KONSEP WAHYU DAN KENABIAN
A. PENDAHULUAN
Tujuan utama dalam
pembahasan konsep wahyu dan kenabian ialah membuktikan adanya sarana
pengetahuan selain indra dan akal, yang terjamin dari kekeliruan, serta dapat
mengantarkan manusia untuk mengetahui hakikat-hakikat wujud dan jalan hidup
yang benar . Sarana pengetahuan itu adalah wahyu. Wahyu merupakan satu bentuk
pengajaran ilahi yang diberikan secara khusus kepada hamba-hamba pilihan Allah
yang saleh. Tentunya , selain mereka tidak mengetahui hakikat wahyu tersebut,
karena manusia biasa tidak dapat melihat bentuk nyata hakikat wahyu tersebut
didalam diri mereka. meski demikian mereka dapat mengetahui kenyataan wahyu
tersebut melalui tanda-tanda yang ada. Dengan cara ini, mereka dapat
membenarkan klaim para nabi bahwa mereka telah menerima wahyu dari Allah.
Tentunya apabila wahyu diturunkan kepada seorang nabi itu dapat dibuktikan dan
ia menyampaikan risalah kepada orang lain, maka wajib atas orang lain untuk
menerima dan mengamalkan hal-hal yang sesuai dengan wahyu tersebut, dan tidak
seorangpun dibenarkan untuk menentangnya, kecuali bila risalah tersebut
dikhususkan untuk orang atau kelompok atau zaman tertentu.
Dengan demikian,
persoalan-persoalan pokok dalam konsep wahyu dan kenabian ialah definisi wahyu
dan nabi, argumentasi pentingnya kenabian. Akan tetapi tidak mudah bagi kita
untuk membuktikan semua masalah ini dengan dalil akal. Karena itu, dalam
pembahasan kita akan bersandar juga pada dalil-dalil wahyu.
B.
PEMBAHASAN
1. Konsep
Wahyu dan Nabi
a.
Wahyu berasal dari kata arab asli
(bukan kata serapan asing ke dalam bahasa arab) al-wahy. Kata tersebut berarti
suara, api dan kecepatan. Di samping itu ia juga mengandung arti bisikan,
isyarat, tulisan dan kitab. Al-wahy selanjutnya mengandung arti pemberitahuan
secara tersembunyi dan dengan cepat. Tetapi kata itu lebih dikenal dalam arti
“apa yang disampaikan Allah SWT kepada Nabi-Nabi-Nya. Dalam kata wahyu
terkandung pengertian penyampaian firman Allah SWT kepada manusia pilihan-Nya
(Nabi) agar diteruskan kepada umat manusia untuk dijadikan pegangan hidup.
Dalam Islam wahyu atau firman Allah SWT yang disampaikan kepada Nabi Muhammad
SAW terkumpul semuanya dalam Al-Quran. Sedangkan menurut istilah wahyu Allah
kepada nabi-nabinya adalah pengetahuan yang dituangkan dalam jiwa nabi, yang
oleh Allah dikehendaki agar mereka sampaikan kepada umat manusia untuk
menunjuki dan memperbaiki mereka didunia dan membahagiakan mereka diakherat.
Menurut Zeaul Haque dalam bukunya wahyu dan revolusi dijelaskan bahwa wahyu
adalah suatu kebenaran, cahaya atau pengetahuan yang diturunkan kepada nabi
yang diperkuat dengan ruhul quddus, bersifat metamorfosis/alegoris. Selain itu
dijelaskan pula bahwa wahyu adalah pikiran dan jiwa. Tanpa wahyu semua
teori-teori ilmiah, semua perubahan sama dengan lompatan buta kedalam
kegelapan. Wahyu hanya dapat dipahami dan diapresiasi oleh orang-orang yang
hati dan pikirannya bersih, serta jiwa dan nuraninya tidak dikotori oleh nafsu
dan keserakahan, dan tidak tidak ternoda oleh hasrat keangkuhan dan arogansi.
b. Adapun kata Al-Nabi secara lughowi berasal dari kata
Al-Naba yang berarti berita yang berarti dan penting. Dan seseorang disebut Al-Nabi
karna membawa berita dari Allah SWT, sedangkan arti Al-Nabi secara teknis atau
terminologis adalah seseorang yang diberi wahyu oleh Allah SWT, baik
diperintahkan untuk menyampaikan atau tidak, jika diperintahkan untuk
menyampaikan kepada yang lain maka disebut Rosul (Anis Malik Thoha, 2008:3).
