Berbagai
suku di Indonesia punya falsafahnya masing-masing. Dalam dunia
komunikasi, para pakar menyarankan agar semua orang yang hendak berkomunikasi
dalam promosi atau persuasi apa pun, hendaknya menggunakan ‘kebijakan lokal’,
alias local wisdom.
Masyarakat
Jawa juga sejak lama dikenal memiliki falsafah yang layak untuk menjadi
pelajaran bagi kita. Filosofi leluhur Jawa, misalnya dalam bentuk pitutur, itu
diturunkan dari generasi ke generasi. Barangkali di era Google sekarang, ketika
masyarakat sibuk menengok ke Barat, penting kiranya bagi kita untuk memahami
warisan budaya atau pemikiran salah satu komponen bangsa sendiri.
Berikut
ini 12 Falsafah yang saya dapatkan dari sana-sini.
1.
Urip iku Urup: Hidup itu nyala, hendaknya kita memilih hidup yang memberi manfaat
bagi orang lain di sekitar kita. Kian besar manfaat yang kita berikan kian
baiklah pribadi orang itu. Sangatlah mungkin, filosofi ini merujuk kepada hadis
Nabi Muhammad saw yang mengatakan, “Sebaik-baik kalian
adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.”
2.
Memayu Hayuning Bawana, Ambrasta dur Hangkara: Hendaknya setiap manusia mengusahakan keselamatan, kebahagiaan
dan kesejahteraan; sekaligus memerangi (memberantas) semua sifat angkara murka,
serakah dan tama (rakus);
3.
Sura Dira Jayaningrat, Lebur Dening Pangastuti: Segala sifat keras hati, picik, angkara murka hanya bisa dilebur
(dikalahkan) oleh sikap bijak, lembut hati dan sabar;
4.
Ngluruk Tanpa Bala, Menang Tanpa Ngasorake, Sekti Tanpa Aji-Aji,
Sugih Tanpa Bandha:
Berjuang tanpa perlu membawa massa, Menang tanpa merendahkan atau mempermalukan
(pihak yang dikalahkan), berwibawa tanpa mengandalkan kekuasaan/ kekuatan/
kekayaan/ keturunan, kaya tanpa didasari hal-hal yang bersifat
kebendaan/materi;
Panakawan:
Dalam pewayangan, kehadiran Panakawan yaitu pada saat ‘goro-goro’, ketika orang
membuka tabir kesalahan: akibatnya yang salah terlihat kesalahannya dan yang
benar terlihat kebenarannya.
5.
Aja Milik Barang Kang Melok, Aja Mangro Mundak Kendo: Jangan tergiur oleh hal-hal yang tampak mewah, indah, dan jangan
plin-plan atau berpikir menduka (terombang-ambing) agar niat dan semangat kita
tidak menjadi layu atau kendor;
6.
Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan: Jangan terlalu mudah sakit hati ketika ditimpa
musibah, jangan susah manakala kehilangan sesuatu;
7.
Aja Gumunan, Aja Getunan, Aja Kagetan, Aja Aleman lan Aja Geleman: Jangan
mudah terheran-heran, atau terlalu kagum, jangan mudah menyesal, jangan mudah
terkejut dengan sesuatu, jangan mudah manja atau ngambek, dan jangan mau
(mengambil) yang bukan hak kita;
8.
Aja Ketungkul Marang Kalungguhan, Kadonyan lan Kemareman: Janganlah terobsesi oleh keinginan merebut kedudukan, kebendaan /
materi dan kepuasan duniawi melulu;
9.
Aja Kuminter Mundak Keblinger, Aja Cidra Mundak Cilaka: Jangan
merasa paling pandai agar tidak salah arah, jangan curang ayau culas agar tidak
celaka;
10.
Aja Adigang, Adigung, Adiguna: Janganlah
sok hebat, sok kuasa, sok besar, sok kaya, atau pun sok sakti dan pintar;
11.
Sapa Weruh ing Panuju sasad Sugih Pager Wesi: Sesiapa yang bercita-cita luhur atau mulia,
akan tertuntun jalan hidupnya;
- Alang-alang dudu
Aling-aling, Margining Kautaman: Persoalan persoalan
(kendala) dalam kehidupan bukan penghambat , (ia justru menjadi) jalan
bagi kesempurnaan.
Semoga bermanfaat.
No comments:
Post a Comment