الْحَمْدُ
للهِ الَّذِي خَلَقَ آدَمَ بِيَدِهِ مِنْ طِيْنٍ , ثُمَّ سَوَّاهُ وَ نَفَخَ
فِيْهِ مِنْ رُوْحِهِ وَ جَعَلَ لَهُ السَّمْعَ وَ الأَبْصَارَ وَ الأَفْئِدَةً ,
فَتَبَارَكَ اللهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِيْنَ , أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ
اللهُ أَوْدَعَ فِي الإِنْسَانِ الْعَقْلَ لِيُمَيِّزَ بَيْنَ الْخَيْرِ وَ
الشَّرِّ , وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ جَاءَنَا بِالنُّوْرِ
الْسَّاطِعِ وَ الْبُرْهَانِ الْقَاطِعِ , اللهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ وَ التَّابِعِيْنَ , أَمَّا
بَعْدُ , فَيآعِبَادَ اللهِ ! أُوْصِيْكُمْ وَ نَفْسِي أَوَّلاً بِتَقْوَىاللهِ
تَعَالَى وَ طَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
Karunia anak.
Sudah menjadi tabi'at manusia bahwa setiap orang menginginkan
mendapat karunia anak yang akan menyambung dan meneruskan,turunannya. Tentu
yang diharapkan itu ialah anak yang baik, yang berbakti kepada Allah,
berkhidmat kepada ibu-bapanya, dan berfaedah untuk masyarakat, negara dan
ummat-manusia pada umumnya.
Allah s.w.t.
mengajarkan kepada orang yang beriman supaya selalu memohonkan do`a untuk
memperoleh turunan yang baik itu, seperti yang dinyatakan dalam Al-Qur-an :
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ
لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا
لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا(74)
Dan
orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami
isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan
jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.
(Al-Furqan
; 74 ) .
Para Nabi dan Rasu12 sendiripun senantiasa memohonkan do'a supaya
mendapat anak dan turunan.
Nabi Zakaria memohonkan do'a :
هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهُ
قَالَ رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ
الدُّعَاءِ(38)
Di sanalah
Zakariya mendo`a kepada Tuhannya seraya berkata: "Ya Tuhanku, berilah aku
dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar do`a".(Ali Imran: 38).
Nabi Ibrahim
a.s. bermohon ;
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ(100)
"Ya
Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang
saleh.
(As-Shaaffat
: 100).
Hasrat seseorang, baik laki2 maupun perempuan, untuk memperoleh anak
itu adalah sedemikian rupa, sehingga umpamanya apabila disuruh pilih kepadanya
antara mendapat karunia anak atau karunia harta, maka kebanyakan orang tentu
akan memilih anak. Sebab walaupun harta bertumpuk-tumpuk, tinggal didalam rumah
besar dengan segala kecukupan, tapi tidak triempunyai anak yang meramaikan dan
memakmurkan rumah tsb., maka kehidupan akan terasa sepi. Anak2 dalam kehidupan
rumahtangga adalah laksana kembang didalam taman. Suatu taman tanpa kembang,
tidak menimbulkan perhatian dan gairah. Sebaliknya, walaupun tinggal didalam
gubuk yang bocor, makan hanya dengan garam dan cabe, tapi ada anak dan turunan
yang senantiasa menghibur dan memberikan pengharapan, maka kehidupan akan
terasa nikmat dan bahagia. Itulah sebabnya,, maka Tuhan mengajarkan kepada
orang2 yang Mukmin supaya selalu memohonkan do'a agar mendapat turunan
(generasi) yang menjadi buah hati atau cuhaya-mata (qurratu'ain).
Peranan ibu bapak faktor yang menentukan..
Sidang Jum'at yang mulia !
Menurut ajaran Islam dan juga menurut dasar2 ilmu pendidikan
(paedagogik), ibu-bapa memegang peranan yang penting dan menentukan dalam
membentuk jiwa dan hari depan anak tersebut. Dalam salah satu Hadist,
Rasulullah menyatakan :
كُلُّ
مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ اِنَّمَا اَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ
يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ (رواه
الأَسود بن سريع )
"Tiap-tiap anak dilahirkan dakam.keadaan fithrah (suci-bersih).
Ibu-bapanya-lah yang membuat anak itu menjadi seorang Yahudi, atau Nasrani atau
Majusi."
Berhubung dengan itu, maka landasan kepercayaan ibu-bapa, cara
berfikir mereka, cara hidup mereka, faktor2 lingkungan dan lain- lainnya,
semuanya itu mempunyai pengaruh yang menentukan hari depan anak tsb.