Setiap umat akan diutus orang yang terpilh, Orang yang dipilih sebagai utusan
itulah yang di sebut dengan Rasul (utusan/pembawa risalah) atau Nabi (pembawa
berita). Dengan demikian An-Nubuwah (kenabian) adalah keyakinan bahwa Allah swt
telah mengutus manusia-manusia pilihan untuk menjadi pembimbing umat manusia
mencapai kesempurnaan dengan membawa agama Allah swt. Sebagaimana firman Allah
§NèO $uZù=yör& $oYn=ßâ #uøIs? ( ¨@ä. $tB uä!%y` Zp¨Bé& $olé;qߧ çnqç/¤x. 4 $oY÷èt7ø?r'sù Nåk|Õ÷èt/ $VÒ÷èt/ öNßg»oYù=yèy_ur y]Ï%tnr& 4 #Y÷èç7sù 5Qöqs)Ïj9 w tbqãZÏB÷sã ÇÍÍÈ
44. Kemudian kami utus (kepada umat-umat itu)
rasul-rasul kami berturut-turut. tiap-tiap seorang Rasul datang kepada umatnya,
umat itu mendustakannya, Maka kami perikutkan sebagian mereka dengan sebagian
yang lain[1003]. dan kami jadikan mereka buah tutur (manusia), Maka
kebinasaanlah bagi orang-orang yang tidak beriman(QS Al-Mu’minun:44)
2.
ARGUMENTASI PENTINGNYA KENABIAN
Gambaran di atas sebenarnya telah membuktikan kepada kita bahwa kenabian
adalah hal yang penting bahkan niscaya. Akan tetapi untuk melengkapi
pembuktian, di bawah ini akan diuraikan secara singkat beberapa argumentasi
akan pentingnya atau keharusan diutusnya para Nabi, yaitu sebagai berikut :
1. Argumentasi Kebijaksanaan (Hikmah).
Kita ketahui
bahwa Allah adalah Maha Bijaksana, karenanya Dia tidak akan membiarkan manusia
tanpa pembimbing dalam mengarungi kehidupan ini. Sesuai dengan tauhid hukum
bahwa Allah telah menurunkan hukum-hukumnya, maka mesti adalah yang mengajarkan
hukum-hukum tersebut agar terlaksana dengan baik. Karena Allah tidak mungkin
berhubungan secara langsung di alam materi, maka Ia akan mengutus seseorang
yang telah mencapai derajat tertentu untuk menjadi penyampai, pembimbing dan
penjaga hukum-hukumnya (syariat/agama). Orang yang diutus tersebut dikenal
dengan Nabi atau Rasul.
2. Argumentasi Rahmat.
Allah
senantiasa Maha Pengasih dan Penyayang, maka sesuai dengan kasih sayang-Nya
tersebut, Dia tidak akan membiarkan makhluknya dalam kebingungan tanpa adanya
pembimbing untuk mengamalkan hukum-hukumnya. Karena dengan mengamalkan
hukum-hukum-Nya manusia dapat meningkatkan dirinya menuju derajat insan
kamil (manusia sempurna). Karena itu Dia akan mengutus seseorang untuk
manjadi pembimbing, inilah yang dikenal dengan Rasul atau Nabi.
3. Argumentasi
Kesempurnaan.
Sesuai
dengan hikmah penciptaan bahwa manusia mestilah mencapai kesempurnaan untuk
memperoleh kebahagiaan hakiki. Karena manusia diharapkan untuk mencapai
kesempurnaan, dan kesempurnaan akan tercapai jika sesuai atau mengikuti jalan-jalan
yang digariskan Allah, maka untuk memberitahukan dan membimbing manusia ke
jalan yang sempurna itu, Allah mengutus Nabi atau Rasul.
4. Argumentasi Keadilan.
Allah Maha
Adil, artinya tidak menzhalimi hamba-Nya dan menempatkan sesuatu pada tempatnya.
