الْحَمْدُ للهِ الَّذِي اَرْسَلَ
رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ
وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ , أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ , وَ
أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ أَرْسَلَهُ كَافَّةً اِلَى
النَّاسِ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا وَهَادِيًا اِلَى الْحَقِّ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا,
اللهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ
أَصْحَابِهِ وَ التَّابِعِيْنَ , أَمَّا بَعْدُ , فَيآعِبَادَ اللهِ ! أُوْصِيْكُمْ
وَ نَفْسِي أَوَّلاً بِتَقْوَىاللهِ تَعَالَى وَاَحُثُّكُمْ عَلَى طَاعَتِهِ فِى
كُلِّ وَقْتٍ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
Fungsi harta dalam kehidupan.
Para Jama'ah yang budiman
Manusia hidup di dunia ini memerlukan paling sedikit tiga hal/unsur,
yaitu : (1) makanan; (2) pakaian dan (3) tempat tinggal. Ketiga-tiganya itu
termasuk sebagian dalam katagori harta.
Di samping itu, manusia memerlukan lagi unsur-unsur yang lain, yang
merupakan hajat hidup, antara lain,
berkelamin/ berkeluarga. pergaulan, nilai-nilai rohaniah ( agama, ilmu)
dll.
Yang menjadi pembahasan kita sekarang ialah tentang harta.
Bagaimanakah pandangan Islam terhadap harta ?
Harta itu adalah alat atau jembatan dalam hidup dan kehidupan, tidak
boleh dibuat menjadi tujuan.
Fungsinya ialah sebagai alat pelengkap atau penunjang untuk mencapai
sesuatu tujuan.
Tujuan hidup seorang Muslim/ Muslimah ialah berbakti, mengabdi
kepada Allah s.w.t., seperti dijelaskan dalam Al Qur’an :
وَمَا
خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ(56)
“Kami tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
berabdi (berbakti) kepada-Ku. "(Az-Zariyat :56).
Jelaslah bahwa tujuan hakiki hidup manusia ialah berbakti kepada
Maha Penciptanya. Berbakti kepada Allah s.w.t. akan memantulkan (refleksi) dan
mendorong manusia untuk berbuat baik terhadap ibu-bapa dan keluarga, sesama
manusia dan makhluk-makhluk lainnya.
Allah Pemilik dan penguasa harta.
Adapun Pemilik mutlak dan Penguasa harta itu ialah Allah s.w.t.
Malah segala sesuatu yang ada dalam alam semesta ini adalah milik Ilahi. Hal
ini ditegaskan dalam Al Qur’an :
وَلِلَّهِ
مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا يخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَاللَّهُ
عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ(17)
“Allah s.w.t. memiliki ( isi
) langit dan bumi dan apa-apa yang ada antara keduaanya Diciptakan Nya apa yang
dikehendakiNya, karena Allah itu amat berkuasa atas tiap-tiap sesuatu.
"(A1 Maidah V: 17).
Pada ayat-ayat lainnya ditegaskan lagi, bahwa pemilikan itu adalah
secara mutlak dan tunggal, tidak ada orang atau kekuasaan lain yang berserikat
dengan Allah dalam pemilikan dan penguasaan lain yang berserikat dengan Allah
dalam pemilikan dan penguasaan harta itu.
Hak manusia hanyalah memanfa'atkan harta
Bagaimanapun banyaknya harta kekayaan seseorang, namun mereka tidaklah
memiliki harta itu secara mutlak. Kalau Penguasa Tunggal hendak mencabut harta
itu kembali, dalam beberapa detik saja bisa lenyap atau habis terkuras,
umpamanya karena digarong orang, terbakar, rugi, failit dan lain-lain
sebagainya.
Memang, Allah s.w.t. menciptakan alam semesta dengan se,gala
kenikmatan hidup dan harta yang terkanoung di dalamnya untuk keperluan manusia,
seperti diterangkan dalam Al Qur’an :
أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ
لَكُمْ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ
ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً
“Tidakkah kamu lihat bahwa Allah sudah memudahkan (menciptakan)
untuk kamu apa-apa yang ada di langit dan di bumi, dan dikaruniakanNya kepada
kamu nikmat-nikmat-Ny~ yang lahir dan batin. " (Luqman XXXI 20).
Pada pokoknya, manusia hanyalah mempunyai hak memanfa'atkan,
hakkul-intifa, terhadap harta yang dipunyainya. Sifatnya ialah sebagai titipan
atau amanah yang harus dimanfaatkan sesuai dengan policy (kebijaksanaan) yang
dikehendaki oleh Penguasa harta itu sendiri.
Posisi dan hak manusia yang demikian ditegaskan dalam. Al Qur’an :
وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ
مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ
"Dan nafkahkanlah (harta) itu yang telah
dAadikan kamu menjadi pengurusnya (delegasinya)." (Al-Hadid LVII: 7).