Suatu permulaan yahg baik, dalam arti memperlakukan dan mendidik
anak itu sesuai dengan ajaran2 yang digariskan Sunnah, pada umumnya akan
membuahkan kesudahan yang baik pula. Sebaliknya, permulaan yang buruk, biasanya
akan berkesudahan dengan yang buruk pula.
Melakukan 'aqieqah satu permulaan yang baik.
Saudara2 kaum Muslimin yang berbahagia !
Berdasar ajaran Sunnah, apabila seseorang mendapat anak (bayi), maka
pada hari yang ketujuh atau sesudahnya, dianjurkan supaya melakukan 'aqieqah
anak dsb.
Hukumnya ialah sunnat-muakkad, yaitu sunnat yang sangat diutamakan. Dasar
hukum 'aqieqah itu disebutkan dalam suatu Hadist :
كُلُّ
غُلاَمٍ رَهِيْنَةٌ بِعَقِيْقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهث يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُسَمَّى
فِيْهِ وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ (رواه الخمسه )
'Tiap- tiap anak tergadai (tergantung) pada aqieqahnya, yang dilakukan
sembelihan (ternak) pada hari yang ketujuh dari kelahirannya, diberi nama pada
waktu itu dan dicukur kepalanya”
Untuk mendapatkan pengertian tentang maksud aqieqah itu, ada baiknya
diuraikan tentang asal-kata aqieqah itu. Perkataan tersebut menurut gramatika
bahasa Arab berasal dari kata-pokok 'aqqa, artinya : memotong.
Adapun yang dimaksud dengan 'aqieqah menurut pengertian Syar'iyah
ialah menyembelih kambing berhubung detigan kelahiran seorang bayi. Untuk bayi
laki2 dua ekor kambing; untuk bayi perempuan seekor kambing.
Pada hari yang ketujuh dari kelahiran itu, diadakan jamuan untuk
kaum fakir-miskin, keluarga, sahabat2, tetangga2 dan lain-lainnya, dengan
menyembelih kambing.
Pada kesempatan itu, ada dua hal yang dilakukan. Pertama, memotong
(mencukur, menggunting) rambut bayi itu; kedua, memberi nama bayi itu.
Jelaslah, bahwa menurut sunnah, yang sebaiknya mencukur
(menggunting) rambut bayi itu ialah pada hari ketujuh dari kelahiran nya, atau
pada hari ke-14, ke-21 dan seterusnya.
Pemberian nama anak.
Ketika menyelenggarakan 'aqieqah itu, sekaligus diberi nama bayi
itu. Walaupun ada orang yang mengatakan „what is a name" (Shakespeare),
yang seolah-olah mengatakan bahwa nama
itu tidak mempunyai arti apa2, tapi menurut ajaran Agama (Islam), pemberian
nama anak menjadi salah satu soal yang penting.
Dalam suatu Hadist,Rasulullah menyatakan :
مِنْ حَقِّ الْوَلَدِ عَلَى الْوَالِدِ
أَنْ يُحْسِنَ أَدَبَهُ وَيُحْسِنَ اِسْمَهُ (الحديث)
“Salah
satu hak yang harus diterima seorang
anak dari ayahnya, ialah supaya orangtuanya meididiknya dengan baik dan memberi
nama yang baik kepadanya."
Dalam Hadist tsb. dirangkaikan (sama2 penitingnya) antara mendidik
anak dengan pemberian namanya.
Dalam masyarakat kaum Muslimin, seringkali soal pemberian nama anak
itu, dilakukan secara „acak-acakan". Lebih2 pada-zaman „kemajuan" dan
„modernisasi" ini, pemberian nama terhadap anak itu namplaknya ada pula
musim-musimnya. Ada
yang memberi nama anaknya nama bintang2 pilem yang terkenal, seperti: Rima
Melaiti, Sofia Waldi, Widiawati, Chitra Dewi dan lain2. Atau kadang2 mencari
rangkaian kata2 yang mengandung unsur2 „romantika,' seperti: Murniha~ti,
Sukmawati, Asmaradewi, Rinduhati dan yang seumpamanya. Terutama dicari nama2
yang akhirannya memakai ,,huruf hidup", jangan „huruf mati" seperti:
Kadir, Latif, Syarif, Rahmat, Rahim dll. Mungkin yang memakai akhiran „huruf
mati" itu dianggap „kolot", „ltidak modern".