Adalah suatu kezhaliman membiarkan ciptaan-Nya dalam keadaan bingung dan tidak
mengetahui aturan-aturan kehidupan, karenanya berdasarkan keadilan tersebut, ia
mesti mengutus seseorang untuk menjadi pembimbing umat manusia.
Argimentasi-argumentasi di
atas menunjukkan dengan jelas akan pentingnya posisi kenabian dalam hidup dan
kehidupan manusia. Dan argumentasi-argumentasi rasional diatas, juga didukung
banyak ayat-ayat al-Quran, yang menegaskan bahwa Allah telah mengutus para Nabi
dan Rasul untuk membimbing umat manusia dan menuntun mereka mencapai
kesempurnaan hakiki dan kebahagiaan abadi. Seandainya para nabi itu tidak
diutus maka tujuan penciptaan manusia tidak akan tercapai dan manusia akan
tenggelam dalam kesesatan.
3. DERAJAT DAN PENETAPAN KENABIAN
Kenabian merupakan ikhtiar dua arah, yakni ikhtiar
manusia sebagai utusan dan ikhtiar Allah swt sebagai pengutus. Inilah yang
dikenal dengan istilah ‘derajat kenabian’ dan ‘gelar kenabian’.
Derajat kenabian adalah kondisi tertentu yang dimiliki
oleh seseorang sehingga memenuhi syarat untuk menjadi Nabi, sedangkan gelar
kenabian merupakan pelantikan dari Tuhan terhadap seseorang yang pantas dengan
pilihan Tuhan untuk menjadi Nabi yang diutus kepada umat manusia. Dengan
demikian derajat kenabian merupakan ikhtiar manusia sedangkan pangkat kenabian
merupakan pelantikan yang sepenuhnya hak Allah swt untuk mengangkat siapa yang
dikehendaki-Nya(Mishbah Yazdi 2005:197).
Dengan
penjelasan ini, maka jelaslah bahwa Nabi dapat menjadi teladan karena dengan ikhtiarnya
sehingga mampu untuk mengendalikan diri (maksum) dan mencapai derajat kenabian.
Disisi lain tidak semua orang berhak menjadi Nabi, karena gelar kenabian
sepenuhnya hak Allah swt yang lebih mengetahui kemaslahatan manusia dan
kebutuhan akan pengutusan kenabian,
#sÎ)ur öNßgø?uä!%y` ×pt#uä (#qä9$s% `s9 z`ÏB÷sR 4Ó®Lym 4tA÷sçR @÷VÏB !$tB uÎAré& ã@ßâ «!$# ¢ ª!$# ãNn=ôãr& ß]øym ã@yèøgs ¼çmtGs9$yÍ 3 Ü=ÅÁãy tûïÏ%©!$# (#qãBtô_r& î$tó|¹ yYÏã «!$# Ò>#xtãur 7Ïx© $yJÎ/ (#qçR%x. tbrãä3ôJt ÇÊËÍÈ
124. Apabila datang
sesuatu ayat kepada mereka, mereka berkata: "Kami tidak akan beriman
sehingga diberikan kepada kami yang serupa dengan apa yang Telah diberikan
kepada utusan-utusan Allah". Allah lebih mengetahui di mana dia
menempatkan tugas kerasulan. orang-orang yang berdosa, nanti akan ditimpa
kehinaan di sisi Allah dan siksa yang keras disebabkan mereka selalu membuat
tipu daya (Q.S.
al-An’am: 124). Karenanya ada saja orang yang mencapai derajat kenabian akan
tetapi, Allah tidak mengangkatnya menjadi Nabi, seperti para Imam. Namun,
bagaimana derajat itu bisa didapatkan oleh manusia atau Nabi sebelum menjadi
Nabi, padahal ia belum dibimbing oleh wahyu?
Perlu diperhatikan bahwa, pada awalnya seorang nabi
dalam meningkatkan kesempurnaan diri dan pengetahuannya berpegang pada
kemampuan akalnya. Dalam filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan yang diperoleh
akal manusia (termasuk yang diperoleh nabi sebelum menjadi nabi) berasal dari
alam yang lebih tinggi dari alam dunia, yaitu alam malakuti (alam mitsal,
alam akal, dan alam ketuhanan). Adapun, belajar dan penyucian diri,
berfungsi sebagai penyiap bagi jiwa untuk menangkap pancaran ilmu ilahi
tersebut.
