury,
hal. 195).
Hukum kepastian.
Dari kasus2 dan peristiwa-2 itu dapat ditarik kesimpulan, bahwa iman
harus dicoba dengan ujian 2 yang berbentuk bermacam-macam kesulitan dan
pengorbanan dan adakalanya. meminta pengorbanan jiwa. Hal itu tidak boleh
diragu-ragukan, sudah merupakan satu hukum kepastian.
Ayat yang disebutkan tadi dirangkaikan dalam satu kalimat yang
menurut istilah pramasastera bahasa Arab dinamakan "istifham
ingkari". Yaitu, dirumuskan dalam bentuk satu pertanyaan, tapi pada
hakekatnya sudah terkandung didalamnya jawab yang pasti terhadap pertanyaan
itu. Marilah kita teliti susunan ayat itu, yang berbunyi :
"Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan begitu saja
mengatakan bahwa mereka beriman dan mereka tidak akan diuji ?"
Dengan rumusan yang tidak memakai "pertanyaan" (?), ayat
itu mengandung pengertian : "Sudah pasti (la-budda) manusia tidak akan
dibiarkan begitu saja mengatakan bahwa mereka beriman, sebelum mereka itu
diuji".
Kalimat-2 yang disusun dengan memakai rangkaian "istifham
engkari" itu, banyak dijumpai didalam Al-Qur’an. Hal itu adalah satu ciri
tentang keindahan/ ketinggian/ kedalaman (balaghah) Kitab Suci itu.
Menyisihkan emas dari loyang.
Sidang jum'at yang mulia !
Hukum kepastian itu, yang biasa juga disebutkan Sunnatullah, telah
berlaku dalam kehidupan bangsa2 sejak dari zamna dahulu kala. Seperti
dijelaskan dalam ayat2 tadi, tujuan pokok dari ujian itu ialah untuk
"mengetahui antara orang yang benar dan orang yang dusta". Artinya,
untuk menyisihkan padi dari atah (padi yang kosong ), menyisihkan emas dari
loyang. Dalam perjuangan menegakkan iman, kebenaran, keadilan dan lain2 ada
ber-macam2 corak dan kwalitas manusia,. Prof Mahmud Sjaltut menyatakan, bahwa
ada tiga macam mutu manusia dalam menghadapi hal itu, yaitu :
(1) Manusia yang percaya dan berjuang menegakkannya (iman, cita-2 dsb),
bersedia mengorbankan tenaga, harta dan jiwanya buat itu.
(2) Manusia yang menentang dan menghalang-halangi cita2 itu,
mencegah dan mencegatnya dengan secara terang2an atau sembunyi-sembunyi.
(3) Manusia yang memperhatikan "kemana angin bertiup"
(pucuk eru). Orang yang demikian,
menurut kwalifikasi Prof. Mahmud Syaltut
"mereka sembahyang, puasa, berdiri dalam barisan, mengorbankan
harta tenaga dil seperti orang yang beriman. Tapi kalau mereka melihat keadaan
sudah berobah, mereka tidak segan-segan "pindah perahu", malah
kadang2 mereka menonjolkan diri sebagai "pahlawan penyelamat".
Jangan membuat rumah seperti jaring laha-laba.
Dalam surat
Al-Ankabut ( Labah-2 ) Tuhan memberikan contoh-2 tentang kemenangan menegakkan
keimanan itu dalam kehidupan Nabi2 Nuh, Ibrahim, Luth, Syu’aib dll serta
digambarkan pula kehancuran Qarun, Fir'aun dll.
Dari keseluruhan kisah itu semakin memantapkan keyakinan kaum
Muslimin, bahwa senjata yang paling ampuh dalam setiap perjuangan ialah
kepercayaan yang bulat dan mutlak terhadap Kemaha Kuasaan Ilahi, yang dalam
istilah pendek disebut iman. Dengan perumpamaan yang mudah dipahamkan, Tuhan
iuenggambarkan kekuatan iman itu dalam surat
Al-Ankabut juga, sebagai berikut :
مَثَلُ الَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِ
اللَّهِ أَوْلِيَاءَ كَمَثَلِ الْعَنْكَبُوتِ اتَّخَذَتْ بَيْتًا وَإِنَّ أَوْهَنَ
الْبُيُوتِ لَبَيْتُ الْعَنْكَبُوتِ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ(41)
Perumpamaan
orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti
laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah
rumah laba-laba kalau mereka mengetahui (Al Ankabut 41)
Perhatikanlah jaring labah2 . Buatannya memang halus, indah
seolah-olah dibuat dengan mesin . Tapi keadaan dan bangunannya amat rapuh
sehingga sedikit saja disentuh dipukul akan rusak dan hancur
Janganlah membuat rumah seperti jaring labah-labah
جَعَلَنَا اللهُ وَاِيَّاكُمْ مِّنَ
الْمُؤْمِنِيْنَ الْكَامِلِيْنَ الْمُؤَدِّيْنَ لِوَاجِبَاتِهِمْ مَعَ
الْمُخْلِصِيْنَ السَّائِلِيْنَ وَقُوْلُوْا اَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ
الَّذِي لاَاِلهَ اِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ وَاَتُوْبُ اِلَيْهِ فَيَا فَوْزَ
الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَانَجَاةَ التَّائِبِيْنَ
No comments:
Post a Comment