Pada waktu yang akhir2 ini, sebagian orang2 Islam sendiri tidak
banyak lagi yang mernberikan natna anaknya dengan nama2 yang ada artinya
menurut Al-Qur-an. Pasaran nama2 seperti Rasyidah, Rahimah, Sa'diyah, Abdur Rasyid,
Abdul Rahim, Abdul Rahman dan lain2, sudah tidak begitu digemari lagi, nalah
ada sebagian yang mengaitakan ;,ke-Arab-araban", padahal nama2 tsb.
mempunyai semangat dan nilai2 suggestif dalam kelanjutan hidup seseorang.
Walaupun demikian, kalau toh hendak dimasukkan juga kedalam nama2 unsur2
„modern", memakai akhiran „kata hidup" dan yang seumpamanya, masih
bisa dicari dari pokok2 kata yang terdapat dalam Al-Qur-an,
di-„sinkronisir" sedemikian rupa, sehingga kedengaran „ganteng" juga.
Umpamanya nama2: Sadri, Luthfi, Rusydi, Mardiati, Inayati, Rahmi dan yang
seumpamanya.
Soal pemberian nama anak itu adalah masalah yang penting dalam
pembinaan kekeluargaan dan pembangunan ummat, yang perlu diterapkan dalam
kehidupan ummat Islam.
Pengaruh tradisionil.
Sidang Jum'at yang terhormat!!
Dalam kehidupan menjelang kelahiran seorang bayi, masyarakat kita
masih sangat dipengaruhi oleh kepercayaan2 yang bersipat tradisionil. Menurut
ajaran Islam, ketika seorang ibu sedang mengandung (hamil ), selain memelihara
keseharan, pun haruslah dia dan keluarga pada umumnya selalu bermohon supaya
anak yang akan lahir hendaknya seorang anak yang baik dan shalih. Disamping
itu, dapat pula dipasang nazar, yaitu janji terhadap diri dan disaksikan oleh
Tuhan, bahwa kelak apabila melahirkan dalam keadaan selamat akan bersedekah
kepada fakir-miskin atau melakukan amal2 lainnya.
Tetapi, ada satu kebiasaan tradisionil yang dilakukan pada beberapa
daerah, dan samasekali tidak ada ketentuannya menurut Sunnah yaitu melakukan
apa yang selalu dinamakan „menujuh bulan". Yaitu, apabila kandungan sudah
mencapai usia 7 bulan, diadakan „kenduri". Malah ada pula yang mempunyai
„kepercayaan" ; kalau ingin mendapat anak laki2, maka wanita yang hamil
itu hendaklah makan rujak yang pedas2 ; dan jika ingin mendapat anak perempuan,
supaya makan rujak yang manis. Kepercayaan yang demikian adalah sesat dan
keliru.
Yang, disunnahkan menurut ajaran Islam ialah, apabila anak sudah
lahir, maka pada hari yang ketujuh atau sesudahnya dari kelahiran itu dilangsungkan
aqieqah menurut cara yang diuraikan tadi.
Hikmah aqieqah.
Adapun hikmah aqieqah itu, dapatlah disimpulkan sbb:
(1). Pernyataan syukur kepada Ilahi yang telah mengaruniakan anak,
yang akan menyambung dan meneruskan turunan (generasi).
(2). Pemberitahuan secara resmi dan umum kepada kaum-keluarga,
tetangga2, sehabat2 dll. tentang bertambahnya anggota keluarga.
(3). Mensyi'arkan aja'ran2 Islam, yang pada setiap peristiwa
memperoleh nikmat, selalu mengandung unsur2 kemasyarakatan, kesosialan dan yang
seumpamanya.
(4). Menumbuhkan dan menebalkan perasaan tanggungjawab terhadap
amanah Tuhan, terutama berkenaan dengan amanah memelihara anak, mendidiknya dan
membimbingnya untuk menjadi manusia yang berbakti dalam arti seluas-luas ka:ta.
(5). Melaksanakan satu tatacara amaliah yang semakin mendekatkan
diri ( taqarrub ) kepada Allah.
Marilah kita selalu membiasakan melakukan ketentuan2 yang ditetapkan
Al-Qur’an dan Sunnah.
جَعَلَنَا
اللهُ وَاِيَّاكُمْ مِّنَ الْمُؤْمِنِيْنَ الْكَامِلِيْنَ الْمُؤَدِّيْنَ
لِوَاجِبَاتِهِمْ مَعَ الْمُخْلِصِيْنَ السَّائِلِيْنَ وَقُوْلُوْا اَسْتَغْفِرُ
اللهَ الْعَظِيْمَ الَّذِي لاَاِلهَ اِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ وَاَتُوْبُ
اِلَيْهِ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَانَجَاةَ التَّائِبِيْنَ
No comments:
Post a Comment