Imam Khumaini menjelaskan bahwa premis-premis memiliki
hubungan persiapan dengan kesimpulan-kesimpulannya dan mempersiapkan jiwa untuk
menerima pengetahuan melalui inspirasi dari sumber-sumber gaibnya yang tinggi (mabadi-ye
‘aliyeh-ye ghaibiyyeh). Ini berarti, pengetahuan dan makrifat itu
dipancarkan dari alam gaib melalui hubungan dan pencerapan jiwa dengan
alam tersebut, sebagaimana disebutkan Allah,
bÎ)ur
(#qè=yèøÿs?
¼çm¯RÎ*sù
8-qÝ¡èù
öNà6Î/ 3
(#qà)¨?$#ur
©!$# (
ãNà6ßJÏk=yèãur
ª!$# 3
ª!$#ur Èe@à6Î/
>äóÓx« ÒOÎ=tæ
ÇËÑËÈ
Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada
dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha
mengetahui segala sesuatu.(Q.S. al-Baqarah: 282)
3. TUGAS KENABIAN
Nabi di utus oleh Allah swt sebagai pembimbing umat
manusia. Ini merupakan fungsi dan tugas utama para Nabi dan Rasul. Akan tetapi,
secara umum tugas bimbingan ini akan mencakup tugas-tugas di bawah ini :
- Memahami
agama
- Mengamalkan
agama
- Menyebarkan
agama
- Mengajak
umat kepada agama
- Memberi
contoh dan membimbing umat
- Menjaga
agama dari kebatilan, penyelewengan dan kesalah pahaman.
4.
CIRI UMUM KENABIAN
Nabi yang,
berkat wahyu, punya kontak dengan sumber eksistensi, memiliki ciri-ciri khas
tertentu:
1.
Mukjizat
Setiap nabi yang diangkat oleh Allah memiliki kekuatan supranatural.
Dengan kekuatan ini nabi dapat melakukan perbuatan mukjizat, untuk membuktikan
bahwa risalah dan misinya itu benar dan berasal dari Tuhan. Al-Qur'an Suci
menyebut "ayat" untuk mukjizat yang dilakukan oleh nabi dengan
kehendak Allah, yaitu "ayat" (tanda) kenabian. Al-Qur'an Suci
menyebutkan bahwa di setiap zaman orang meminta kepada nabi di zaman mereka
untuk memperlihatkan beberapa mukjizat kepada mereka. Karena permintaan
tersebut masuk akal, maka nabi mengabulkan permintaan mereka, karena kalau
tidak, maka orang yang mencari kebenaran mustahil mau mengakui kenabian. Namun
nabi tak mau mengabulkan permintaan untuk memperlihatkan mukjizat kalau
tujuannya bukan untuk mencari kebenaran. Misal, orang berkata kepada nabi mau
masuk agama yang dibawa nabi kalau nabi memperlihatkan mukjizat, permintaan
mereka diabaikan. Namun, Al-Qur'an Suci menyebutkan banyak mukjizat nabi,
seperti menghidupkan orang yang sudah mad, menyembuhkan penyakit yang tak
dapat disembuhkan, dapat berbicara ketika masih bayi, mengubah tongkat menjadi
ular, menjelaskan kegaiban dan memaparkan kejadian-kejadian yang akan terjadi
di masa mendatang.
2. Maksum
Ciri khas lain nabi adalah maksum, yaitu tak mungkin berbuat dosa
atau berbuat keliru. Nabi tak dikuasai oleh keinginan pribadinya. Nabi tidak
berbuat salah. Kemaksuman nabi tak dapat disangkal lagi. Namun apa sesungguhnya
arti kemaksuman nabi? Apakah artinya adalah bahwa bila nabi mau berbuat dosa
atau salah, malaikat datang mencegahnya seperti seorang bapak mencegah anaknya
agar tidak tersesat? Atau, apakah artinya adalah bahwa nabi diciptakan sedemikian
rupa sehingga nabi tak dapat berbuat salah, persis seperti malaikat yang,
misalnya, tak mungkin berbuat zina karena malaikat tak punya nafsu seksual,
atau seperti mesin, yang tak melakukan kesalahan karena mesin tak punya otak?