Dalam menafsirkan ayat di atas ini, Qurthubi menerangkan, bahwa
kedudukan manusia terhadap harta itu ialah sebagai mustakhlif (pemegang
delegasi) yang harus menafkahkannya sesuai dengan apa yang diridhai Allah
s.w.t. Hendaklah titipan atau amanah itu dijalankan sebagaimana mestinya
sebelum sesuatu yang dititipkan itu diambil atau dicabut kembali. (Tafsir
Qurthubi, Jld. 17, hal. 238).
Dengan uraian-uraian ini semakin jelaslah bahwa fungsi dan posisi
manusia terhadap harta itu ialah menjalankan delegasi (kewakilan) dari Pemilik
dan Penguasa Tunggal harta tersebut.
Sudah terang bahwa setiap pemegang sesuatu delegasi haruslah
menjalankan kewajiban dan kebijaksanaannya sesuai dengan policy Pemberi
delegasi itu, tidak boleh bertentangan. Tindakan yang bertentangan dengan
garis-garis yang ditentukan adalah suatu penyelewengan dan pengkhianatan yang
harus ditindak dan mendapat hukuman.
Dalam hubungan ini, Dr. Mustafa A. Wahid, memberikan rumusan lain
tapi maksudnya sama, yaitu bahwa harta itu adalah pemberian (karunia) Allah
kepada hambaNya. Setiap karunia mengandung nikmat yang bersifat material dan
spiritual. Pemberian Ilahi itu mempunyai syarat-syarat yang terbatas
(restriksi), yaitu harus dimanfa'atkan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang
sudah ditetapkan menurut Syar'iyah. (A1 Mujtama'ul Islamy, hal. 204).
Tabiat manusia terhadap harta
Saudara-saudara kaum Muslimin yang mulia.
Manusia mempunyai sifat kecenderungan terhadap harta. Dari
kecenderungan itu bisa meningkat kepada kecintaan. Allah s.w.t. menyatakan
dalam Al Qur’an :
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ
مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ
وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ
مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ(14)
"Manusia dihiasi dengan kecintaan kepada barang-barang yang
diingininya, seperti (kecintaan) kepada perempuan, anak-anak, kekayaan yang
melimpah-limpah, emas dan perak, kuda yang bagus, binatang ternak dan sawah
ladang. Itulah kesenangan hidup dunia, dan di sisi Allah ada-tempat kembali
(tujuan hidup) yang sebaik-baiknya. " (Ali Imran III : 14).
Pada ayat yang lain ditegaskan lagi :
وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبًّا
جَمًّا(20)
"Dan (manusia) terlalu cinta (tama )
terhadap harta." (AI-Fajr : LXXXIX : 20).
Ketamakan manusia terhadap harta yang tidak pernah merasa cukup dan
puas dilukiskan oleh Imam Ghazali seperti seorang yang meminum air laut,
semakin diminum semakin haus, karena airnya asin. Malah dalam salah satu Hadis
pernah dikatakan oleh Rasulullah kira-kira, apabila diberikan kepada manusia
dua lembah berisi emas, pasti akan dikehendakinya lagi lembah ketiga dan
keempat yang penuh berisi emas tersebut.
Sikap hidup Muslim terhadap harta.
Seorang Muslim boleh mempergunakan harta yang dipunyainya untuk
keperluan diri dan keluarganya, asal tidak bermewah-mewahan atau
berlebih-lebihan.
Allah berfirman
dalam Al-Quran :
كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا
رَزَقْنَاكُمْ وَلَا تَطْغَوْا فِيهِ فَيَحِلَّ عَلَيْكُمْ غَضَبِي وَمَنْ
يَحْلِلْ عَلَيْهِ غَضَبِي فَقَدْ هَوَى(81)
“ Makanlah yang baik-baik dari apa yang telah Kami berikan rezki
kepada kamu dan janganlah melampaui batas. Sebab hal yang demiktan menyebabkan
turun murka-Ku kepada kamu. Barangsiapa yang mencapat murka-Ku, niscayalah dia
menjadi binasa "(Thaha XX: 81).
Pada ayat yang lain ditegaskan lagi :
وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ
يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا
"Hamba Allah yang baik ( Ibadurrahman)
ialah mereka yang menafkahkan hartanya tidak melampaui batas dan tidak pula
bersifat kikir, tapi pertengahan antara keduanya. "(A1 Furqan XXV : 67).