Atau, alasan kenapa nabi tidak berbuat salah adalah karena nabi telah
dianugerahi intuisi (gerak hati), iman dan keyakinan yang istimewa
tingkatannya? Ya, itulah satu-satunya penjelasan yang benar. Sekarang mari kita
bahas satu persatu mukjizat dan kemaksuman.
3.
Petunjuk
Kenabian berawal dari perjalanan spiritual dari makhluk ke Allah dan
memperoleh kedekatan dengan-Nya. Perjalanan seperti ini mengandung arti
meninggalkan yang lahir dan menuju ke yang batin. Namun demikian, pada akhirnya
ujung perjalanan tersebut berupa kembalinya nabi kepada manusia dengan maksud
mereformasi kehidupan manusia, dan memandu kehidupan manusia ke jalan lurus.
Dalam bahasa Arab, ada dua kata untuk nabi: Nabi dan Rasul Secara
harfiah, arti nabi adalah orang yang membawa kabar, sedangkan arti rasul adalah
utusan. Nabi membawa risalah Allah untuk manusia. Nabi menggali dan
mengorganisasi kekuatan manusia yang terpendam. Nabi mengajak manusia untuk
berpaling kepada Allah dan untuk mewujudkan apa yang diridai-Nya: Perdamaian,
kebajikan, non-kekerasan, keadilan, kejujuran, kelurusan, cinta, keterbebasan
dari segala yang berbau kekufuran, dan kebajikan-kebajikan lainnya. Nabi
membebaskan umat manusia dari belenggu ketundukan kepada hawa nafsu dan
Tuhan-tuhan palsu.
Dr. Iqbal, ketika menguraikan perbedaan antara nabi dan orang yang
memiliki "pengalaman menyatu", mengatakan:
"Orang sufi tak mau kembali dari kedamaian, "pengalaman
menyatua-nya.. Kalau pun dia kembali, dan ini memang harus,
kembalinya dia itu tak berarti banyak bagi umat manusia pada umumnya. Kembalinya
nabi bersifat kreatif. Nabi kembali untuk memasuki jalan waktu dengan maksud
mengendalikan kekuatan-kekuatan sejarah. Karena itu, nabi menciptakan dunia
ideal yang baru. Bagi orang sufi, kedamaian "pengalaman menyatu"
merupakan sesuatu yang final. Bagi nabi, itu merupakan kesadaran atau
kebangkitan di dalam dirinya dan leluasanya kekuatan-kekuatan psikologis, yang
diperhitungkan untuk sepenuhnya mentransformasi dunia manusia." (The
Reconstruction of Religious Thought in Islam, hal. 124)
4. Ikhlas
Nabi percaya kepada Allah, dan tak pernah lalai dengan misi yang
diamanatkan kepadanya oleh Allah. Nabi menunaikan tugasnya dengan sedemikian
ikhlas. Tujuan nabi tak lain adalah membimbing umat manusia, seperti yang
diperintahkan oleh Allah. Nabi tak minta upah untuk misinya.
Dalam Surah asy-Syu'arâ` diikhtisarkan apa yang dikatakan banyak
nabi kepada kaum mereka. Tentu saja, setiap nabi membawa risalah untuk kaumnya.
Dan risalah tersebut sesuai untuk problem-problem yang dihadapi kaumnya. Namun
demikian, ada substansi yang diungkapkan dalam risalah setiap nabi. Setiap nabi
berkata, "Aku tak menginginkan upah darimu." Karena itu, tulus
merupakan salah satu watak khas nabi. Itulah sebabnya risalah para nabi selalu
begitu tegas dan pasti. Para nabi merasa "diangkat", dan mereka
sedikit pun tidak meragukan fakta bahwa mereka mendapat amanat berupa misi yang
amat penting dan bermanfaat. Kemudian mereka menyampaikan risalah mereka, dan
tanpa ragu membelanya dengan penuh kekuatan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Ketika Nabi Musa as dan saudaranya, Nabi Harun as menghadap Fir'aun,
mereka sama sekali tak memiliki perlengkapan kecuali pakaian yang melekat di
badan mereka dan tongkat kayu di tangan mereka. Mereka meminta Fir'aun agar
menerima risalah mereka. Mereka mengatakan dengan pasti bahwa jika Fir'aun mau
menerima risalah mereka, maka kehormatan Fir'aun akan terlindungi, dan kalau
tidak, maka Fir'aun akan kehilangan pemerintahannya. Fir'aun terpesona dengan
perkataan mereka.
Pada hari-hari pertama kenabiannya, ketika jumlah kaum Muslim tak
lebih dari sepuluh orang, Nabi Muhammad saw suatu hari, yang dalam sejarah
dikenal sebagai Hari Peringatan, mengumpulkan para senior Bani Hasyim, dan
menyampaikan Risalahnya kepada mereka. Nabi saw dengan tegas mengatakan bahwa agamanya
akan tersebar ke seluruh dunia, dan bahwa kalau mereka memeluk agamanya, maka
hal itu adalah demi kepentingan mereka sendiri. Bagi mereka, kata-kata ini luar
biasa. Mereka saling pandang dengan mata terbelalak. Kemudian mereka bubar
tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
Ketika pamannya, Abu Thalib, menyampaikan kepadanya pesan dari kaum
Quraisy, yang isinya bahwa kaum Quraisy mau memilihnya menjadi raja mereka, mau
menikahkannya dengan putri suku yang paling cantik, dan menjadikannya orang
yang terkaya di masyarakat mereka, asalkan dia tak lagi berdakwah, Nabi
Muhammad saw menjawab bahwa dirinya tak akan mundur satu inci pun dari misi
sucinya, sekalipun mereka meletakkan matahari di tangannya yang satu dan bulan
di tangannya yang satunya lagi. Kemaksuman merupakan hasil wajib dari
komunikasi nabi dengan Allah. Begitu pula, tulus dan teguh had juga merupakan
ciri khas wajib dari kenabian.
5.
Konstruktif
Nabi mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya untuk
maksud-maksud membangun, yaitu untuk mereformasi individu-individu dan
masyarakat, atau dengan kata lain untuk mewujudkan kesejahteraan manusia.
Mustahil kalau aktivitas para nabi merugikan individu-individu atau merugikan
masyarakat luas. Karena itu, jika ajaran seseorang yang mengaku dirinya nabi
berakibat kerusakan atau ketidaksenonohan, melumpuhkan kekuatan manusia, atau
menyebabkan jatuhnya martabat masyarakat, maka itu merupakan bukti jelas bahwa
dia adalah penipu.
Dalam kaitan ini, Dr. Iqbal dengan jitu mengatakan: "Cara lain
untuk mengetahui nilai pengalaman religius nabi adalah mengkaji tipe manusia
seperti apa yang berhasil diciptakannya, dan dunia budaya yang terbentuk dari
roh risalahnya." (The Reconstruction of Religious Thought in Islam, hal.
124)
6.
Perjuangan dan Konflik
Perjuangan seorang nabi menentang penyembahan berhala, mitos,
kebodohan, pikiran palsu dan tirani, merupakan tanda lain kebenaran seorang
nabi. Mustahil kalau dalam risalah seseorang yang dipilih oleh Allah untuk
menjadi nabi-Nya ada nada keberhalaan, nada yang mendukung tirani dan
ketidakadilan, atau nada yang mentoleransi kemusyrikan, kebodohan, mitos,
kekejaman atau kelaliman.
Tauhid, akal dan keadilan merupakan sebagian prinsip yang diajarkan
oleh semua nabi. Risalah dari orang-orang yang mengajar-kan prinsip-prinsip ini
sajalah yang patut dipertimbangkan, dan mereka sajalah yang dapat diminta untuk
memberikan bukti atau mukjizat. Jika risalah yang disampaikan oleh seseorang
mengandung unsur yang tak rasional atau bertentangan dengan prinsip-prinsip
tauhid dan keadilan, atau mendukung tirani, maka risalah tersebut sama sekali
tak patut dipertimbangkan. Dalam kasus seperti itu, sama sekali tak perlu
memintanya untuk memberikan bukti yang memperkuat klaimnya. Begitu pula
terhadap seorang penipu ulung yang berbuat dosa, yang melakukan kesalahan
besar, atau yang tak mampu membimbing orang akibat mengidap cacat jasmani atau
penyakit yang menjijikkan seperti lepra, atau akibat ajarannya tak memberikan
dampak yang konstruktif pada kehidupan manusia. Andai saja penipu seperti itu
memperlihatkan keajaiban, mustahil atau tak masuk akal untuk mengikutinya.