Allah swt memberikan kesempatan kepada manusia untuk merasakan
kenikmatan harta. Manusia boleh mempunyai rumah yang bagus dan indah, lengkap
dengan perabot-perabot modern, pakai alat pendingin udara (a.c.), kulkas, mesin
pencuci pakaian, alat pemijit yang dijalankan dengan listrik, makan makanan yang
enak-enak asal halal, pakaian yang bagus-bagus, perhiasan emas berlian (isteri
dan anak-anak perempuan) yang layak dan lainlain sebagainya.
Yang perlu dijaga jangan sampai masuk dalam kategori mewah dan
berlebih-lebihan. Umpamanya, jangan sampai mempunyai rumah seperti istana
Sultan-sultan di zaman feodal, mempunyai 5 sampai 7 mobil (ada mobil buat
bapak, mobil belanja buat ibu, mobil menghantar/menjemput anak-anak dari dan ke
sekolah, mobil naar boven pada hari hari libur, mobil buat tamu dan lain-lam) lontin
isteri dengan 99 mata berlian dan lain-l-.in., walaupun kita sendiri mampu
membelinya.
Sebaliknya, dilarang pula yang bersikap kikir, tidak mempergunakan
nikmat karunia Ilahi itu. Dan larangan yang utama ialah mempergunakan harta
kepada sesuatu pekerjaan atau obyek yang dimurkai Allah, yang pada umumnya
merusak diri sendiri dan merusak masyarkat.
Dalam pada itu, harta yang dititipkan kepada setiap Muslim dituntut
pula supaya dikeluarkan hak hak orang lain yang berupa zakat, hak-hak keluarga,
masyarakat dan lain-lain yang berupa infak, sedekah, amal jariyah dan lain-
lain
Tentu saja hal ini hanya berlaku bagi orang-orang yang kebetulan
mendapat rezeki yang cukup dari Allah.s.w.t.; sedang bagi orang-orang yang
mendapat rezeki yang sedang atau tidak mencukupi, hendaklah lebih menjaga lagi
agar rezeki yang tidak cukup dan tidak memadai itu jangan pula dimanfa'atkan
kepada hal-hal yang dimurkai Tuhan.
Harta dunia bukan tujuan, tapi alat atau jambatan.
Sidang Jum'at yang terhormat.
Dapatlah disimpulkan bahwa harta dunia ini tidaklah boleh dijadikan
tujuan hidup, tapi hanya sekedar alat penupang , untuk menjadikan harta dunia
ini sebagai jambatan mencapai tujuan hidup yang penuh nikmat dan lestari, yaitu
kehidupan akhirat, Allah s.w.t. berfirman dalam A1 Qur-an:
وَابْتَغِ فِيمَا ءَاتَاكَ اللَّهُ
الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا
أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ
لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ(77)
"Dan carilah dengan (kekayaan) yang
dikaruniakan Allah kepada engkau (kenikmatan) kampung akhirat, dan janganlah
engkau lupakan bahagian engkau di dunia ini Dan perbuatlah kebaikan sebagaimana
Allah telah berbuat kebaikan kepada engkau, dan janganlah engkau membuat
bencana di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang yang
membuat bencana. " (Al Qashas XXVIIt : 77).
Dalam menafsirkan ayat di atas ini, Dr. Abdul Mu im Jamal
meriyimpulkan 5 hal, yaitu :
1. Seorang Muslim tidaklah boleh terlalu gembira terhadap kehidupan dunia
ini, sebab sifatnya fana, akan lenyap.
2. Nikmat harta yang dikaruniakan Allah s.w.t. hendaklah
dimanfa'atkan untuk meningkatkan hubungan sesama manusia dan menyantuni kaum
fakir miskin dan orang-orang yang mempunyai hajat (kepentingan).
3. Boleh memanfa'atl$an kenikmatan hidup dunia ini, tapi harus
tunduk kepada ketentuan-ketentuan yang digariskan oleh Syari'ah.
4. Berbuat baik terhadap sesama manusia dan makhluk pada umumnya
sebagaimana Allah telah banyak melakukan kebaikan kepada kita masing-masing.
5. Jangan membuat kerusakan di muka bumi ini, jangan terlibat dan
memberikan bantuan. (Tafsirul farid lil-Qura-nil Majid, jil. III, hal.' 2381).
Demikianlah uraian hubungan antara soal hidup dengan harta.
جَعَلَنَا
اللهُ وَاِيَّاكُمْ مِّنَ الْمُؤْمِنِيْنَ الْكَامِلِيْنَ الْمُؤَدِّيْنَ
لِوَاجِبَاتِهِمْ مَعَ الْمُخْلِصِيْنَ السَّائِلِيْنَ وَقُوْلُوْا اَسْتَغْفِرُ
اللهَ الْعَظِيْمَ الَّذِي لاَاِلهَ اِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ وَاَتُوْبُ
اِلَيْهِ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَانَجَاةَ التَّائِبِيْنَ
No comments:
Post a Comment