7. Sisi
Manusia
Para nabi, sekalipun memiliki banyak kemampuan supranatural, seperti
maksum, mampu melakukan perbuatan mukjizat, mampu membimbing dan
merekonstruksi, dan mampu melakukan perjuangan luar biasa menentang
kemusyrikan, mitos dan tirani, namun tetap manusia juga. Mereka, seperti
manusia lainnya, makan, tidur, berketurunan dan akhirnya meninggal dunia. Pada
diri mereka juga ada semua kebutuhan dasar manusiawi. Mereka berkewajiban
menunaikan tugas-tugas agama seperti orang lain. Seperti orang lain, mereka
juga tunduk kepada semua hukum agama yang disampaikan melalui mereka. Terkadang
mereka bahkan memiliki tugas tambahan. Salat tahajud yang sunah bagi orang
lain, wajib bagi Nabi Suci saw.
Para nabi tak pernah merasa diberi kebebasan untuk tidak mengikuti
perintah agama. Dibanding orang lain, mereka justru jauh lebih takwa dan jauh
lebih beribadah kepada Allah. Mereka melakukan salat, berpuasa, melakukan
perang suci, membayar zakat, dan bersikap baik had kepada manusia. Para nabi
bekerja keras untuk mendapatkan kesejahteraannya sendiri, dan juga untuk
mewujudkan kesejahteraan bagi manusia. Di kala hidup, para nabi tak pernah
menjadi beban bagi siapa pun.
Wahyu dan sifat-sifat khas yang berkaitan dengan wahyu, merupakan
satu-satunya pembeda antara nabi dan non-nabi. Kenyataan bahwa nabi menerima
wahyu tidak menaflkan kemanusiaan nabi. Kenyataan tersebut justru menjadikan
nabi sebagai model "manusia sempuma". Itulah sebabnya nabi sedemikian
tepat untuk membimbing manusia.
8. Nabi
Membawa Syariat (Hukum) Tuhan
Pada umumnya ada dua golongan nabi. Golongan pertama, yaitu
golongan kecil, adalah nabi-nabi yang mendapat syariat sendiri, yang
diperintahkan untuk memberikan petunjuk kepada manusia dengan berbasiskan
syariat. Al-Qur'an Suci menyebut para nabi ini dengan sebutan nabi-nabi
"berjiwa besar atau berhati mulia." Kita tak tahu persis berapa
jumlah mereka. Al-Qur'an Suci dengan tegas mengatakan telah menceritakan hanya
kisah-kisah tentang sedikk nabi. Kalau saja kisah-kisah tentang semua nabi itu
dicedtakan, atau setidaknya Al-Qur'an Suci menyatakan telah menceritakan
kisah-kisah tentang semua nabi yang penting, tentu kita akan tahu jumlah nabi
yang berjiwa besar atau berhati mulia itu. Namun, kita tahu bahwa Nuh as,
Ibrahim as, Musa as, Isa as dan Nabi terakhir Muhammad saw, termasuk di antara
nabi-nabi itu. Syariat diberikan kepada semua nabi yang berhati mulia dan
berjiwa besar itu. Nabi-nabi ini diperintahkan untuk mendidik para pengikut
mereka dengan berdasarkan syariat.
Golongan kedua, adalah nabi-nabi yang tidak memiliki syariat
sendiri. Meski demikian, mereka ini diperintahkan untuk mendakwahkan syariat
Tuhan yang sudah ada. Kebanyakan nabi termasuk dalam golongan ini. Dalam
golongan ini terdapat nama-nama seperti Hud as, Saleh as, Luth as, Ishaq as,
Ya'qub as, Yusuf as, Syu'aib as, Harun as, Zakaria as dan Yahya as.
C.
KESIMPULAN
Dari konsepsi tauhid
tentang dunia dan manusia lahir keyakinan kepada wahyu dan kenabian. Kalau
meyakini wahyu dan kenabian, maka meyakini pula universalitas petunjuk Allah.
Prinsip petunjuk universal merupakan bagian dari konsepsi tauhid tentang dunia,
dan konsepsi ini diajukan oleh Islam. Karena Allah SWT wajib ada sendiri dalam
setiap hal dan Maha Pemurah, maka Dia memberikan karunia-Nya kepada setiap
wujud sesuai dengan kemampuan masing-masing wujud, dan membimbing setiap wujud
dalam perjalanan evolusionernya. Yang dibimbing oleh Allah adalah segala
sesuatu, dari partikel yang sangat kecil sampai bintang yang sangat besar, dan
dari wujud tak bernyawa yang paling rendah sampai wujud bernyawa yang paling
tinggi yang kita ketahui, yaitu manusia. Itulah sebabnya Al-Qur'an Suci
menggunakan kata "wahyu" dalam hubungannya dengan bimbingan untuk
wujud inorganis, tanaman dan binatang. Penggunaan kata "wahyu" ini
persis seperti ketika Al-Qur'an Suci menggunakannya dalam hubungannya dengan
bimbingan untuk manusia.
Untuk
menjaga kemaslahatan dakwah kenabian maka seseorang yang menjadi Nabi mesti memiliki
ciri-ciri tertentu.
- Menjaga
kesucian diri (maksum), karena ia merupakan pembimbing umat menuju
kesucian diri, maka sudah selayaknya dirinya terlebih dahulu memiliki
kesucian tersebut.
- Memiliki
ilmu yang sempurna. Hal ini karena para nabi membimbing manusia untuk
mengenal dirinya dan alam sekitarnya sehingga dapat menjalani evolusi diri
menuju kesempurnaan.
- Keturunan
orang baik. Hal ini penting sebagai kebaikan bagi dakwah rasul (maslahat
al-dakwah), karena silsilah para Nabi dan hubungan orang tuanya
(perkawinan) menjadi penting bagi para nabi yang juga hidup dalam keluarga
layaknya manusia umumnya.
- Memiliki
fisik yang bagus, karena nabi diutus untuk mendekati manusia, karenanya
hal-hal yang membuat dirinya secara fisik dijauhi dan dihina oleh manusia
tidaklah layak ada pada diri nabi, seperti penyakit fisik yang parah,
cacat, dan lainnya.
- Membawa
syariat (wahyu), karena kenabian di utus untuk mengajak manusia kepada
bimbingan ilahi, dan bimbingan ilahi tersebut dalam bentuk wahyu.
- Membawa
bukti kenabian seperti mukjizat. Hal ini penting karena tidak semua orang
senang dan mengikuti dakwah para Nabi, sehingga terkadang menolak dan
menyerang Nabi. Begitu pula ada kalanya, hal-hal yang luar biasa menjadi
bukti bagi masyarakat akan diri seorang Nabi, untuk itu mukjizat menjadi
penting dalam pengutusan nabi
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan Semoga
Tulisan ini bisa bermanfaat untuk semua amin… Dan tentunya banyak kesalahan dan
kurang tepat dalam penyusunan makalah ini, oleh karenanya kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan dari semua pihak.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Ghazali,
Muhammad. 2002. Syariat dan Akal dalam Perspektif Tradisi Pemikiran Islam.
Jakarta: Lentera
Abu
Zaid, Nasr Hamid. 2005. Tekstualitas Al-Qur’an. Yogyakarta: LkiS
Yazdi,
M.T. Mishbah. 2005. Iman Semesta. Jakarta: al-Huda
Muthahhari,
Murtadha. 2003. Kumpulan Artikel Pilihan
Murtadha Muthahhari. Jakarta: Lentera
Haque,
Ziaul. 2000. Wahyu dan Revolusi. Yogyakarta: LkiS
Thoha,
Anis Malik. 2008. Konsep Nabi dan wahyu dalam Islam, Kumpulan Bahan Kuliah
Islamic Wordlview. Surakarta: UMS
Nasution,
Harun.1986 Akal dan Wahyu dalam Islam. Jakarta:
UIPress
Henri Shalahuddin, Serangan Terhadap Konsep Wahyu dan Tafsir di Zaman Modern, www.scribd.com, www.insist.net
Henri Shalahuddin, Serangan Terhadap Konsep Wahyu dan Tafsir di Zaman Modern, www.scribd.com, www.insist.net